Pdt.
Hery Guo
Matius
19:3-6
3
Maka datanglah orang-orang Farisi kepada-Nya untuk mencobai Dia. Mereka
bertanya: "Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan
apa saja?"
4 Jawab Yesus: "Tidakkah kamu baca, bahwa
Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan
perempuan?
5 Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan
meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya
itu menjadi satu daging.
6 Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan
satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan
manusia."
Pendahuluan
Rumah Tangga merupakan bagian penting dari hidup
kita. Tidak mungkin orang berada di luar suatu rumah tangga. Sehingga penting
sekali untuk kita mempelajari dan terus bertumbuh dalam pengenalan tentang keluarga.
Maka tidak heran diadakan begitu banyak seminar dan pertemuan yang mencoba
mengupas seluk-beluk tentang kehidupan rumah tangga. Karena penting maka banyak
seminar yang diadakan oleh institusi baik sekuler maupun gerejawi agar setiap
orang menyadari pentingnya keluarga. Berikut adalah data yang dikutip dari Kementerian
Agama RI tahun 2014 :
Tahun Menikah Cerai
2010 2.207.364 285.184
(13%)
2011 2.319.821 258.119
(11%)
2012 2.291.265 372.577
(16%)
2013 2.218.130 324.527
(15%)
Kegagalan
rumah tangga akan menghasilkan perceraian. Dari data di atas terlihat bahwa
jumlah angka perceraian cenderung meningkat dari tahun ke tahun yakni dari 10%
pada tahun 2009 menjadi 15% pada tahun 2013. Perceraian terjadi walaupun
pelakunya mengetahui perceraian akan menimbulkan luka pada orang yang
mengalaminya termasuk anak-anaknya. Sehingga ada anak yang sulit mengalami
pertumbuhan karakter. Ada yang sangat beringas, sulit diatur, tidak mau
didisiplinkan karena mereka mengalami trauma dalam kehidupan mereka, ada yang
tertutup, pendiam, menyendiri dan tidak mau bertemu orang lain karena malu
keluarganya hancur! Orang tua tahu bahwa perceraian berdampak membawa
kehancuran tetapi tetap bercerai. Perceraian bukan saja terjadi pada pasangan
non-kristen tetapi juga terjadi di lingkungan orang-orang Kristen. Dulu sewaktu
menjadi pengacara , saya diminta bantuan oleh seorang pendeta yang ingin
bercerai. Ini sangat memusingkan karena
yang bercerai adalah seorang hamba Tuhan! Kalau diperhatikan orang Kristen yang bercerai termasuk dalam data
di atas. Pernikahan yang sudah memasuki usia
5, 10 tahun atau bahkan anak-anaknya sudah besar pun juga bercerai. Perjalanan rumah
tangga hancur di tengah jalan karena kegagalan yang terjadi dalam hidup mereka.
Sehingga anak remaja sampai usia lanjut perlu memikirkan problem rumah tangga
karena bila remaja, pemuda atau orang dewasa ada dalam kesulitan maka keutuhan
rumah tangga bisa hancur!
Alasan-alasan
yang sering dikemukakan saat ingin bercerai
1. Sudah tidak cocok.
Padahal waktu mau menikah sudah ditanyakan,”Benar mau menikah dengan dia?”
Dijawab ,”Benar! Karena cocok sekali. Punya hobi yang sama. Sama-sama suka
makan, nonton dan masih banyak lagi”. Walau beda kepercayaan, dikatakan tidak
masalah, yang penting cocok! Perkataan saat pacaran semuanya terasa cocok.
Walau suku berbeda tidak dipedulikan. Mau Tionghoa dengan Menado atau Jawa
dengan Batak , semuanya cocok saja, malah dikatakan untuk memperbaiki
keturunan. Tidak ada unsur yang membuat tidak cocok. Ini sangat menarik karena saat
orang berpacaran paling susah dinasehati. Bahkan ada yang bilang kotoran
binatang pun rasanya jadi seperti rasa coklat
saat orang dikuasai cinta. Namun setelah memasuki pernikahan, saat bulan
madu, madunya hilang. Lalu mulai menelusuri pergumulan keluarga, memasuki tahun
yang sulit dan akhirnya banyak yang mengambil keputusan berpisah dengan alasan sudah
tidak cocok. Buat saya alasan ini tidak tepat. Maka bila ada jemaat yang datang
ingin bercerai dengan alasan tidak cocok, saya suruh pulang. Ada beberapa orang
yang sudah punya anak yang mau menikah mengajukan perceraian dengan alasan
tidak cocok. Kalau tidak cocok mengapa bisa mendapat 2 anak dan sekarang mau
menikahkan anak? Ini alasan yang dominan tapi tidak benar!
2. Sulit bersatu
karena sama-sama keras. Padahal waktu pacaran, ia sudah tahu watak pasangannya
yang keras. Alasannya, sewaktu pacaran masih coba bertahan agar bisa mendapatkannya.
Pokoknya bila sedikit ngambek, nantinya diharapkan akan bisa diatur dalam pernikahan (rumah tangga).
Karakter orang bisa berubah tapi karakter tidak bisa berubah dalam waktu 1
hari, 1 minggu atau pun 1 bulan, karena karakter terus mengalami perubahan seumur
hidup. Dibanding shi-mu, sepertinya saya lembut dan shi-mu keras. Padahal saya juga
bisa sangat keras. Saat sama-sama keras maka perlu berubah. Seperti saat sidang
perceraian di pengadilan, hakim mencoba mengadakan rekonsiliasi terlebih dahulu
namun hakim biasanya menemukan kesulitan karena keduanya sama-sama keras!
3. Jika tetap berumah tangga
demi status saja. Sudah tidak ada lagi cinta, kasih, keindahan dalam rumah
tangga.karena mungkin alasan orang tua tidak setuju dan tidak enak dipandang
orang lain. Jadi salah satu pihak berkata, “Masa kita yang pelopori perceraian?
Lebih baik bertahan saja!. Kamu tidur di sana, saya tidur di sini.” Ini adalah neraka di bumi dengan harapan
setelah meninggal akan menikmati surga.
Inti pernikahan Kristen
.
1. Allah menciptakan pernikahan agar 2 pribadi an bebeda
yaitu pria dan wnaita menjadi satu.
Matius
19:1-3 Setelah Yesus selesai dengan pengajaran-Nya itu, berangkatlah Ia dari
Galilea dan tiba di daerah Yudea yang di seberang sungai Yordan. Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia
dan Iapun menyembuhkan mereka di sana.
Maka datanglah orang-orang Farisi kepada-Nya untuk mencobai Dia. Mereka
bertanya: "Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan
apa saja?" Perikop ini dimulai dengan suasana yng indah di mana orang-orang yang datang bersukacita karena Tuhan
Yesus memberikan kepada mereka jalan keluar akan pergumulan mereka baik itu
berupa penyakit fisik atau pun susah hati. Lalu datang orang Farisi yang ingin mencobai
Tuhan Yesus dengan pertanyaan yang menjebak "Apakah
diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja? Ini perkataan
yang digunakan banyak orang (dari alasan tidak cocok atau apa saja) karena yang penting
bisa bercerai. Ini ungkapan orang Farisi yang dipakai oleh orang-orang di dunia.
Ini adalah musuh yang paling mengerikan dalam kehidupan berumah tangga. Apa
saja bisa dijadikan alasan untuk bercerai seperti tidak punya anak, masalah keuangan,
mertua yang mengganggu , pihak ketiga dan alasan lainnya.
Saat ditanya orang
Farisi, Tuhan Yesus tidak menjawab, bisa atau tidak. Matius 19:4-5 Jawab Yesus: "Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang
menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan
meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya
itu menjadi satu daging. Allah menciptakan pernikahan agar pribadi yang
berbeda (pria-wanita) menjadi satu. Sekarang berkembang pernikahan sejenis
(LGBT yang diberi simbol dengan warna pelangi). Pernikahan Kristen adalah dua
pribadi dan dua jenis kelamin yang berbeda (karakteristiknya berbeda).
Pengalaman dan apa yang didapat juga berbeda. Perbedaan itu menjadi bagian yang
Allah satukan. Itu pernikahan Kristen. Sehingga tidak ada tidak cocok, karena
dari awal sudah diketahui tidak cocok. Dalam konseling pernikahan, diminta
kepada pasangan yang akan menikah untuk menulis alasan ingin menikah. Agar
setelah menikah jangan mengeluh tentang pasangannya. Jadi kalau mau putus, sebelum
janur kuning dipasang (sebelum menikah) agar tidak memalukan keluarga dan nama Tuhan.
2. Arti satu lebih menekakan kesatuan di mana
terjadi kesatuan dari aspek-asepk yang ada antara laki-laki dan wanita : aspek
iman, emosi, intelek, keuangan dll.
Dia menciptakan
pernikahan untuk menyatukan, tapi bukan berarti pribadi 2 orang melebur dan
masing-masing tidak punya pribadi. Itu merupakan kesatuan dimana aspek
pria-wanita mengalami proses sehingga bisa saling menerima.
Waktu menikah 2
karakter, 2 jenis kelamin, masuk dalam aspek untuk bertumbuh di antaranya :
a. Aspek iman.
Bila sebelum
menikah, istri belum mengenal Tuhan, lalu bertobat maka imannya tidak harus
membuatnya memisahkan pasangannya. Jadi dalam kasus ini , apakah istri boleh
bercerai dengan suami yang tidak seiman? Jangan! Karena imanmu ada dan
bertumbuh sehingga iman membawa pasanganmu yang belum percaya. 1 Kor 7:13-14 Dan kalau ada seorang isteri
bersuamikan seorang yang tidak beriman dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama
dengan dia, janganlah ia menceraikan laki-laki itu. Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan
oleh isterinya dan isteri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya.
Andaikata tidak demikian, niscaya anak-anakmu adalah anak cemar, tetapi
sekarang mereka adalah anak-anak kudus. Allah membawa proses dalam aspek
iman. Ini perkara penting. Namun bila sudah percaya saat akan mencari pasangan,
janganlah mencari yang tidak seiman. (2
Kor 6:14 Janganlah kamu merupakan
pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab
persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah
terang dapat bersatu dengan gelap?)
b. Aspek emosi
Kolose 3:18-21
Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di
dalam Tuhan. Hai suami-suami, kasihilah
isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia. Hai anak-anak, taatilah orang tuamu dalam
segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan. Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu,
supaya jangan tawar hatinya.
Aspek emosi harus
menjadi satu kesatuan, suami-istri, orang tua-anak harus saling merendahkan
diri. Waktu anak tidak mau masuk dalam aspek emosi, maka tidak akan bersatu.
Di sebuah sekolah
Kristen ada siswa yang membenci orang tuanya dan sudah berkata bahwa ia tidak
akan datang walau orang tuanya nanti meninggal. Seharusnya anak menghormati orang
tua. Orang tua memberi anak hati yang penuh sejahtera (jangan menyakiti hati
anaknya). Orang tua jangan berkata, “Kamu anak bodoh!” Anak seringkali dilukai
dari perkatanan dan tindakan yang di luar kendali sehingga timbul dendam.
Pengampunan
Ada
banyak aspek dalam rumah tangga. Yang harus diwaspadai, jangan sampai hilangnya
pengampunan dalam rumah tangga. Yang dimaksud dengan pengampunan :
1. Menerima orang yang
bersalah apa adanya : tidak lagi mempermasalahkan kesalahannya.
Yang harus
diwaspadai, hilangnya pengampunan dalam rumah tangga sebagai salah satu aspek
yang menyatukan 2 pribadi yang berbeda. Pengampunan tidak boleh berkurang dalam
rumah tangga kita.
Lukas 7:37-38 Di kota itu ada seorang perempuan yang
terkenal sebagai seorang berdosa. Ketika perempuan itu mendengar, bahwa Yesus
sedang makan di rumah orang Farisi itu, datanglah ia membawa sebuah buli-buli
pualam berisi minyak wangi. Sambil
menangis ia pergi berdiri di belakang Yesus dekat kaki-Nya, lalu membasahi
kaki-Nya itu dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya, kemudian ia
mencium kaki-Nya dan meminyakinya dengan minyak wangi itu.
Lukas 7:44-48 Dan sambil berpaling kepada perempuan
itu, Ia berkata kepada Simon: "Engkau lihat perempuan ini? Aku masuk ke
rumahmu, namun engkau tidak memberikan Aku air untuk membasuh kaki-Ku, tetapi
dia membasahi kaki-Ku dengan air mata dan menyekanya dengan rambutnya. Engkau tidak mencium Aku, tetapi sejak Aku
masuk ia tiada henti-hentinya mencium kaki-Ku.
Engkau tidak meminyaki kepala-Ku dengan minyak, tetapi dia meminyaki
kaki-Ku dengan minyak wangi. Sebab itu
Aku berkata kepadamu: Dosanya yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah
banyak berbuat kasih. Tetapi orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia
berbuat kasih." Lalu Ia berkata
kepada perempuan itu: "Dosamu telah diampuni."
Tuhan Yesus memberi
pengampunan dengan baik sekali. Pengampunan berarti menerima orang yang
bersalah tanpa mempermasalahkan kesalahannya. Namun hal ini bukan berarti
membenarkan kesalahannya. Orang berzina jangan dikucilkan sampai kolaps (tidak
bisa bangkit kembali). Istri yang bersalah dengan menghamburkan harta suaminya
jangan sampai terus dipojokkan , anak yang gagal jangan dipojokkan sampai tidak
bisa mengangkat kepalanya. Kita tidak mempermasalahkan , tapi mendengar dan
mencoba memahaminya walau hal itu menimbulkan rasa sakit dalam diri kita. Hati
Allah juga sangat sakit waktu kita berbuat dosa. Anak yang menyontek juga
membuat hati Allah sakit. Saat anak muda terlibat dalam seks bebas, itu juga
melukai hati Tuhan. Pasangan yang menyeleweng pun melukai hati Tuhan. Namun Allah
masih mau menerima kita. Pengampunan membutuhkan kerendahan hati antara satu
pihak dengan pihak lainnya. Membutuhkan kerelaan untuk melihat orang yang kita
sayangi mengalami kegagalan.
2. Mengampuni orang
yang bersalah dan memberi pintu kesempatan untuk berubah dari kegagalannya.
Ada siswa yang
pusing mendengar omelan orang tuanya karena anaknya tersebut gagal (tidak naik
kelas) sehingga akhirnya sang anak membeli head-set
untuk menutup telinganya agar tidak mendengar omelan tersebut. Kalau anak
gagal berarti orang tua juga gagal. Dengan pengampunan berarti sewaktu gagal,
anak tersebut akan mengalami rekonsiliasi dalam rumah tangga. Papa saya tidak
punya kemampuan mendidik yang baik sehingga kalau marah ia akan memakai gesper untuk
menghukum walaupun hatinya sebenarnya baik. Kalau sebagai anak tidak mengampuni dengan cara yang benar, maka
kita tidak punya pintu masuk lagi ke orang tua kita. Yang penting adalah proses
agar kegagalan rumah tangga mengecil.
3. Membangun kembali
relasi yang rusak sehingga terjadi pemulihan dalam hubungan (agar kita
benar-benar tidak gagal dalam rumah tangga).
Iblis senang bila
rumah tangga hancur. Kehancuran harmoni rumah tangga berdampak pada kehancuran iman (akan
mengalami kesulitan).
Bila
ada masalah dalam rumah tangga, mari kembali ke Kitab Suci.
No comments:
Post a Comment