Pdt. Hery Kwok
Kisah Para Rasul 10:34-36, 42-43
34 Lalu mulailah Petrus berbicara, katanya:
"Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang.
35 Setiap orang dari
bangsa manapun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan
kepada-Nya.
36 Itulah firman yang
Ia suruh sampaikan kepada orang-orang Israel, yaitu firman yang memberitakan
damai sejahtera oleh Yesus Kristus, yang adalah Tuhan dari semua orang.
42 Dan Ia telah
menugaskan kami memberitakan kepada seluruh bangsa dan bersaksi, bahwa Dialah
yang ditentukan Allah menjadi Hakim atas orang-orang hidup dan orang-orang
mati.
43 Tentang Dialah
semua nabi bersaksi, bahwa barangsiapa percaya kepada-Nya, ia akan mendapat
pengampunan dosa oleh karena nama-Nya."
Pendahuluan
Tema
hari ini bukan dari tradisi tetapi dari suatu perintah (Amanat Agung) yang
diberitakan oleh Tuhan Yesus sendiri dan dicatat (ditulis) oleh murid-muridNya
sendiri (yang pernah hidup bersama Kristus selama 3,5 tahun) untuk menginjili.
Sebagai gereja berlatar Tionghoa maka kita membahas tema “Orang Tionghoa pun
Perlu Kristus”. Seberapa jauh kita sebagai orang-orang Tionghoa punya hati
(terbeban) untuk memberitakan Injil kepada orang-orang Tionghoa? Berbicara
tentang tema “Orang Tionghoa pun Perlu Kristus” mau tidak mau kita akan melihat
sejarah penginjilan kepada orang-orang yang tinggal di daratan Tiongkok (mainland). Seorang misionaris
berkebangsaan Inggris yang terkenal, Hudson Taylor, sampai keturunannya generasi
keempat masih menginjili orang Tionghoa di sana. Bahkan ada salah seorang
keturunannya yang menikah dengan orang Tiongkok. Pdt. Stephen Tong pernah bertemu dengan salah
seorang keturunan Hudson Taylor. Hudson Taylor sungguh-sungguh menaruh hatinya
untuk orang-orang Tionghoa sehingga dari Inggris ia pergi ke Tiongkok. James Hudson Taylor (Tionghoa: 戴德生) (21 Mei 1832 - 3 Juni 1905, 73 tahun), adalah
misionaris asal Inggris dan pendiri OMF International. Taylor menghabiskan 51
tahun (3/4 hidupnya) di Tiongkok, dan
mampu berkhotbah dalam beberapa dialek bahasa Tionghoa, di antaranya Mandarin,
Chaozhou, dan dialek Wu dari Shanghai dan Ning Bo. Yang terakhir ini ia
menguasainya dengan cukup baik untuk membantunya menyusun edisi bahasa
sehari-hari dari Perjanjian Baru.
Sejak kecil ayahnya (James Taylor) telah menanamkan hati misi
kepadanya. Setiap hari ayahnya (ahli farmasi) selalu membacakan dan menjelaskan
ayat-ayat Alkitab kepadanya karena ia menginginkan agar anaknya kelak menjadi
seorang penginjil. Usaha ini ternyata tidaklah sia-sia. Sebelum berusia 5
tahun, Hudson sudah berkata, "Kelak saat dewasa, saya akan menjadi seorang
penginjil dan pergi ke Tiongkok." Hudson Taylor dari kecil kehidupan rohaninya dipupuk oleh
orang tuanya. Bahkan waktu ia ragu pergi ke Tiongkok, mamanya mendoakan dia
hingga ia pergi ke sana. Bapak Gereja Agustinus juga didoakan oleh mamanya
Monica sehingga mengalami pertobatan menjadi Bapa Gereja. Dulu ia sangat kacau
balau hidupnya dan tidak hidup seperti orang saleh. Tetapi peran mamanya begitu
luar biasa dalam kerohanian. Hudson Taylor mengalami hal seperti itu. Meskipun sejak kecil ia sudah menjadi
Kristen, pada saat remaja ia sempat merasa ragu-ragu. Namun berkat doa ibu dan
adik perempuannya, akhirnya ia dapat mengatasi keragu-raguannya. Pada waktu ia
berumur 17 tahun, setelah ia membaca traktat yang menceritakan karya
penyelamatan Kristus yang ditemukannya di ruang baca ayahnya, ia berlutut dan
berdoa kepada Tuhan serta mohon pengampunan-Nya. Sejak saat itu, Taylor mulai memfokuskan
diri untuk mewujudkan kerinduannya melayani sebagai seorang penginjil di
Tiongkok.
Meskipun jiwa misi sudah tertanam di hatinya, ia tetap
mengambil pendidikan di bidang farmasi. Chinese Evangelization Society (CES)
yang mensponsori pendidikannya melihat hal tersebut sebagai kesempatan Injil
diberitakan di Tiongkok. Mereka ingin supaya Hudson segera berangkat ke
Tiongkok sebelum kesempatan tersebut hilang. Taylor mulai berlayar selama
berbulan-bulan dan tiba di Shanghai pada awal musim semi tahun 1854. Tiongkok
dengan berbagai adat-istiadat dan keunikan lainnya merupakan tantangan bagi
Taylor. Setibanya di Shanghai dan tinggal di rumah pertamanya, Taylor menderita
kesepian dan masalah keuangan (biaya hidup di Shanghai sangat mahal). Usaha-usahanya
untuk menyesuaikan diri dengan bahasa setempat sempat membuatnya sangat
tertekan, tetapi dengan imannya yang kuat, ia berhasil mengatasinya melalui
hobinya (mengoleksi serangga dan tanaman).
Setahun setelah Taylor sampai di Tiongkok, ia segera
melakukan perjalanan penginjilan ke pedalaman Tiongkok (sering dilakukannya
seorang diri). Saat di Shanghai , penduduknya tidak memperhatikan pesan yang disampaikan.
Namun masyarakat pedalaman justru tertarik dengan cara berpakaian dan hidupnya.
Keadaan ini membuat Taylor menyadari bahwa ada satu cara untuk bisa melakukan
penginjilan di daerah ini, yaitu dengan mengikuti cara berpakaian serta
kebudayaan mereka. Meskipun tidak mudah bagi Taylor untuk mengikuti tradisi
orang Tiongkok, ia tetap melakukannya juga. Ia rela mengucir dan memotong
rambut di bagian depan kepalanya; ia juga rela mengubah cara berpakaiannya.
Walaupun dirinya tersiksa (bahkan ia dijadikan bahan lelucon oleh rekan misionaris
lainnya) tetapi hal itu justru menjadi ciri khasnya. Usaha ini ternyata
tidaklah sia-sia karena dengan penampilannya yang baru ini memudahkannya melakukan
penginjilan ke seluruh Tiongkok.
Selain menginjili, Taylor juga melakukan praktik pengobatan.
Masalah keuangan tetap menjadi persoalan utama Taylor namun ia beberapa kali
menerima kiriman dana dari Inggris. Selain itu, di dalam benaknya mulai muncul
keinginan memiliki seorang istri. Taylor teringat kembali kepada Nona Vaughn,
wanita yang dicintainya namun tidak bersedia mengikuti Taylor ke Tiongkok dan Elizabeth
yang memutuskan pertunangan mereka karena model pakaian dan rambut Taylor. Akhirnya
Taylor tiba di Ning Bo , bertemu dan tertarik dengan Maria Dyer (seorang guru
di sebuah sekolah khusus untuk anak-anak perempuan milik Nona Mary Ann Aldersey)
pada bulan Maret 1857. Meskipun awalnya Maria menolak lamaran Taylor, namun
akhirnya mereka menikah pada tanggal 20 Januari 1858. Maria benar-benar seorang
wanita yang dibutuhkan Taylor. Pada tahun 1860 Taylor dan Maria kembali ke
Inggris untuk mempersiapkan berbagai keperluan dan memulihkan kesehatan mereka.
Taylor menggunakan kesempatan ini untuk melanjutkan pendidikan kedokterannya.
Pada saat yang sama, Taylor mendirikan China Inland Mission (CIM)
tahun 1865-- sebuah organisasi pengutus yang terbentuk berdasarkan pengalaman
dan kepribadian Taylor. Taylor menyadari bahwa Tiongkok tidak akan pernah
diinjili jika ia harus terus menunggu para utusan hamba Tuhan terpelajar datang
ke sana. Tahun 1866, Taylor mulai melakukan persiapan untuk berlayar kembali ke
Tiongkok bersama dengan Maria, keempat anak mereka, dan lima belas orang yang
ia rekrut, termasuk tujuh gadis yang belum menikah. Selama dalam pelayaran
maupun setelah mereka sampai di Shanghai, rombongan ini tidak henti-hentinya
dilanda oleh berbagai masalah. Tetapi, segala permasalahan itu dapat diatasi
berkat kesabaran dan pendekatan pribadi yang dilakukan Taylor. Pada tahun 1868,
rumah yang dijadikan tempat penginjilan Taylor di Yangzhou dirusak dan dibakar.
Peristiwa ini nyaris merenggut jiwa para utusan dan Maria. Meskipun peristiwa
ini menyebabkan banyak kerugian dan sempat membuat semangat Taylor hampir
padam, tetapi berkat dukungan salah seorang temannya, semangat Taylor menyala
kembali untuk meneruskan misinya. Ia merasakan bahwa melalui berbagai peristiwa
itu, Tuhan menjadikan dirinya seorang yang baru. Peristiwa yang tidak kalah
menyedihkan adalah kematian berturut-turut anak-anaknya yaitu Samuel (5 tahun),
bayi mereka yang baru berusia kurang dari dua minggu dan Maria sendiri. Tanpa
Maria, Taylor benar-benar kehilangan semangat dan kesepian. Karena alasan
itulah sebulan setelah kematian Maria, ia pergi ke Hangzhou. Di sana, ia
menghabiskan waktu bersama Jennie Faulding (22 tahun), yang merupakan salah satu
dari misionaris yang datang ke Tiongkok bersama mereka. Setahun kemudian mereka
kembali ke Inggris dan menikah di sana. Pada tahun 1872, mereka kembali lagi ke
Tiongkok bersama para utusan yang berjumlah lebih banyak lagi.
Seiring dengan perkembangan CIM, Taylor menghabiskan sebagian
besar waktunya untuk mengelilingi Tiongkok. Semakin luas daerah yang
diinjilinya, semakin besar pula beban yang mereka harus tanggung. Taylor
memunyai visi yang besar, ia ingin merekrut seribu utusan dan masing-masing akan
menginjili 250 orang setiap hari sehingga dalam waktu tiga tahun seluruh
Tiongkok akan bisa dimenangkan. Tetapi sayang, visi itu belum tercapai.
Meskipun demikian, pelayanan CIM di Tiongkok berdampak sangat luas. Pada tahun
1882, CIM berhasil masuk ke setiap provinsi Tiongkok; pada tahun 1895, ketika
CIM berulang tahun ke-30, mereka telah memiliki lebih dari 640 utusan yang
mengabdikan hidup mereka di Tiongkok. Tahun-tahun terakhir abad ke-19 menjadi
periode yang penuh ketidakstabilan. Tekanan modernisasi (dan terutama pengaruh
negara Barat) berbenturan dengan ketidaksukaan terhadap orang-orang asing. Pada
bulan Juni 1900 Pemberontakan Boxer melakukan pembunuhan terhadap orang-orang
asing dan pemberantasan kekristenan. Seratus tiga puluh lima utusan dan lima
puluh tiga anak-anak mereka dibunuh secara keji. Berita itu sangat memukul
Taylor yang sedang di Swiss. Pada tahun 1902 Taylor mengundurkan diri dari
jabatannya sebagai pemimpin utama CIM. Taylor dan Jennie tinggal di Swiss
sampai kematian Jennie pada tahun 1904. Setahun kemudian Taylor kembali ke
Tiongkok, tempat ia menghembuskan napas terakhirnya dengan tenang sebulan
setelah kedatangannya. Sepeninggal Taylor, CIM masih terus berkembang. Pada
tahun 1914 CIM menjadi badan misi terbesar di dunia dengan puncaknya pada tahun
1934 CIM memiliki utusan sebanyak 1.368 orang. Pada tahun 1964, CIM berganti
nama menjadi The Overseas Missionary Fellowship (OMF).
Mengapa Hudson Taylor
bisa mencintai orang-orang Tionghoa? Dalam Kisah Para Rasul 10:43 dikatakan
bahwa Tentang Dialah semua nabi bersaksi,
bahwa barangsiapa percaya kepada-Nya, ia akan mendapat pengampunan dosa oleh
karena nama-Nya." Melalui perkataan ini, Rasul Petrus sedang
mempertanggungjawabkan tindakannya membaptis seorang non-Yahudi bernama Kornelius.
Ia mendapat suatu penglihatan supaya ia mencari Petrus yang akan mengatakan
kepadanya apa yang Tuhan mau. Allah sangat berdauluat dalam memberi keselamatan
kepada Kornelius dan Allah memakai Petrus. Petrus mendengar cerita itu dari Kornelius.
Sebelumnya Rasul Petrus mendapat penglihatan tentang binatang najis yang diminta
untuk dimakannya. Dari dulu ia tidak pernah memakannya. Sejak muda ia menjaga
kekudusan dan tidak mau melanggar adat istiadat orang Yahudi. Tuhan berkata, “Apa
yang Aku katakan halal tidak boleh dikatakan haram.” Lalu ada bawahan Kornelius
yang menjemputnya. Sewaktu tiba di rumah Kornelius, Kornelius cerita tentang
pesan Allah dalam penglihatannya sehingga Petrus terkejut. Pesan itu dikaitkan
oleh Petrus dengan mimpinya. Petrus akhirnya memahami bahwa Allah tidak
membeda-bedakan manusia. Orang Yahudi punya prinsip bahwa di luar Yahudi,
semuanya masuk neraka. Mereka seperti kayu bakar yang ditaruh supaya api neraka
tetap menyala-nyala. Pemahaman orang Yahudi tentang bangsa-bangsa lain sangat
mengakar (kuat) sekali. Sehingga mereka tidak mau bercerita tentang Yesus
Kristus kepada bangsa lain. Kisah Para Rasul (buku lahirnya gereja dan
orang-orang percaya) mencatat Tuhan tidak mengkhususkan (menyempitkan) lagi
keselamatan hanya untuk orang Yahudi. Jadi bukan untuk segelintir orang sasja tetapi
barang siapa (dari suku, etnis mana pun, tingkat sosial mana pun), kalau ia
percaya kepada Kristus maka ia akan mendapat pengampunan dosa.
Dari ayat yang dibaca,
Yesus ditentukan Allah menjadi hakim yang mengadili orang yang hidup dan mati.
Kalau kita mati dan orang-orang yang telah mati lebih dahulu akan dihakimi.
Orang yang hidup dan mati dihakimi oleh Hakim yang Agung yaitu Yesus. Pesan yang
disampaikan Petrus dalam Kisah Para Rasul adalah “nabi-nabi sudah menyampaikan
dan menjelaskan bahwa siapa pun yang
percaya Yesus akan mendapat pengampunan dosa”. Yesuslah yang melakukan karya
Keselamatan dan keselamatan hanya bisa dilakukan oleh Yesus Kristus. Sehingga
kita belajar tentang karya keselamatan ini seperti juga telah dipahami oleh Hudson
Taylor. Siapa yang percaya kepada Yesus Kristus, akan beroleh pengampunan
dosa. Ada 5 hal dalam karya keselamatan
Yesus :
1. Perlunya penebusan
a. Keadilan Allah
Kita
percaya kepada Yesus bukan karena kita pintar tapi karena Allahlah yang memberi
kita percaya. Jauh sebelum kita berbuat baik, memberi persembahan, menolong
orang, Allah sudah menentukan kita untuk percaya (Ia menyatakan diriNya
sehingga hati kita percaya). Saya dulu percaya saat menempuh kuliah di tingkat
pertama. Di situlah Ia menggenapkan apa yang Ia sudah rancangkan sebelum dunia dijadikan,”Aku memilih engkau
Hery Kwok” dan Ia buktikan itu waktu saya percaya dan menerima Yesus Kristus. Di
situ saya mengalami apa yang sudah Ia tentukan sebelum dunia dijadikan. Keselamatan
datangnya dari Tuhan. Tidak ada manusia yang bisa menolong dirinya supaya
selamat. Kebenaran inilah yang membuat orang percaya harusnya rendah hati,
bersyukur dan sangat menghargai keselamatan. Manusia butuh penebusan dan itu
dikerjakan oleh Kristus karena keadilan Allah yang membuat kita harus menerima
penebusan. Allah kita tidak pernah kompromi (mentoleransi) dengan dosa. Dosa
adalah dosa. Bagi Allah dosa itu memuakkan dan Dia tidak suka. Allah tidak
pernah mencabut ketetapanNya bahwa orang berdosa harus dihukum sehingga
keadilan Allah harus dijalani oleh Yesus Kristus, supaya kita tidak dihukum.
Keadilah Allah itulah yang membuat kita perlu ditebus. Jadi apa yang sudah Dia
tetapkan jauh sebelum dunia dijadikan karena keadilan Allah dalam diriNya. Kita
bersyukur Allah kita tidak plin-plan berbeda dengan manusia yang sedikit ragu sehingga
bisa membuat anak-anak terkena narkoba dll.
b. Kasih Allah.
Yoh 3:16 Karena begitu besar kasih Allah
akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya
setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang
kekal. Kasih Allah begitu besar. Kalau
dinyatakan dalam bilangan, digunakan kata ‘tak tertingga’. KasihNya yang begitu
besar yang mendorong hatiNya untuk melakukan penebusan.
2. Sifat Penebusan
a. Memberi kompensasi /kepuasan kepada
Allah
Kristus
melakukan keadilan dan kasih Allah supaya apa yang menjadi murka Allah
diperdamaikan. Kalau kita pukul orang akan terkena pidana (bisa di penjara).
Waku saya memukul orang, yang marah adalah yang dipukul karena ia tidak terima.
Agar ia tidak marah, maka yang memukul harus memberi sesuatu sebagai kompensasi.
Misalnya : 1 pipi dibayar Rp 1 milyar supaya ia tidak marah lagi. Allah marah
terhadap dosa. Supaya memuaskan hati Allah agar tidak marah lagi, maka Yesus mati
di kayu salib.
b. Menggantikan
Seharusnya
kita dipaku di kayu salib, tetapi Yesus menggantikan kita. Sekarang kita berada
dalam kehidupan tanpa dihukum. Kalau pergi di penjara, ada yang mengatakan
untuk membelanya supaya bisa keluar penjara. Papa saya dulu pernah di penjara
dan ia berkata,”Jangan sekali-sekali masuk penjara karena susah keluarnya.”
Satu hari saja di penjara sangat susah. Kalau divonis 1-2 tahun seperti di
neraka. Seharusnya kita ditaruh di sana karena kita layak untuk dihukum oleh
Allah tapi Dia gantikan kita.
3. Jangkauan penebusan : untuk umat yang
dipilihNya
Tidak semua
orang diselamatkan. Bisa percaya adalah anugerah (blessing). Kita tidak bisa mencari keselamatan sendiri. Orang Yahudi (Ahli Taurat dan Farisi) mencoba
mencarinya dengan caranya (berbuat segala sesuatu dengan kekuatan dirinya) tapi
tidak bisa. Maka menerimaNya dikatakan sebagai anugerah. Sehingga Rasul Paulus
menulis dalam surat ke jemaat Efesus 2:8-9, “Karena kasih karunia kamu
diselamatkan”. Jadi Allah memberikan kepada yang Dia mau yaitu kita dan orang-orang
yang ditentukan Allah untuk menerimanya dan belum kita tahu, sehingga kita
harus memberitakan Injil termasuk kepada orang-orang Tionghoa. Salah satu jangkauan
penebusan Kristus di kayu salib untuk orang-orang yang akan diselamatkan. Kita
sudah percaya, puji Tuhan. Namun lihat yang belum seperti orang tua, pembantu,
tetangga dll.
4. Kepastian Keselamatan
Keselamatan
tidak bisa hilang maksudnya Allah tidak pernah salah memilih. Kalau Ia salah
pilih maka Ia bukan Allah. Waktu Ia kasih hati percaya, maka itu Allah. Waktu
ia selamatkan kita, Ia akan terus proses kita.
5. Kehidupan orang yang diselamatkan
Orang yang
telah diselamatkan Allah, maka ia harus hidup sesuai dengan keselamatanNya.
Jadi jangan karena keselamatan tidak hilang, lalu berbuat dosa. Itu orang yang
tidak mengenal keselamatan. Orang yang diselamatkan tidak berbuat dosa lagi. Sifat
karya Allah mencakup dipelihara dalam kehidupan untuk diselamatkan sampai kita
mati serupa dengan Kristus. Hudson Taylor menangkap hal itu. Dalam sebuah buku yang
dibacanya, itu menggetarkan hatinya. Itu membuatnya meras apa yang ditanam
Allah dalam dirinya, Ia harus pergi ke Tiongkok dan tidak pernah membatalkan
dan meragukannya lagi.
Kesimpulan
Hati dari rasul –
rasul (murid-murid Kristus).
1. Kisah 10:34 Lalu mulailah Petrus berbicara, katanya: "Sesungguhnya aku telah
mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang. Rasul-rasul mengenal hati
Allah yang menginginkan jiwa-jiwa diselamatkan . Hati Petrus dan rasul lainnya
menangkap hati Allah . Hudson menangkap hati Allah. Itu sebabnya ia ingin
sekali datang ke Tiongkok. Kita harus malu karena Hudson bukan orang Tionghoa
melainkan orang Inggris tetapi hatinya di Tiongkok (menangkap hati Allah yang
ingin agar jiwa-jiwa diselamatkan).
2. Taat kepada Tugas/Amanat yang
ditugaskan kepada Rasul/Murid Kristus untuk menginjili kepada seluruh bangsa
(ayat 42 Dan Ia telah menugaskan kami
memberitakan kepada seluruh bangsa dan bersaksi, bahwa Dialah yang ditentukan
Allah menjadi Hakim atas orang-orang hidup dan orang-orang mati.).
Setelah menangkap hati Allah, para
rasul taat melakukan tugas Amanat Agung (juga Hudson Taylor). Ayat 42 tidak
dapat kita jalani kalau kita tidak menangkap ayat 34 (hati Allah). Kalau tidak
, biar 4 tahun bicara untuk menginjili orang-orang sesuku dulu yaitu orang
Tionghoa, orang yang belum melakukan tugasnya. Melihat sejarah pendiriannya
oleh Alm. Pdt. Andrew Gih yang datang dari Tiongkok agar GKKK menginjili untuk
semua orang di Indonesia. Ia ingin menyatakan cinta kasih Allah supaya Allah
menyelamatkan etnis Tionghoa. Sewaktu rapat sinode diingatkan apa yang hendak
dikatakan pendahulu. Silahkan , nanti saya susah dengan bangsa lain. Lihat saja
ke orang-orang Tionghoa. Jangan katakan, “Saya tidak bicara” soal skill dan cara bisa dipejari. Kalau hati
Allah tidak ada di hati kita, maka kita tidak pernah bereaksi. Pulang gereja
langsung pulang, tidak pernah menyampaikan berita Injil. Kita harus malu dengan
Hudson Taylor dan keluarganya. Hati nya luar biasa. Untuk orang Batak ada yang namanya
Nommensen dari Jerman. Dulu sebelum Nomensen datang, dikatakan orang Batak
makan orang. Orang ini bukan dari Indonesia tapi datang ke Indonesia. Maka ada
gereja Pasundan, gereja Jawa, gereja Tionghoa, gereja Nias dll.
3. Hati yang mempunyai belas kasihan.
Hati yang mau menceritakan karya
keselamatan kepada manusia berdosa (orang-orang Tionghoa yang belum mengenal
Allah). Uutuk itu perlu dilakukan juga dalam pembesukan. Namun kegiatan ini
akan menjadi arisan kalau kumpul saja kalau tidak ada penginjilan. Biasaya saat
arisan, pesertanya suka ribut. Gereja yang ribut adalah gereja arisan. Gereja seharusnya
menginjili sehingga tidak ribut yang ada hanya berikan Injil. Hati kita menangkap
hati Allah. Rasul-rasul dan Hudson tangkap hati Allah. Saat hati kita menangkap
hati Allah, maka kita tidak akan diam untuk cerita karya keselamatan kepada
orang-orang yang kita kenal (yang paling dekat dari etnis Tionghoa). Kiranya
kita menjadi jemaat yang bukan untuk diri sendiri. Memperhatikan keluarga
penting, tapi kalau fokusnya hanya keluarga, maka kita menjadi ego-sentris.
Seperti kalau menyayangi, jangan sampai hanya menyayangi dan memperhatikan
keluarga saja karena itu egosentris. Kalau egosentris, Allah yang berhadapan
dengan kita. Dia tidak ingin orang tebusanNya punya hati ego-sentris. Dia ubah
kita supaya serupa dengan gambar AnakNya. Karena AnakNya sudah membuktikan
kasihNya yang luar biasa untuk mengasihi jiwa-jiwa. Kiranya ibadah imlek
menolong kita kembali lagi kepada panggilan yang tidak pernah ditarik Allah
yaitu kabarkan berita baik. Ada orang yang butuh. Jangan sampai ada yang
berkata (seperti di kitab Yehezkiel), “Aku bertemu di jalanan (di suatu tempat)
tapi ia tidak menceritakan tentang Injil saat bertemu.” Itu celaka.
No comments:
Post a Comment