Bp. Brury Eko Saputra
1 Raja-Raja 22:1-40
1 Tiga tahun lamanya
orang tinggal aman dengan tidak ada perang antara Aram dan Israel.
2 Pada tahun yang
ketiga pergilah Yosafat, raja Yehuda, kepada raja Israel.
3 Berkatalah raja
Israel kepada pegawai-pegawainya: "Tahukah kamu, bahwa Ramot-Gilead
sebenarnya milik kita? Tetapi kita tinggal diam saja dan tidak merebutnya dari
tangan raja negeri Aram."
4 Lalu katanya kepada
Yosafat: "Maukah engkau pergi bersama-sama aku untuk memerangi
Ramot-Gilead?" Jawab Yosafat kepada raja Israel: "Kita sama-sama, aku
dan engkau, rakyatku dan rakyatmu, kudaku dan kudamu."
5 Tetapi Yosafat
berkata kepada raja Israel: "Baiklah tanyakan dahulu firman TUHAN."
6 Lalu raja Israel
mengumpulkan para nabi, kira-kira empat ratus orang banyaknya, kemudian
bertanyalah ia kepada mereka: "Apakah aku boleh pergi berperang melawan
Ramot-Gilead atau aku membatalkannya?" Jawab mereka: "Majulah! Tuhan
akan menyerahkannya ke dalam tangan raja."
7 Tetapi Yosafat
bertanya: "Tidak adakah lagi di sini seorang nabi TUHAN, supaya dengan
perantaraannya kita dapat meminta petunjuk?"
8 Jawab raja Israel
kepada Yosafat: "Masih ada seorang lagi yang dengan perantaraannya dapat
diminta petunjuk TUHAN. Tetapi aku membenci dia, sebab tidak pernah ia
menubuatkan yang baik tentang aku, melainkan malapetaka. Orang itu ialah Mikha
bin Yimla." Kata Yosafat: "Janganlah raja berkata demikian."
9 Kemudian raja Israel
memanggil seorang pegawai istana, katanya: "Jemputlah Mikha bin Yimla
dengan segera!"
10 Sementara raja
Israel dan Yosafat, raja Yehuda, duduk masing-masing di atas takhtanya dengan
pakaian kebesaran, di suatu tempat pengirikan di depan pintu gerbang Samaria,
sedang semua nabi itu bernubuat di depan mereka,
11 maka Zedekia bin
Kenaana membuat tanduk-tanduk besi, lalu berkata: "Beginilah firman TUHAN:
Dengan ini engkau akan menanduk Aram sampai engkau menghabiskan mereka."
12 Juga semua nabi itu
bernubuat demikian, katanya: "Majulah ke Ramot-Gilead, dan engkau akan
beruntung; TUHAN akan menyerahkannya ke dalam tangan raja."
13 Suruhan yang pergi
memanggil Mikha itu, berkata kepadanya: "Ketahuilah, nabi-nabi itu sudah
sepakat meramalkan yang baik bagi raja, hendaklah engkau juga berbicara seperti
salah seorang dari pada mereka dan meramalkan yang baik."
14 Tetapi Mikha
menjawab: "Demi TUHAN yang hidup, sesungguhnya, apa yang akan difirmankan TUHAN
kepadaku, itulah yang akan kukatakan."
15 Setelah ia sampai
kepada raja, bertanyalah raja kepadanya: "Mikha, apakah kami boleh pergi
berperang melawan Ramot-Gilead atau kami membatalkannya?" Jawabnya
kepadanya: "Majulah dan engkau akan beruntung, sebab TUHAN akan
menyerahkannya ke dalam tangan raja."
16 Tetapi raja berkata
kepadanya: "Sampai berapa kali aku menyuruh engkau bersumpah, supaya
engkau mengatakan kepadaku tidak lain dari kebenaran demi nama TUHAN?"
17 Lalu jawabnya:
"Telah kulihat seluruh Israel bercerai-berai di gunung-gunung seperti
domba-domba yang tidak mempunyai gembala, sebab itu TUHAN berfirman: Mereka ini
tidak punya tuan; baiklah masing-masing pulang ke rumahnya dengan
selamat."
18 Kemudian raja
Israel berkata kepada Yosafat: "Bukankah telah kukatakan kepadamu: Tidak
pernah ia menubuatkan yang baik tentang aku, melainkan hanya malapetaka?"
19 Kata Mikha:
"Sebab itu dengarkanlah firman TUHAN. Aku telah melihat TUHAN sedang duduk
di atas takhta-Nya dan segenap tentara sorga berdiri di dekat-Nya, di sebelah
kanan-Nya dan di sebelah kiri-Nya.
20 Dan TUHAN
berfirman: Siapakah yang akan membujuk Ahab untuk maju berperang, supaya ia
tewas di Ramot-Gilead? Maka yang seorang berkata begini, yang lain berkata
begitu.
21 Kemudian tampillah
suatu roh, lalu berdiri di hadapan TUHAN. Ia berkata: Aku ini akan membujuknya.
TUHAN bertanya kepadanya: Dengan apa?
22 Jawabnya: Aku akan
keluar dan menjadi roh dusta dalam mulut semua nabinya. Ia berfirman: Biarlah
engkau membujuknya, dan engkau akan berhasil pula. Keluarlah dan perbuatlah
demikian!
23 Karena itu,
sesungguhnya TUHAN telah menaruh roh dusta ke dalam mulut semua nabimu ini,
sebab TUHAN telah menetapkan untuk menimpakan malapetaka kepadamu."
24 Sesudah itu
tampillah Zedekia bin Kenaana, ditamparnyalah pipi Mikha serta berkata:
"Mana boleh Roh TUHAN pindah dari padaku untuk berbicara kepadamu?"
25 Tetapi Mikha
menjawab: "Sesungguhnya engkau akan melihatnya pada hari engkau lari dari
satu kamar ke kamar yang lain untuk menyembunyikan diri."
26 Berkatalah raja
Israel: "Tangkaplah Mikha, bawa dia kembali kepada Amon, penguasa kota,
dan kepada Yoas, anak raja,
27 dan katakan:
Beginilah titah raja: Masukkan orang ini dalam penjara dan beri dia makan roti
dan minum air serba sedikit sampai aku pulang dengan selamat."
28 Tetapi jawab Mikha:
"Jika benar-benar engkau pulang dengan selamat, tentulah TUHAN tidak
berfirman dengan perantaraanku!" Lalu disambungnya: "Dengarlah, hai
bangsa-bangsa sekalian!"
29 Sesudah itu majulah
raja Israel dengan Yosafat, raja Yehuda, ke Ramot-Gilead.
30 Raja Israel berkata
kepada Yosafat: "Aku akan menyamar dan masuk pertempuran, tetapi engkau,
pakailah pakaian kebesaranmu." Lalu menyamarlah raja Israel, kemudian
masuk ke pertempuran.
31 Adapun raja negeri
Aram telah memberi perintah kepada para panglima pasukan keretanya, tiga puluh
dua orang banyaknya, demikian: "Janganlah kamu berperang melawan sembarang
orang, melainkan melawan raja Israel saja."
32 Segera sesudah para
panglima pasukan kereta itu melihat Yosafat, mereka berkata: "Itu pasti
raja Israel!" Lalu majulah mereka untuk menyerang dia, tetapi Yosafat
berteriak.
33 Segera sesudah para
panglima pasukan kereta itu melihat, bahwa dia bukanlah raja Israel, maka
undurlah mereka dari padanya.
34 Tetapi seseorang
menarik panahnya dan menembak dengan sembarangan saja dan mengenai raja Israel
di antara sambungan baju zirahnya. Kemudian ia berkata kepada pengemudi
keretanya: "Putar! Bawa aku keluar dari pertempuran, sebab aku sudah
luka."
35 Tetapi pertempuran
itu bertambah seru pada hari itu, dan raja tetap ditopang berdiri di dalam
kereta berhadapan dengan orang Aram itu, sampai ia mati pada waktu petang.
Darahnya mengalir dari lukanya ke dalam palung kereta.
36 Kira-kira pada
waktu matahari terbenam terdengarlah teriakan di sepanjang barisan tentara itu:
"Masing-masing ke kotanya, masing-masing ke negerinya!
37 Raja sudah
mati!" Maka pulanglah mereka ke Samaria, lalu mereka menguburkan raja di
Samaria.
38 Ketika kereta itu
dicuci di tepi telaga Samaria, maka darah raja dijilat anjing, sedang
perempuan-perempuan sundal mandi di tempat itu, sesuai dengan firman TUHAN yang
telah diucapkan-Nya.
39 Selebihnya dari
riwayat Ahab dan segala yang dilakukannya serta istana gading dan segala kota
yang didirikannya, bukankah semuanya itu tertulis dalam kitab sejarah raja-raja
Israel?
40 Demikianlah Ahab
mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangnya. Maka Ahazia, anaknya,
menjadi raja menggantikan dia.
Pendahuluan
Tema
hari ini “Kebetulan : Apakah Konsep Iman Kristen?”. Dalam kehidupan
sehari-hari, kata “kebetulan” seringkali kita ucapkan baik secara sadar maupun tidak
sadar dan acapkali kata “kebetulan” menimbulkan banyak pertanyaan. Dalam
kehidupan sehari-hari kita menjumpai banyak kejadian yang tidak terduga, bahkan
tidak dapat diprediksi. Banyak orang menyebut peristiwa tersebut sebagai
“kebetulan.” Terkadang kita bertemu orang yang kita kenal di jalan dan kita
berkata hal tersebut sebagai “kebetulan”. Misalnya : dalam pelayanan, beberapa
kali saya bertemu dengan orang-orang yang tidak pernah direncanakan. Di
antaranya adalah seorang kakak kelas saya di Sekolah Teologia. Setelah tamat
kuliah, dia melayani di daerah Kalimantan. Tanpa disadari, dia telah menginjili
papa saya sehingga dia bertobat. Ia juga melayani di desa lain dan ada sebuah keluarga
bertobat. Seorang anggota keluarga yang bertobat tersebut kemudian bertemu
dengan cici (kakak perempuan) saya lalu mereka menikah. Ini dikatakan sebagai “kebetulan”.
Ada
yang mengatakan,”Saat baru menikah kebutuhan hidup naik, saya kebetulan naik
jabatan sehingga gaji ikut naik.” Tidak sedikit orang-orang yang berkata,”Di
saat susah dan tidak punya uang , di jalan yang dilalui saya kebetulan menemukan
uang.” Kita lebih memilih kata “kebetulan” saat menemukan uang daripada saat kehilangan
uang. Sekarang saat ingin bepergian, kita menggunakan ojek on-line. Saat pesan ojek , kebetulan orangnya saya kenal. Saat
saya melalukan perjalanan misi ke Kalimantan, kebetulan pengemudinya orang
Kristen. Waktu mau dibayar , ia tidak mau menerimanya dan berkata,”Anggap saja
ini pelayanan misi saya!”. Hal ini karena ia telah mendengar percakapan kami
tentang misi di Kalimantan. Teman saya berkata,”Kebetulan.” Di Facebook, ada video
yang memperlihatkan ada sebuah mobil yang menabrak truk sehingga mobilnya
hancur lebur. “Kebetulan” orangnya hidup. Banyak kejadian-kejadian “kebetulan”
dan bila diceritakan akan sangat panjang.
Kebetulan?
Beberapa hal yang
terkait dengan hal yang dianggap “kebetulan” :
1. Diteliti dengan sangat luas
Dalam ranah kajian ilmiah (physical science), para ilmuan yang
mendalami bidang quantum mechanics
berpendapat bahwa tidak semua fenomena dalam ilmu pengetahuan dapat
diselesaikan dengan pendekatan Newton yang relatif pasti; ada banyak yang tidak
dapat diprediksi atau pasti, termasuk asal-usul alam semesta ini. Mereka kerap
kali menyebutnya “kebetulan.” Kalau kita menimbang sebuah benda seberat 1 kg,
dikatakan kebetulan timbangannya 1 kg karena bisa saja beratnya kurang atau
lebih dari 1 kg (0,9999 kg). Dalam ilmu sosial, semuanya juga dikatakan
serba kebetulan. Mata uang virtual / kripto seperti “Bitcoin” beberapa hari
lalu turun 40%. Tidak ada teori yang dapat menjelaskan penurunannya (tidak
pasti). Ada yang mengatakan bahwa bermain “Bitcoin” adalah kebetulan. Baik orang Kristen maupun non
Kristen berusaha menjelaskannya.
2. Ada beberapa usulan untuk menjawab
pertanyaan ini
Apa yang banyak orang sebut sebagai
“kebetulan” tersebut dapat menjadi suatu masalah yang pelik ketika dikaitkan
dengan konsep kemahakuasaan Allah dari perspektif Kristiani. Apakah ada suatu
peristiwa yang terjadi tanpa sepengetahuan dan di luar kendali Allah,
sebagaimana kita sebut dalam kata “kebetulan”? Jika memang ada, apakah kita
masih dapat menyebut Allah mahakuasa? Jika Allah mengetahui dan memegang
kendali, bagaimana kita menjelaskan berbagai peristiwa tersebut? Beberapa ahli
mencoba memberikan solusi atas pertanyaan ini, seperti: R. C. Sproul dalam
bukunya yang berjudul Not a Chance berpendapat tidak ada yang disebut sebagai
kebetulan. Menurutnya, apa yang kita maksud sebagai kebetulan telah Allah atur
dan tetapkan. Di lain pihak, Jacques Monod dalam karyanya Chance and Necessity yakin bahwa segala sesuatu terjadi karena
“kebetulan,” sehingga kita tidak perlu percaya pada adanya Allah. Seorang
cendikiawan bernama David J. Bartholomew berusaha menengahi kedua ekstrem
tersebut dalam bukunya GOD, CHANCE AND
PURPOSE: Can God Have It Both Ways?. Ia berpendapat bahwa Allah mahakuasa
dalam konteks luas (makro) ketika menentukan sebuah kejadian, meskipun IA belum
tentu “tahu” secara spesifik atau detilnya peristiwa tersebut dalam konteks
sempitnya (mikro); pendapat seperti ini tentunya akan melahirkan kebingungan
baru.
3. Apa hubungannya dengan kita saat ini?
Kisah Raja Ahab
Pada
kitab 1 Raja 21-22 dikisahkan bahwa Raja Israel yang bernama Ahab menginginkan sebidang
tanah milik Nabot (orang Yizreel) yang terletak
di samping istananya. Dengan bantuan Izebel, istrinya yang membunuh Nabot
dengan cara licik, ia kemudian berhasil memperolehnya tanah tersebut. Tuhan
melalui Nabi Elia kemudian menegur dan memberikan nubuatan tentang akhir hidup
dari Ahab dan Izebel. Mendengar teguran itu, Ahab pun menyesal sehingga Tuhan mengampuni
dia dan menunda hukuman untuk memusnahkan seluruh anggota keluarganya setelah
ia meninggal dunia. Selama tiga tahun berikutnya tidak ada perang, karena Tuhan
yang menjaga dan menolong mereka. Dalam keadaaan idak ada perang itu, Raja Ahab
datang menghadap ke Raja Yehuda (Yosafat). Ia mengajaknya untuk merebut kembali
daerah Ramot-Gilead dari tangan raja Aram karena menganggap bahwa itu daerah
mereka. Sebelum memutuskannya, Raja Yosafat meminta Raja Ahab untuk mencari
petunjuk Tuhan dengan bertanya kepada para nabi apakah mereka boleh maju berperang.
Selama ini Tuhan telah menjaga mereka jadi kalau mereka maju perang apakah Dia
akan tetap menjaga mereka? Nabi-nabi mengatakan bahwa tidak apa mereka maju
perang karena Tuhan akan berserta mereka. Tapi Raja Yosafat menghendaki nabi
Tuhan, maka Raja Ahab akhirnya memanggil Nabi Mikha yang selama ini memberi
nubuat yang menentangnya. Saat dipanggil, Mikha diminta untuk berbohong seperti
nabi-nabi lainnya. Namun Nabi Mikha hanya bersedia mengatakan sesuai dengan
firman Tuhan. Akhirnya Nabi Mikha menyampaikan
"Telah kulihat seluruh Israel bercerai-berai di gunung-gunung seperti
domba-domba yang tidak mempunyai gembala, sebab itu TUHAN berfirman: Mereka ini
tidak punya tuan; baiklah masing-masing pulang ke rumahnya dengan
selamat." (1 Raja 22:17). Mendengar nubuatan ini, Ahab berkata kepada
Yosafat: "Bukankah telah kukatakan
kepadamu: Tidak pernah ia menubuatkan yang baik tentang aku, melainkan hanya
malapetaka?" Tapi Raja Yosafat
tidak yakin bila tidak bertanya kepada nabi Tuhan yang akhirnya menyampaikan,”Raja,
kalau maju perang, bangsa Israel akan tercerai-berai.” Kemudian Raja Ahab dan
Raja Yosafat maju berperang. Ada beberapa kejadian yang dikatakan “kebetulan”
ketika ia pergi berperang.
1. Ia melakukan penyamaran supaya
terlepas dari petaka (1 Raja 22:30). Karena Mikha mengatakan bahwa ia akan maka
maka ia tidak memakai baju kebesaran dan naik kereta biasa sedangkan Raja
Yosafat memakai baju kebesaran.
2. Perintah Raja Aram sangat spesifik untuk tidak
sembarang perang, tetapi mencari Raja
Israel (1 Raja 22:31)
Raja Aram
pintar, ia perintahkan prajuritnya untuk mencari rajanya. Kalau rajanya
tumbang, maka perang akan usai. Karena Ahab menyamar maka tugas ini tidak mudah
dilakukan.
3. Raja Yehuda dipikir
sebagai Raja Ahab, sehingga ia diburu; namun selamat (1 Raja 22:32-33)
Karena
menyamar , maka Raja Israel susah dicari. Raja Yosafat dipikir Raja Ahab, oleh
prajurt Aram. Ia dikejar karena salah sangka. Raja Yosafat kemudian berteriak,”
Saya bukan raja” jadi para prajurit meninggalkannya karena ia bukan yang
dicari.
4. Seorang
prajurit menembak dengan sembarangan – tanpa tahu sasaran jelas (1 Raja 22:34)
Setelah
ditinggalkan, seorang prajurit menembak sembarangan, tidak jelas mau tembak
apa. Tahu-tahu kena Raja Ahab yang sedang menyamar.
5. Anak panah mengenai sambungan baju jirah yang sedang
dipakai (1 Raja 22:34)
Baju zirah praktis
tidak ada kelemahannya. Celahnya hanya kecil dan baru terbuka kalau sedang
bergerak memutar. Jadi pas Raja Ahab berputar masuklah anak panah yang ditembak
sembarangan. Yang dikejar Raja Yosafat, tapi prajurit Aram sembarang tembak, “kebetulan”
kena Raja Ahab. Ini namanya sial sekali.
6.
Raja Ahab
meninggal karena kehabisan darah dan tidak dapat pertolongan (1 Raja 22:35-37)
Jadi lebih
parahnya, anak panah itu membuat Raja Ahab terluka . Prajurit yang diminta
mengejar Ahab tidak banyak (hanya 32 orang) tetapi perangnya seru sehingga ia
tidak bisa kabur (hanya bisa menepi). Akhirnya ia kehabisan darah dan mati.
Jadi kebetulannya berkali-kali.
Apakah yang terjadi atas Raja Ahab adalah sebuah
kebetulan? Apakah Allah tahu dan berkuasa atas kejadian tersebut? Apa yang menurut kita kebetulan, tapi
dilihat dari sudut pandang Allah kita akan temukan kebenaran. Kalau dikaitkan
dengan kemahakuasaan Tuhan atas kejadian, hidup dan keberadaan manusia, kita
akan mendapat pengertian yang mendalam tentang apa itu kebenaran.
Allah bekerja!
Perhatikan kembali
peringatan Allah melalui Nabi Mikha (1 Raja 22:28); Allah telah mengetahui dan
berkuasa atas “kebetulan” Manusia tidak bisa lari. Allah sudah merancang
kejadian itu, walau manusia berusaha lari daripadanya. Allah berkuasa atas
segala kejadian. Sepertinya kebetulan, mungkin kita tidak pernah pikirkan
sebelumnya. Allah berkuasa atas semua dan ia mampu melakukannya (menolong kita).
Dengan adanya kisah seperti ini dalam Alkitab, seorang ahli bernama Vern
Poythress dalam bukunya Chance and the
Sovereignty of God menyimpulkan bahwa tidak ada “kebetulan” dari perspektif
Allah. Apa yang kita rujuk sebagai
sebuah “kebetulan” bukanlah keterbatasan Allah, tetapi keterbatasan manusia
dalam memahami Allah; atau terbatasnya penyingkapan yang Allah berikan pada
manusia. Artinya Allah tidak punya kendala, tetapi kita terbatas memahami
Allah yang tidak terbatas. Allah punya banyak rencana yang sempurna, tapi kita
tidak tahu, sehingga kita menyebutnya sebagai kebetulan. Seperti kita yang
lebih dewasa ingin menjelaskan sesuatu kepada anak yang bertanya dan saat
menjelaskannya sang anak berkata,”Apakah papa saya mengerti tidak?” Ada anak SD
yang minta motor gede padahal ia masih kecil. Ayahnya menolak. Anaknya
berargumen,”Kalau tidak boleh, mengapa teman saya boleh?” Dijelaskan ayahnya,”Kamu
masih kecil dan kakimu tidak sampai tanah. Kamu juga tidak punya uang , lalu isi
bensin dengan apa?” Sang anak menjawab, “Masa kebetulan begitu (saya tidak
sampai kakinya). Saya kan ada uang jajan” Jadi tidak ada kebetulan. Kita
melihatnya sebagai sesuatu yang kebetulan seperti itu (kok bisa seperti ini ya?).
Kejadian yang menarik dalam hidup kita (buruk dan baik) tidak ada yang kebetulan
dalam sudut pandang Tuhan (sudah terencana). Tuhan tahu dan berkuasa atas itu.
Maka Votum kita dikutip dari Maz 124:8 seperti yang dikatakan Raja Daud (Pertolongan kita adalah dalam nama TUHAN,
yang menjadikan langit dan bumi). Ia bukan hanya menjadikan langit dan
bunga, Dia memelihara dan merancangnya. Kita beribadah dengan keyakinan seperti
itu. Kita yakin Allah berkuasa atas ibadah kita. Kita datang ke gereja bukan
kebetulan tetapi Tuhan yang tuntun.
Suatu kali saya datang pelayanan di
daerah Tanggerang dalam persekutuan doa. Ada seorang ibu datang “nyasar” ke
gereja. Dia mengetuk pintu dan bertanya dalam bahasa Khe,”Ini gereja bukan?”
Saya menjawab, “Benar ini gereja.” Ia berkata lagi,”Oh kebetulan, saya mau ke gereja.”
Kenapa ini seperti kebetulan? Di sekitar gereja yang saya layani ada beberapa
gereja lainnya. Di depan gereja itu ada gereja lain. Beda 2 ruko di samping kiri
ada gereja dan 3 ruko lainnya ada di kanan gereja. Kami ada di tengah. Lalu
mengapa ia masuk ke gereja saya? Tidak mungkin ia tidak melalui gereja yang
lainnya. Saya yakin Tuhan tuntun dia untuk dilayani di gereja kami. Pasti Tuhan
punya rencana terhadap dia untuk bertumbuh. Setelah itu dia baru tahu ada
kerabatnya yang beribadah di situ. Menurut sudut pandang Allah itu bukan
kebetulan, padahal menurut kita kebetulan. Tuhan melihat secara utuh. Dengan
melihat kisah Raja Ahab di atas, Tuhan sudah tahu walau sepertinya kebetulan.
Apa yang perlu dilakukan setelah tahu
Allah berkuasa atas segala peristiwa?
Ada ayat yang
merangkum firman Tuhan untuk tema hari ini. Hal-hal
yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan
ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya, supaya kita
melakukan segala perkataan hukum Taurat ini.“
(Ul. 29:29). Bangsa
Israel mau masuk tanah perjanjian. Allah memanggil umatNya dan berkata,”Ada 2
hal dalam dunia ini yaitu yang pertama hal-hal
yang tersembunyi bagimu (hanya Tuhan yang tahu). Kamu tidak perlu cari tahu. Yang
kedua, ada hal yang Tuhan ijinkan kamu tahu termasuk di dalamnya Taurat
(kehendak) Tuhan. Yang kamu tahu, kerjakanlah baik-baik. Kalau kamu sudah masuk
tanah perjanjian, ada hal-hal yang bisa kamu rencanakan maka lakukanlah dengan
baik sesuai firman Tuhan. Tapi ada hal yang di luar dugaan kamu. Mungkin ada
hal yang mungkin terjadi secara “kebetulan” tapi Tuhan tahu. Dengan mengetahui
kebenaran ini, apa yang harus kita lakukan dalam hidup ini ?
-
Perhatikan
dan lakukan apa yang telah Allah nyatakan kepada kita, sesuai firmanNya (kejadian
yang Tuhan ijinkan untuk kita rencanakan, masa depan untuk kita petakan).
Anak adalah anugerah yang dititipkan
ke kita, maka sebagai orang tua jangan karena gagal mencapai keinginannya lalu
memaksakan ke anaknya untuk dilakukan. Ada yang mau jadi dokter, tidak tercapai,
maka dipaksakan ke anaknya (kecuali ia tertarik jadi dokter). Kalau Tuhan yang
arahkan boleh, tetapi kalau tidak jangan. Tuhan ijinkan kita punya penghasilan
tertentu dan jangan bilang, “Hidup kita mengalir begitu saja.” Itu mengerikan. Tuhan
memberikan kita kemampuan untuk merencanakan. Tuhan berikan kita masa depan
pelayanan untuk dipikirkan dengan baik. Tuhan berikan banyak karunia maka pakailah
untuk Tuhan.
-
Harus
punya relasi dengan Tuhan.
Orang yang bisa tahu kehendak Tuhan dengan baik
adalah orang punya relasi yang baik dengan Tuhan. Pada saat konseling (bimbingan)
nikah, calon pengantin pria ditanya tentang pasangannya,”Kapan ulang tahunnya?
Dia alergi apa? Kesukaannya apa?” Kalau sudah mengenal dekat maka ia akan tahu
dengan baik walau dalam batasan tertentu. Kita harus dekat dengan Tuhan agar supaya
tidak tebak-tebak Tuhan maunya apa dan melakukan kehendakNya dengan baik. Kita
belajar untuk sedikit-dikit bertanya ke Tuhan, “Ini maunya Tuhan bukan? Kalau
Tuhan di posisi saya, maunya apa yang terjadi?” Kalau ditawarkan pekerjaan ini,
apakah Tuhan akan terima kalau di posisi saya?” Belajar melihat segala sesuatu
dari sudut pandang Tuhan.. Jadi kita siap untuk hal-hal yang akan terjadi.
-
Senantiasa
identifikasi kehendak Tuhan
Orang saat ini banyak pakai sudut
pandang sendiri dalam menentukan banyak hal bukan sudut pandang Tuhan sehingga
hidupnya tidak cukup terus. Alkitab berkata, “Mengucapsyukurlah senantiasa” karena
itu jalan satu-satunya supaya kita merasa cukup. Ada orang yang tidak pernah
merasa cukup dalam hidupnya karena tidak melihat dari kacamata Tuhan. Ada istri
yang datang ke suaminya dan berkata, “Ko, tetangga pakai mobil baru, kita sudah
3 bulan tidak mengganti mobil.” Suami juga begitu. “Ma, kalau masak makanan
seperti yang di sana itu lho. Masa masak begitu saja tidak bisa. Sekretaris
saya sudah bisa masak seperti itu.” Kalau melihat seperti ini , maka akan
kacau.
-
Lakukan dengan
setia; di manapun, kapanpun
Apa yang sudah Tuhan nyatakan ,
belajarlah setia. Belajar setia itu sulit. Kata “setia” itu langka dalam zaman
kita hidup dan berelasi. Kita dididik untuk mencari keuntungan diri daripada
kesetiaan. Sulit mencari orang yang bekerja di perusahaan selama 25 tahun tanpa
pindah atau orang yang sudah menjadi jemaat selama 30 tahun. Belajar setia itu
sulit, tetapi untuk itulah kita dipanggil (untuk hal yang kita tahu dari Tuhan).
Kita harus senantiasa bergantung kepada Tuhan untuk hal-hal yang tidak kita
tahu. Kita tidak tahu hari esok. Kalau tahu, kita mungkin merasa ngeri.
-
Senantiasa
bergantung dan bersandar pada Allah untuk hal-hal yang tidak dinyatakan bagi
kita; percaya IA berdaulat.
Suatu kali saya menjemput mertua dari
Pontianak terbang ke Surabaya. Dari Lawang ke Malang paling lama 40 menit tapi bisa
3-4 jam kalau week-end. Untuk mengejar
waktu, saya harus mengebut dengan masuk tol. Tiba-tiba beberapa mobil di depan
saya merem, sehingga mobil di belakangnya berturu-turut ikut rem juga termasuk
kendaraan saya dan di belakang saya. Mobil di belakang ditabrak truk yang tidak
bisa ngerem. Itu kondisi perginya. Sedangkan saat pulangnya, dalam kecepatan
150 km/jam, mobil saya agak bergoyang lalu saya keluar tol. Baru sekitar 200
meter ke luar tol, ban mobil saya pecah saya pun terpental ke samping. Untung
saya tidak tahu, kalau tidak ngeri juga. Ban mobil saya diganti oleh seorang
Bapak yang berada dekat tempat kejadian. Pada hari Minggunya saya harus
pelayanan di sebuah gereja di Bondowoso. Saya ingin memakai kererta, karena saat
Natal pasti macet kalau pakai mobil. Namun saya salah pesan tiket. Jadi seharusnya
berhenti di Jember, ada 4 stasiun dan saya berhenti di salah stasiun sehingga saya
harus menyetir kembali dalam kondisi tidak ada ban pengganti (setelah mencari di
seluruh Malang). Setelah itu saya diajak seorang jemaat untuk mengganti ban.
Kebetulan ia pemilik bengkel. Dia hanya punya 2 ban dan kedua ban saya sudah
rusak. Waktu dibuka , dia berkata, “Bapak berani ya menyetir mobil. Bannya
kalau disentuh saja lepas. Karena waktu ganti ban tidak bagus.” Saya teringat Bapak
yang menggantikan ban. Bagaimana kalau bannya lepas di tengah jalan sewaktu
saya mengemudi? Saya bersyukur bahwa saya tidak tahu akan mengalaminya. Saya
anggap sebagai kebetulan. Saya berjalan bersama anugerah Tuhan, hanya bergantung
pada Tuhan dan dengan keyakinan Tuhan yang pegang kendali hidup saya. Bagaimana
kalau kita tahu sebelumnya? Saya tidak mau tahu. Mungkin itu kebetulan seolah -olah
Allah tidak berkuasa tapi saya percaya Allah berdaulat.
Penutup
Jadi mari :
-
Serahkan
masa depan yang tidak kita tahu (kebetulan atau tidak) dalam tangan Tuhan.
-
Berharap
pada Tuhan dalam setiap persoalan dan kesulitan hidup kita.
-
Percaya
Tuhan akan lakukan dengan cara terbaik. Melalui cara-cara yang tidak kita
pikirkan sebelumnya, cara yang menurut kita kebetulan. Tapi dalam sudut pandang
Tuhan bukan kebetulan, semua sudah terencana baik. Tuhan ijinkan untuk kebaikan
kita, Tuhan membatasi pengetahuan kita.
Seorang
teman saya tinggal di Pontianak . Ia sangat mengidolakan William Colgate (1783-1857).
Kisah hidup William Colgate sangat menginspirasinya.
William Colgate adalah pendiri
dari perusahaan Colgate. Ia lahir pada 25 Januari 1783 di Kent, Inggris. Karena
konflik politik, Colgate dan orangtuanya terpaksa meninggalkan Inggris pada
Maret 1798 dan menjadi imigran di Amerika Serikat. Mereka menetap di sebuah
perkebunan di Harford Co., Maryland. Untuk bertahan hidup, keluarga ini bekerja
sama dengan Ralph Maher memulai usaha pembuatan sabun dan lilin. Namun usaha
ini tidak bertahan lama dan keadaan pun mulai memburuk bagi keluarga Colgate.
Suatu hari, di tengah kegagalan dan krisis, seorang rekan menasihatinya, “Berikan hatimu bagi Kristus.
Berilah kepada Kristus apa yang menjadi milik-Nya. Buatlah sabun dengan jujur.
Berikan persembahanmu dengan jujur... dan seseorang akan menjadi pembuat sabun
ternama di New York. Orang itu mungkin saja kamu.” Pada 1804, Colgate bekerja sebagai
tenaga magang di sebuah perusahaan sabun. Dari situlah ia belajar banyak
mengenai liku-liku dunia bisnis. Ia bekerja dengan penuh dedikasi dan selalu
belajar dari berbagai sumber, termasuk dari mereka yang gagal (Ams. 24:30-32).
Setelah perusahaan itu tutup, Colgate merintis usahanya sendiri. Hanya dalam
waktu enam bulan perusahaannya sudah mampu membuat produk-produk baru dengan
bahan kanji. Kemudian menyusul sabun tangan, sabun toilet, dan sabun cukur.
Meski Colgate sangat sibuk dalam mengelola usahanya, ia tidak melupakan Tuhan.
Kesuksesan Colgate dicapai karena ia mengikuti prinsip-prinsip Alkitab. Seperti
Yakub yang berjanji memberi persembahan sulung kepada Tuhan, maka Colgate juga
membuat janji yang sama. Sepuluh persen dari keuntungannya selalu diberikan
kepada Tuhan. Tuhan pun memberkatinya dalam berbagai hal. Bisnisnya berkembang
dengan cepat dan Colgate pun menjadi salah satu pengusaha ternama di New York.
Bahkan pernikahannya dengan Mary Gilbert pada 1811 disebut sebagai “Persekutuan yang indah dengan
seorang yang menyenangkan.” Tuhan
tidak menganggap sepi pengabdian yang dilakukan dengan sepenuh hati. Selagi
bisnisnya terus berkembang dan diberkati Tuhan, ia memerintahkan akuntannya
untuk meningkatkan jumlah persembahannya, dari 20 persen menjadi 30 persen.
Ketika ia terus berkomitmen untuk memberi, perusahaannya menjadi semakin
diberkati Tuhan. Kini perusahaan Colgate menjadi salah satu perusahaan tertua
dan terbesar di Amerika Serikat dengan 221 cabang di dunia.
Suatu kali pada tahun
1990an teman saya menghadapi masalah karena kebutuhan hidupnya meningkat seperti sakit, perbaikan rumah, kebuthan
ruman tangga dll sehingga gaji yang diperolehnya hanya cukup untuk membayarnya
tanpa memperhitungkan perpuluhan. Ia pun sampai kepada pilihan dia harus
membuat keputusan apakah ia akan tetap memberikan perpuluhan atau tidak karena
bila diberikan dia tahu uangnya akan kurang. Ia pun bergumul. Sesuai dengan yang
sudah Tuhan nyatakan dalam Ulangan 29:29 harus ia kerjakan. Apa yang tidak kita
tahu tetap harus dikerjakan. Namun ia akhirnya mengikuti teladan William
Colgate. Ia memasukkan uang ke dalam amplop dan memberikan perpuluhan. Dengan
memberi perpuluhan, ia memperkirakan akan mengalami kekurangan Rp 100.000. Pada tahun 1990an akhir, uang sejumlah Rp
100.000 itu cukup besar. Ia tidak tahu apakah ia bisa cukup makan atau tidak. Sewaktu
pulang dari gereja, ia melihat di tepi sungai ada uang lembaran Rp 100.000 di
bawah batu yang seolah-olah memanggilnya. Saat itu baru keluar uang denominasi
Rp 100.000 berbahan plastik. Semua orang yang melewati sungai tersebut tidak
ada yang melihatnya. Ia terheran-heran. Kok bisa, ada uang jatuh dari dompet ke
sungai, tertindih batu tanpa ada yang melihatnya. Lalu ia mengambil uang itu yang
bisa dipakai untuk memenuhi kebutuhan makannya sampai tiba saat gajian lagi.
Menurut dia , dari sudut pandang manusia hal itu merupakan “kebetulan” tapi menurut Allah tidak yang kebetulan. Tuhan
sudah rancangkan untuk menguatkan iman dan menolong kehidupannya. Ia setia kepada
Tuhan dan itulah kuncinya. Ulangan 29:29 , hal-hal yang tersembunyi adalah bagi
Tuhan Allah kita” Jangan mencari-cari tahu (pergi ke peramal atau ahli nujum
untuk mengetahui garis tangan). Contoh : letak kursi bagus tidak, angin yang
masuk membawa hoki atau tidak. Tidak perlu cari tahu hal seperti itu, itu
urusan Tuhan. Yang perlu dilakukan “apa yang dinyatakan bagi kita, untuk kita
lakukan dan ajarkan kepada anak cucu. Dengan begitu hal-hal yang tidak kita
tahu Tuhan akan rancangkan menjadi berkat , menguatkan iman kita, menolong kita
seperti yang telah Tuhan kerjakan bagi teman saya. Adakah kebetulan menurut
konsep iman Kristen dari sudut pandang Allah? Tidak ada. Dari sudut pandang
manusia, Allah ijinkan banyak hal yang tidak diketahui dan dinyatakan dengan
sedikit surprise bagi kita demi kebaikan
kita.
No comments:
Post a Comment