Ev. Susan Maqdalena
1 Petrus 1:18-19
18 Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah
ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu
bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas,
19 melainkan dengan darah yang
mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda
dan tak bercacat.
Filipi 2:2-4
2 karena itu sempurnakanlah
sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu
jiwa, satu tujuan,
3 dengan tidak mencari kepentingan
sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati
yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri;
4 dan janganlah tiap-tiap orang
hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.
Ulangan 23:1-8
1 "Orang yang hancur buah
pelirnya atau yang terpotong kemaluannya, janganlah masuk jemaah TUHAN.
2 Seorang anak haram janganlah masuk
jemaah TUHAN, bahkan keturunannya yang kesepuluhpun tidak boleh masuk jemaah
TUHAN.
3 Seorang Amon atau seorang Moab
janganlah masuk jemaah TUHAN, bahkan keturunannya yang kesepuluhpun tidak boleh
masuk jemaah TUHAN sampai selama-lamanya,
4 karena mereka tidak menyongsong
kamu dengan roti dan air pada waktu perjalananmu keluar dari Mesir, dan karena
mereka mengupah Bileam bin Beor dari Petor di Aram-Mesopotamia melawan engkau,
supaya dikutukinya engkau.
5 Tetapi TUHAN, Allahmu, tidak mau
mendengarkan Bileam dan TUHAN, Allahmu, telah mengubah kutuk itu menjadi berkat
bagimu, karena TUHAN, Allahmu, mengasihi engkau.
6 Selama engkau hidup, janganlah
engkau mengikhtiarkan kesejahteraan dan kebahagiaan mereka sampai
selama-lamanya.
7 Janganlah engkau menganggap keji
orang Edom, sebab dia saudaramu. Janganlah engkau menganggap keji orang Mesir,
sebab engkaupun dahulu adalah orang asing di negerinya.
8 Anak-anak yang lahir bagi mereka
dalam keturunan yang ketiga, boleh masuk jemaah TUHAN."
Pendahuluan
Sejauh mana kita mampu menghidupi ibadah sebagai
sebuah panggilan yang berharga dari Allah yang kudus? Bila kita mampu memahami,
melihat, mengalami, mengakuinya maka kita akan mengenal kasih Kristus. Karena melalui
pengorbanan Yesus di kayu saliblah ,Allah melayakkan kita. Seandainya kita
masih hidup seperti pada zaman Perjanjian Lama di mana Allah memberikan
syarat-syarat untuk masuk menjadi jemaat Tuhan untuk membedakan bangsa Israel
dari bangsa lainnya, sehingga Israel harus hidup dalam keadaan yang sangat
sulit. "Orang yang hancur buah
pelirnya atau yang terpotong kemaluannya, janganlah masuk jemaah TUHAN. Seorang
anak haram janganlah masuk jemaah TUHAN, bahkan keturunannya yang kesepuluhpun
tidak boleh masuk jemaah TUHAN. Seorang Amon atau seorang Moab janganlah masuk
jemaah TUHAN, bahkan keturunannya yang kesepuluhpun tidak boleh masuk jemaah
TUHAN sampai selama-lamanya, karena mereka tidak menyongsong kamu dengan roti
dan air pada waktu perjalananmu keluar dari Mesir, dan karena mereka mengupah
Bileam bin Beor dari Petor di Aram-Mesopotamia melawan engkau, supaya
dikutukinya engkau. (Ulangan 23:1-4). Kalau hukum ini secara harafiah
(tulisan) kata demi kata (termasuk koma dan titik) masih berlaku maka pada hari
ini mungkin tidak ada jemaat GKKK Mabes yang masuk. Tidak ada yang berani mengatakan
bahwa saya layak masuk ke jemaah Tuhan. Sangat mungkin sekali gereja ini akan
kosong karena kita termasuk di antara ayat-ayat yang ditulis dalam Ulangan 23. Orang seperti
yang diutarakan dalam Ulangan 23 itu tidak boleh masuk ke dalam jemaah Tuhan
dan beribadah kepadaNya. Kalau ditarik dalam lingkup yang luas maka tidak ada yang bisa masuk beribadah di
gereja. Namun kita bersyukur seberapa besar dosa kita, kita masih boleh
beribadah. Setiap minggu dalam votum disampaikan bahwa sesungguhnya ibadah
ini terjadi karena Allah yang memanggil.
Kalau bukan karena Allah yang memindahkan kita dari gelap ke dalam terang maka kita
tidak bisa datang ke rumah ibadah.
Mengapa Beribadah = Panggilan Berharga dari Allah yang Kudus?
1.
Allah bersedia ditemui umatNya.
Ibadah menunjukkan Allah yang kudus, pencipta, secara kualitatif berbeda
jauh dari kita, tidak ada titik temu dengan ciptaanNya, tetapi Allah bersedia
diajak bicara, ditemui, melihat penyembahan kita, sekalipun penyembahan kita
tidak sempurna. Allah bersedia ditemui, dijangkau, bersedia mendengar dan
didekati. Yesaya 55:6 Carilah TUHAN
selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat! Ada
saatnya tidak ada lagi kesempatan untuk berjumpa dengannya.
Suatu kali ada seorang ayah membuatkan
mainan perahu layar untuk anaknya. Sang Anak kemudian bermain dengan perahu
tersebut. Saat bermain, tiba-tiba perahu tersebut terbawa arus sungai. Karena sosoknya
masih kecil maka ia tidak bisa mengejar perahu tersebut. Perahu buatan ayahnya sangat
bagus baik bahannya maupun warnanya sehingga ia sangat menyenanginya. Akhirnya
perahu tersebut hanyut dan hilang. Sang anak merasa sedih sekali. Seminggu
kemudian sewaktu berjalan di pasar bersama ayahnya, ia melihat perahu tersebut
dipajang di sebuah toko. Sambil menunjuk ke mainan perahu ia berkata, “Ayah itu
perahu saya!”. Kemudian ia melanjutkan, “Ayo kita mengambilnya! Itu kan ayah yang buat.”
Namun ayahnya menjawab,”Perahumu sudah hilang dan ditemui oleh orang lain.
Perahu itu sudah menjadi milik orang lain.” Lalu mereka pun pergi ke toko itu
dan tawar-menawar dengan si pemilik toko. Pemilik toko akhirnya menetapkan
suatu harga dan ayahnya pun membayarnya sehingga sang anak pun bisa mendapatkan
kembali perahunya. Memang ilustrasi ini tidak bisa sepenuhnya menggambarkan doktrin
penebusan.
Manusia merupakan milikNya karena diciptaNya
namun suatu kali manusia memberontak dan terhilang. Tetapi Allah menebusnya
kembali, bukan dengan uang. 1 Petrus
1:18-19 Sebab kamu tahu, bahwa kamu
telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek
moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah
Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.
Allah menebus
dengan harga yang sangat luar biasa, yaitu diriNya sendiri menjadi manusia.
Sehingga panggilan untuk beribadah adalah panggilan yang berharga. Pribadi
Allah sendiri yang menciptakan , menebus dan memanggil maka tidak ada harga
yang lebih tinggi dari harga diri Allah itu sendiri. Ketika mendengar kalimat
“pergi ke gereja” dan “lakukan itu untuk Tuhan” itu bukan kalimat yang omong
kosong tanpa dasar, tetapi sesungguhnya Allah yang bertindak. Kalau kita mampu
memahami hal ini, maka kita akan menghargai setiap panggilan Allah dalam hidup
kita. Panggilan itu ibadah dalam konteks yang sangat besar dari waktu kita buka
mata sampai dipanggil kedua kalinya maka hidup ini adalah ibadah. Identitas dan
hidup kita telah ditebus dan lunas dibayar. Status kita adalah orang tebusan.
Kita adalah anak Allah, umat Allah , utusan Allah dan penyembah Allah. Itulah
sebabnya kita adalah pelaku dalam ibadah. Dalam hidup sehari-hari kita pelaku (dalam
konteks sempit). Kita bukan penonton atau penikmat ibadah tetapi pelaku ibadah.
Penikmat atau penonton ibadah berbeda sekali dengan pelaku ibadah. Pelaku ibadah
bersifat aktif sedangkan penikmat ibadah
bersifat pasif. Penonton hanya melihat dan setelah itu tidak punya tanggung
jawab lagi. Sebagai pelaku maka dalam hidup setiap hari memberi respon. Orang
yang tahu berterima kasih pasti berespon yang baik dan sebaliknya.
Dikisahkan ada dua orang anak muda yang main judi dan kalah. Karena tidak
mampu langsung membayar hutang dari orang yang meminjamkannya, maka kedua
pemuda ini dimasukkan ke dalam penjara. Tetapi tidak sampai 2 jam kemudian,
salah satu ayah dari anak yang berjudi sudah membayar lunas uang jaminan karena
ia orang kaya. Tetapi ibu dari anak muda yang satu lagi hanyalah seorang ibu yang
bekerja sebagai buruh cuci baju dari rumah ke rumah. Untuk mengumpulkan uang
sebesar Rp 50 juta untuk menebus hutang anaknya, sang ibu tidak tahu sampai
kapan harus bekerja. Ternyata 5 tahun kemudian, dari hasil kerjanya selama ini
dan dengan meminjam dari tetangga, akhirnya sang Ibu bisa mengumpulkan uang
sejumlah Rp 50 juta sehingga ia bisa menebus dan mengeluarkan anaknya dari
penjara. Kemudian seminggu setelah keluar dari penjara, anak ini bertemu
temannya yang bersama-sama masuk sel penjara dan telah bebas lebih dahulu.
Rupanya anak orang kaya tersebut tetap berjudi setelah keluar dari penjara. Dia
tahu tempat yang mana yang bagus untuk berjudi dan kembali mengajak temannya
yang baru keluar dari penjara ini. Namun Si Pemuda Miskin berkata, “5 tahun
ibuku membanting tulang untuk mengeluarkan saya. Seumur hidup saya tidak akan
pernah berjudi lagi!” Hal ini dikatakannya karena ia tahu berterima kasih ke
orang tuanya. Orang yang tahu berterima kasih akan apa yang telah diperbuat Kristus
dalam hidupnya memiliki respon yang berbeda. Respon kita selama ini kualitasnya
seberapa? Itu urusan pribadi kita dengan Tuhan, walaupun bisa terlihat dalam
hidup dan buah sehari-hari.
Seekor singa yang sedang enak-enak tidur tiba-tiba terbangun. Ia merasa marah karena ada yang gatal di lehernya.
Karena marah ia menangkap apa saja yang melintas di depannya termasuk seekor tikus.
Sang tikus pun berkata,”Ampun Raja! Jangan bunuh saya, Raja.” Sang Raja
menegurnya, “Mengapa kamu membuat leher saya jadi gatal?” Sang tikus berkata, “Maaf
Raja, saya pikir itu tumpukan jerami untuk menutupi lubang di sarang saya.” Namun
Singa berkata,”Tidak bisa, saya mau membunuhmu.” Dia berkata, “Jangan raja.
Jangan makan saya. Bebaskan saya maka di kemudian hari saya akan menolong raja.”
Suatu kali ada seorang pemburu yang membuat perangkap untuk menangkap singa dan
ternyata singa ini masuk perangkap itu sehingga ia mengaum-ngaum ingin
membebaskan diri. Tikus mendengar auman singa dan mencarinya. Akhirnya ia
melihat Singa sedang terperangkap. Ia berkata, “Tenang raja. Aku akan
membebaskanmu.” Ia pun menggigiti tali
yang menjerat Singa. Tepat saat pemburu datang, singa sudah terbebas dan masuk
hutan. Fabel ini ingin mengajarkan bahwa tikus saja bisa membalas budi , masa
manusia tidak bisa melakukannya? Sebenarnya dengan cara apapun kita tidak bisa
membalas dan melunasi hutang kita, tetapi respon kita yang terus diperbarui dan
makin berkualitas , hubungan intim dengan Tuhan yang semakin baik adalah respon
yang disukai Allah. Tikus saja bisa membalas budi, mengapa manusia tidak bisa melakukannya?
Yang lebih parah lagi adalah kalau kita tidak punya niat untuk berespon
terhadap apa yang Allah telah perbuat.
2.
Ibadah adalah panggilan Allah agar umatNya
bisa hidup “saling”
Filipi
2:2-3 karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati
sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari
kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan
rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya
sendiri; Pada Filipi 2 Rasul Paulus menasehati untuk hidup
saling mengasihi, menasehati, menguatkan satu dengan lain. Hidup “saling” berarti
bukan hidup untuk diri sendiri dan tidak peduli. Untuk melakukan hidup “saling”
itu tidak mudah karena perlu satu kekuatan yang mendorong dari dalam diri kita.
Kita harus betul-betul punya niat dan tekad untuk hidup seperti itu. Hidup
saling ini bisa dibangun kalau dilatih, diinginkan dan sedikit demi sedikit
dilakukan, tanpa menunggu siapa yang melakukan terlebih dahulu.
Dalam salah satu bukunya Pdt Dr Andar
Ismail, S.Th (penulis buku seri “Selamat”) menulis budaya furusato di Jepang. Furusato adalah budaya saling seperti saling
tenggang rasa, respek, bekerja keras, disiplin, berjiwa amal, bersama-sama
dalam komunitas dll. Zaman dahulu saat Jepang masih menjadi masyarakat
agararis, budaya Furusato membuat mereka memelihara hubungan dengan kuat
sekali. Kalau ada panen, mereka kerjakan bersama-sama. Kalau ada yang pindah
mereka kerjakan bersama-sama. Semua dikerjakan bersama-sama. Kalau ada yang
senior (petani yang lebih tua) datang ke sawah saat matahari sudah tinggi (pk
9) sementara yang junior sedang mencangkul sawah, demi menjaga tenggang rasa
dan hormat, maka yang muda akan mengatakan ke yang tua, “Waduh hari masih pagi
sekali Bapak sudah datang” walaupun sebenarnya
hari sudah siang. Apakah petani yang tua tidak tahu bahwa hari sudah siang?
Tahu, tetapi pernyataan itu disampaikan demi menjaga hubungan harmonis di
masyarakat mereka. Itu menjaga budaya mereka. Kalau orang sekarang mungkin mengatakannya
sebagai munafik (kalau telat ya katakan telat, kalau datang pagi ya katakan pagi).
Budaya furusato itu ternyata bukan hanya dilakukan di masayarakat agraris,
tetapi waktu Jepang berubah menjadi negara maju (masyarakat agraris tinggal 12%),
mereka menerapkan furusato di perusahaan-perusahaan mereka. Antara karyawan senior
dan junior saling menghormati. Komitmen
dan loyalitas betul-betul dijaga. Kerja keras dan lembur atas prakarsa
sendiri (tidak dipaksa, dibangun sendiri). Mereka pekerja keras dan membuat
Jepang bisa maju. Di Indonesia, kalau diminta lembur, karyawan akan bertanya
berapa uang lemburnya sehingga kita sendiri tidak bisa menikmati kemajuan.
Tetapi para pemimpin perusahaan Jepang membalasnya dengan memberikan hasil yang
optimal. Mereka tidak mencuri dan membayar dengan pantas pegawai yang bekerja
keras. Maka karyawan Jepang merasa malu kalau harus berpindah-pindah pekerjaan.
Mereka punya idealisme untuk bekerja di perusahaan dengan membangun loyalitas.
Dalam hidup berkomunitas , orang Kristen Jepang
juga menerapkan budaya ini dalam gereja, khususnya di gereja yang ada di
pinggiran kota. Umumnya gereja di Jepang, gedungnya kecil. Biasanya paling
banyak memuat 200 kursi untuk 200 orang. Mereka tidak pakai alat yang canggih.
Lalu setelah ibadah, mereka menyapu gedung gereja dan menyikat toilet. Karena
mereka punya budaya seperti itu. Sedangkan di Jakarta, apa relevansinya? Kita
tidak punya budaya yang sedemikian. Ibadah adalah panggilan Allah untuk saling
kenal. Jangan sampai sudah 20 tahun di gereja, namun nama-nama jemaat yang lain
tidak tahu. Seharusnya antar jemaat saling kenal dan tahu namanya. Itu baru hal
kecil belum lagi tahu hobi, pekerjaannya dll walau tidak perlu tahu sampai
terlalu rinci karena akan dianggap kepo. Kalau kita “saling” , baru kita
berdampak untuk orang-orang di sekitar kita. Kita bisa berdampak kalau kita
peduli. Jangan bubar ibadah langsung hilang dan cuek satu dengan lain.
Komunitas ini dibuat oleh Allah sangat berharga untuk mendewasakan kita. Di
dalam ibadah di gereja sangat berharga komunitas (kita tidak bisa kita hidup
sendiri). Kita tidak tahu kelemahan kita tanpa disampaikan oleh orang lain. Untuk
mengenal talenta kita perlu orang lain melihatnya.
3.
Ibadah berharga oleh karena Allah yang
kudus mengijinkan kita untuk berjumpa di tempat yang ditetapkan yaitu gereja.
Gereja adalah tempat khusus yang Allah tunjuk walau bukan berarti Allah
tidak bisa memakai tempat dan sarana yang lain. Namun gereja adalah tempat yang
ditunjuk Allah yang kudus untuk menyatakan diri secara khusus. Kalau melihat
ketetapan Allah dalam kitab Ulangan 23:1-8 kita bisa pesimis bila kita tidak
melihat bahwa Allah yang kudus dipermainkan oleh umat yang tidak kudus. Jadi
bukan tanpa sebab (ada latar belakang dan tujuannya). Kekudusan Allah tidak
bisa dipermainkan. Maka dengan detil Allah mengatakan, “Kamu yang begini atau
begitu tidak boleh jadi jemaah Tuhan”. Contoh : yang hancur buah pelirnya atau terpotong
kemaluan tidak bisa masuk dalam jemaah Tuhan karena pada masa itu ada ritual
yang sedemikian untuk umat laki dan ada perempuan yang melacur, maka Allah merasa
tidak senang. Saat itu ada campuran
(sinkretis) di mana orang mengikut Tuhan tapi masih melakukan hal yang tidak
disukai Tuhan. Maka jangan mengotori diri dengan hal yang lain. Karena hidup
pribadi dengan Tuhan tidak bisa (boleh) mendua hati. Pada ayat 2-6 Allah berbicara
tentang bayi haram, namun tidak serta merta Allah tidak sayang dengan anak yang
dilahirkan dalam kondisi apapun melainkan agar kita jangan hidup seenaknya,
jangan mengambil keputusan sembarangan yang akan membuat menyesal. Contoh : keturunan
Lot terjadi dari hasil hubungan antara Lot dengan anak-anaknya sendiri. Allah
marah seakan-akan Allah tidak sanggup memberikan Lot keturuan. Anak-anaknya menghalalkan
segala cara untuk mencapai tujuan mereka. Itu yang Allah sangat marah kepada
mereka, sehingga Allah mengatakan, “Jangan anggap rendah keturuan Esau, yang
selalu ingin konfrontasi keturunan Yakub. Belajarlah untuk mengampuni karena
pernah diperbudak di Mesir.” Di tengah kota Jakarta, di mana dunia kehilangan
kasih, hal ini tidak mudah dilakukan.
Penutup
Beribadah
mencakup orang-orang, aktivitas, konsentrasi (fokus), persiapan dan segala
sesuatunya. Sehingga ketika bicara tentang hidup beribadah, jangan menggeser
nilai ibadah menjadi sesuatu yang rendah. Misal : gedung gereja bahkan lebih
jelek daripada gedung pertunjukkan. Datang ke gereja dilakukan dengan lebih
jelek daripada datang ke bioskop. Datang ke gereja , beribadah ke pada Tuhan
bahkan lebih jelek daripada datang ke catatan sipil, rumah duka, kantor administrasi
lainnya. Ketika datang ke gedung konser yang ingin mempertontonkan seni yang
indah , kita tahu dress code apa yang
digunakan, minimal pakaian semi formal, minimal
tidak terlambat , karena kalau telat merasa rugi (sudah bayar tiket).
Yang ingin dikatakan, gereja umatnya harus aktif bukan seperti orang yang
datang ke gedung pertunjukkan. Kalau di gedung konser orang datang untuk
melihat pertunjukkan tetapi di gereja bukan seperti itu. Kita harus aktif dalam
ibadah. Kita bukan lagi datang untuk melihat pemusiknya Gereja bukan gedung
konser. Kalau konser dilihat dulu siapa yang memberi pertunjukkan, siapa yang menjadi
singer-nya. Kalau penyanyinya cantik
mau datang, sedangkan kalau jelek tidak mau datang. Bila begitu, akan menjadi apa
gereja ini? Itu hanya contoh saja. Mari kita memeriksa hati kita sendiri. Jangan
malah terjadi kebalikannya di mana di gedung pertunjukkan acara dilakukan
dengan sangat profesional, sedangkan di gereja ibadah diadakan secara tidak
profesional (asal-asalan). Kalau di gedung bioskop orang mencari penghiburan
tetapi di gereja kita belajar menjadi penghibur buat yang lain. Di gedung bioskop
kita mencari sesuatu yang membuat kita menjadi sebagaimana kita mau, di gereja
kita bagaimana terhadap yang lain? Kantor catatan sipil, rumah duka, kantor
catatan administrasi dll, hanya didatangi saat ada kepentingan. Tetapi bila di gereja
orang hanya datang untuk kepentingan sesaat lalu sesudahnya tidak datang lagi,
itu menjadi lain cerita. Kita di jakarta dan tinggal dekat gereja, tetapi kalau
datang hanya saat mau saja, bagaimana kita menikmati apa yang Allah berikan? Yang membangun gereja ini adalah
kita.
No comments:
Post a Comment