Pdt.
Suryawan Edi
Kis
2:41-47
41 Orang-orang yang menerima perkataannya itu
memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga
ribu jiwa.
42 Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul
dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan
berdoa.
43 Maka ketakutanlah mereka semua, sedang
rasul-rasul itu mengadakan banyak mujizat dan tanda.
44 Dan semua orang yang telah menjadi percaya
tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama,
45 dan selalu ada dari mereka yang menjual harta
miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan
masing-masing.
46 Dengan bertekun dan dengan sehati mereka
berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah
masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan
tulus hati,
47 sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua
orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang
diselamatkan.
Pendahuluan
Ketika berbicara tentang gereja, kita seringkali terjebak dengan menganggap gereja sekedar gedung
geraja saja. Sekitar seminggu lalu , saya baru kembali dari Israel dan di sana
saya sempat melihat banyak gereja yang bagus-bagus. Pemandu kami mengatakan,”Ini
dulu tempat kelahiran Yesus Kristus di Betlehem (Luk 2 : 1 – 6) dan kemudian didirikan Gereja Nativity”, “Ini dulu synagoge rumah
Imam Agung Kayafas, tempat dimana Yesus diadili dan dipenjara dan kemudian
didirikan Gereja St.Peter Gallicantu (Mat 26 : 57 – 67)”, “Ini dulu tempat di mana
Yesus terangkat ke surga dan kemudian didirikan Chapel of Ascension ( Kis 1 : 6
– 11)”, “Ini dulu tempat Yesus mengajarkan Doa Bapa Kami (Luk 11 : 2 – 4) dan
kemudian didirikan Pater Noster Church”; “Ini dulu tempat Yesus dimakamkan (Yoh
19 : 16 – 27) dan kemudian didirikan Gereja Makam Kudus”, “Ini Gereja Warta
Suka Cita atau Church of Announciation ( Luk 1 : 26-38) yang dulunya tempat
Maria mendapat kabar suka cita tentang kelahiran Yesus Kristus” , “Ini Gereja
Kana ( Yoh 2 : 1 – 11 ) dulunya merupakan tempat Yesus mengadakan mukjijat pertama kali
dengan mengubah air menjadi anggur” dan lain-lain. Hampir semua tempat zaman
Yesus Kristus yang ada di Alkitab dijadikan gereja. Di sana begitu banyak
gereja tetapi orang Israel yang memandu tidak mau percaya Yesus. Mengapa? Kalau
semua gereja itu hilang atau hancur apakah orang Israel di sana sedih? Mungkin
sedih karena tidak ada lagi pemasukan uang karena biasanya seluruh orang di dunia
datang untuk melihat tempat itu dengan menghabiskan uang mereka di sana. Jadi seharusnya para pemandu dan orang Israel
harus percaya Yesus kalau ditinjau dari untung yang mereka terima.
Di Indonesia juga terdapat banyak gereja ,baik yang
ada di ruko atau di gedung yang begitu besar. Suatu kali saya berdiri di depan
gereja yang saya gembalakan dan bertanya, “Kalau suatu kali gereja ini
tiba-tiba hilang, apakah penduduk di sekitar sini akan menangis dengan sedih atau tidak?” Dengan kata lain apakah ada pengaruh
bagi penduduk di sana bila gereja hilang? Seharusnya gereja menjadi kepanjangan
tangan Tuhan. Jadi yang penting bukan gedung gereja yang megah atau gereja yang
isinya ribuan jemaat. Tapi yang terpenting dengan hadirnya gereja di dunia, apakah
lingkungan di sekitarnya melihat bahwa Tuhan itu ada dan Tuhan mengasihi mereka
juga.
Beberapa
prinsip Alkitab agar gereja menjadi perpanjangan tangan Tuhan
1. Dekat dengan Tuhan (rindu beribadah dan bersekutu)
Kis 2:41 Orang-orang
yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah
mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa Rasul Petrus berkhotbah dan
orang-orang yang mendengarnya tersentuh hatinya sehingga ada 3.000 orang yang
dibaptis. Saat ini seorang pendeta yang membaptis 30 orang saja badannya sudah
pegal. Saat itu murid Tuhan Yesus ada 12 orang sehingga bila semuanya membaptis
maka setiap murid membaptis 250 orang. Saat ini pendeta mana yang sekali berkhotbah
membuat banyak orang bertobat? Di Perjanjian Lama ada nabi Yunus yang disuruh Tuhan
berkhotbah di kota Niniwe. Nabi Yunus tidak rela bangsa Niniwe bertobat karena menganggap
mereka jahat. Tetapi akhirnya dia pergi ke sana, karena kalau ia tidak berkhotbah
maka bangsa Niniwe akan binasa. Saat ia berkhotbah ada 120.000 orang (1 kota) bertobat!
Kisah ini lebih hebat dari kisah di Perjanjian Baru. Kunci pertobatan
bukan manusianya yang hebat tapi Roh Kudus
yang hebat yang memakai Yunus yang ogah-ogahan untuk memberitakan Injil. Demikian
juga dengan Rasul Petrus yang sebelumnya pernah menyangkal Yesus Kristus. Jadi
kalau mau dipakai Tuhan, titik pertama harus mengakui bahwa kita (gereja) tidak
ada apa-apanya, tetapi Tuhan yang pimpin sehingga menjadi berkat. Walau banyak
orang pintar , tapi Roh Kudus yang memimpin dan menjadi berkat.
Kis 2:42 Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan
dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan
berdoa. Bertekun artinya konsentrasi (fokus). Orang yang mula-mula bertobat,
rindu sekali mendengar firman Tuhan dan rindu sekali berkumpul dan memecahkan
roti. Johanes (John) Calvin (1509-1564,teolog dan seorang pemimpin gerakan
reformasi gereja di Swiss) mengatakan istilah “memecahkan roti” pada ayat 42
artinya perjamuan kudus dan perjamuan kudus dilakukan sesuai dengan ajaran
Tuhan Yesus untuk mengingat bagaimana “Yesus mencintai engkau”. Jadi prinsip pertama,
harus rindu bersekutu dan dekat dengan Tuhan sendiri, rindu mendengar firman
Tuhan, melakukan persekutuan dan perjamuan kudus. Saat kita dekat dengan Tuhan,
kita merasakan Tuhan memeluk dan menyatukan kita. Indah sekali rasanya.
Kis 2:43 Maka ketakutanlah mereka semua, sedang rasul-rasul
itu mengadakan banyak mujizat dan tanda. Takut di sini tidak diterjemahkan dalam
konteks sebagai akibat melihat sesuatu yang mengerikan sehingga semua bergetar,
namun takut karena kagum, takhluk, merasa tidak ada apa-apanya dan terpesona. Mendengar lagu Hallelujah oleh George
Frederick Handel (1685-1759), hati kita menjadi terharu dan tergerak luar biasa,
bahkan ada yang merasa bulu kuduknya merinding karena Allah begitu luar biasa
ditinggikan! Itu makna dari ketakutan di sini. Alkitab menuliskannya dengan begitu
baik. Maka ketakutanlah mereka semua,
sedang rasul-rasul itu mengadakan banyak mujizat dan tanda. Ada 2 hal yang
berbeda tentang mujizat. Ada yang berpikir “bila ada mujijat maka baru gentar
dan takut pada Tuhan”, maka ada gereja yang memakai mujizat sebagai alat
promosi “datanglah ke gereja, ada kesembuhan ilahi” . Sedangkan gereja injili banyak
khotbah tapi sedikit mujizatnya. Ada gereja yang berpromosi “Di sini orang
miskin awalnya naik sepeda, berapa bulan kemudian naik motor lalu tahun depan
naik mobil”. Gereja mula-mula tidak seperti itu. Itu 2 hal yang berbeda. Mereka
takut dan kagum bukan karena melihat mujizat. Mujijzt memang terjadi, tetapi
sebelum terjadi mereka sudah kagum terlebih dahulu. Mereka melihat 3.000 orang
bisa bertobat padahal orang-orang yang bertobat itu mungkin dulunya adalah orang-orang
yang tidak benar, brengsek, malas, tidak sayang keluarga, tidak mau bayar utang,
pembohong dan lain-lain, lalu mengapa mereka bisa bertobat dan berubah? Mereka kemudian
rindu sekali bersekutu dan berada di bait Allah. Hal ini membuat orang banyak
tidak bisa berkata-kata dan kagum. Dulu ada yang sudah dinasehati dan ditegur begitu
lama tapi tidak berubah, tapi sejak Tuhan menyentuh hati mereka, mereka pun berubah!
Maka semua yang menyaksikannya takut, kagum dan hormat. Setelah itu baru
dikatakan, “sedang (bukan sebab ) rasul-rasul juga buat mujizat lain”.
Sung shi mu tadi memberi tantangan, “Cucu-cucunya pada kemana? Apakah
sudah bangun? Cucu saya di lantai 4 walau belum tahu apa-apa, tapi sudah bersekutu”.
Cucunya memang belum tahu apa-apa namun sedang bersekutu dengan gereja Tuhan
dan merasakan indahnya pelukan Tuhan di gereja ini. Semenjak kecil hidup dalam Tuhan
maka semakin besar hidupnya tidak jauh dari Tuhan. Ini tantangan dari prinsip
pertama, merasakan tangan Tuhan untuk kita bersekutu. Saya bersyukur dan merasa
terharu kalau melihat orang tua datang dan rajin beribadah. Di gereja kami, jemaat
usia indah yang datang beribadah mencapai 150 orang dan usianya 70-80 tahun. Mereka
datang dengan menyeret tubuh dan ada yang dipapah untuk mendengarkan firman
Tuhan. Ada juga yang sudah susah jalannya, dipapah naik namun ternyata tidak
bisa mendengar dan matanya kabur! Lalu untuk apa datang ke gereja padahal tidak
bisa mendengar, melihat dan berjalan? Setiap ada persekutuan dan ibadah tiap
minggu, ia datang. Dalam hati saya merasa terharu sekali. Alasannya ia datang
hanya satu yaitu “Saya hanya ingin bersekutu dengan saudara-saudara seiman”. BIla
orang yang tidak percaya mendengarnya, maka mereka akan bertanya, “Allah macam
apakah di rumah Tuhan sampai orang yang tidak mengerti dan begitu terbatas
tetap rindu dan mencariNya?” “Allahnya
dahsyat sekali sehingga orang yang susah, terbatas dan menderita sakit punya
niat yang kuat untuk mencari Tuhan!” Kita merasa hangat saat bersatu, bersekutu
dan mempunyai keluarga besar sehingga
orang-orang akan melihat dan merasakan Tuhan di GKKK Mangga Besar.
2. Suka berbagi.
Kis 2:44-45 Dan semua orang yang telah menjadi percaya
tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu
ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada
semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing.Gereja mula-mula mau dan rindu
membagi apa yang mereka punya (berbagi apa yang sudah didapat dari Tuhan). Salah
satu ciri orang yang lahir baru adalah suka memberi. Orang yang sudah bertobat
dan diperbarui Tuhan tidak pelit lagi tapi suka berbagi dan bukan orang yang suka
meminta-minta. Seperti pada Lukas 19:8
dikatakan “Tetapi Zakheus berdiri dan
berkata kepada Tuhan: "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada
orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan
kukembalikan empat kali lipat." Orang yang sudah lahir baru rindu
berbagi. Kita tidak perlu bicara besar, mau berbagi apa dengan orang lain. Mari
cermati dari hal yang kecil. Ada orang yang saat belanja membeli sayur-sayuran
(baik di depan rumah dan di pasar) sukanya tawar-menawar dengan begitu pintar. Ia
mentawar terus sampai penjualnya merasa kalah dan berkata, “ya sudah ambillah”.
Lalu dengan bangga dia membawa sayurnya pulang. Padahal beda harganya hanya Rp
500 tapi menawarnya hampir 30 menit! Jumlah yang tidak berarti dibanding ketika
kita masuk WC umum dan membayar Rp 2.000 untuk sekali buang air. Hal ini
menandakan hati yang tidak berbagi dengan orang lain. Padahal tukang sayurnya dari subuh sudah bangun
tidur lalu mengumpulkan sayur, kepanasan di siang hari hingga baunya tidak
karuan di sore hari dan orang terkadang masih mau menawar gila-gilaan. Kenapa
tidak sebaliknya bertanya, “Pa ini sayur satu ikat berapa?” Saat dijawab Rp
10.000 agar bisa membuat orang itu senang pembeli berkata “Rp 12.000 boleh
tidak?” Membuat orang menjadi senang itu berkat. Mengapa kita tidak bisa
berbagi dengan orang? Padahal di gereja sering memberi persembahan tapi untuk
lingkungan apakah mereka tahu bahwa kita orang yang suka berbagi atau tidak.
Jadi suatu kali bila orang di gereja hilang karena diangkat Tuhan, apakah tukang
sayur tidak peduli dan berkata, “Syukurin!” Kalau orangnya pelit, tidak ada
yang sedih dan menangis saat dia tiada. Mari kita beraksi sebelum FPI datang
baru kita bagi-bagi sembako, karena itu berarti sudah telat. Gereja mula-mula
tidak begitu. Gereja mula-mula suka berbagi dan memberi. Sehingga semua orang
senang.
3. Bergaul dengan masyarakat dan menjadi berkat
Kis 2:46 Dengan bertekun dan dengan sehati mereka
berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah
masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan
tulus hati. Bagian 1 dari ayat 46 dikatakan “mereka berkumpul di dalam bait Allah”,
sedangkan pada bagian 2 dikatakan “mereka pulang ke rumah masing-masing memecahkan
roti”. Memecahkan roti pada ayat 46b
dengan ayat 42 berbeda. John Calvin mengatakan bahwa memecahkan roti pada ayat
42 merupakan perjamuan kudus karena dilakukan di rumah Tuhan. Sedangkan pada ayat
46b bukan perjamuan kudus tapi perjamuan kasih dan persekutuan di rumah
masing-masing. Hal ini berarti kalau kita mau menjadi perpanjangan tangan Tuhan
maka kita tidak hanya merasa sukacita di gereja saja, tetapi kita juga pulang
ke rumah masing-masing dengan membawa suka-cita dan bersekutu dalam keluarga
kita. Jadi ada keseimbangan di dalam dan di luar gereja. Ini yang seringkali orang
Kristen tidak memperhatikannya. Ada yang sibuk sekali melayani di gereja
sehingga keluarga di rumah ditelantarkan dan tetangga dilupakan. Seorang
majelis gereja mengatakan “Papa saya sudah berusia 78 tahun dan sampai hari ini
tidak mau percaya Tuhan Yesus karena ia merasa ragu. Ia melihat anak-anaknya semenjak
kecil, remaja, pemuda dan dewasa rajin ke gereja sampai tidak ada waktu untuk
papa dan mamanya. Jadi mereka merasa gereja telah merebut anak-anaknya. Ia merasa
gereja tidak memperhatikan kesejahteraan dan kebahagiaan keluarganya. Saat keluarga
mau berkumpul tidak bisa karena ada rapat dan pelayanan di gereja. Sampai papanya bertanya, ‘kamu anak gereja
atau anak saya?’ Ingat bahwa kamu masih punya orang tua!”. Gereja sering
terjebak dengan kesibukan yang tidak jelas. Gereja sepertinya tidak bisa
melihat kalender merah kosong. Begitu ada tanggal merah lalu dibuat berbagai acara
dan dibagi antara komisi anak, remaja, pemuda dan dewasa. Bahkan pendeta di
gereja tidak punya waktu untuk keluarga hingga istri sang pendeta berbicara, “Saya
senang kalau suami saya berkhotbah dan saya duduk dengan tenang. Tapi saya
tidak senang kalau ia turun dari mimbar selesai khotbah. Karena kalau ia sedang
khotbah berarti ia sedang bicara dengan saya, ada waktu untuk bicara dengan
saya dan jemaat. Tapi begitu pulang ke rumah sulit bicara karena tidak ada
waktu.” Suatu kali ada 2 orang anak pendeta yang sudah dewasa datang ke gereja dan
sengaja masuk lewat pintu depan dengan berpakaian rapi. Lalu mereka berkata
dengan sopan, “Permisi. Boleh kami bertemu dengan pendeta?” Oleh pekerja gereja
dijawab,”Kamu kan anaknya mengapa harus permisi?’ Akhirnya mereka diantar ke
ruang pendeta. Mereka tidak langsung masuk namun mengetuk pintu terlebih dahulu.
Begitu masuk, keduanya berkata, “Pak Pendeta kami berdua mau konseling karena
papa kami tidak punya waktu di rumah. Kalau kami mau mengajaknya berbicara
tidak bisa karena papa kami sangat sibuk. Sehingga kami harus memakai status
sebagai jemaat baru bisa untuk bicara dengan papa.” Mendengar itu, papanya
menangis. Kita seringkali terlalu sibuk dengan segala urusan pelayanan di
gereja dan tidak menyeimbangkan antara kepentingan keluarga, pekerjaan dan
gereja. Sehingga orang-orang di sekitarnya tidak merasa Tuhan itu baik dan mau
menolong mereka. Mereka merasa tangan Tuhan hanya melingkari pagar gereja dan sampai
di sana saja. TanganNya tidak menjangkau rumah, keluarga dan masyarakat. Padahal
pada ayat 47 dikatakan “sambil memuji Allah. Dan mereka disukai
semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang
diselamatkan” Itulah gereja mula-mula.
Penutup
Jemaat gereja mula-mula disukai semua orang. Jemaatnya diberkati dan tiap hari ditambahkan
jumlahnya karena mereka bersekutu begitu dekat dengan Tuhan dan mereka punya
semangat berbagi dengan orang lain. Mereka keluar dan bergaul dengan masyarakat
dan menjadi berkat dan semua orang di sekelilingnya suka dengan mereka sehingga
Tuhan memberkati dan menambah jumlahnya. Tuhan kita paling tahu tentang kita.
Tuhan paling tahu gerejaNya. Tuhan paling tahu gereja mana yang paling siap
dititipi domba-dombaNya. Kalau kita berdoa, “Tuhan tolong tambahkan jiwa untuk
mengisi banyak bangku yang kosong.” Doa seperti ini tidak salah, tetapi pertanyaan
balik dari Tuhan,”Apa kamu sudah siap kalau Aku tambahkan jemaat?” Tuhan sayang
sekali dengan domba-dombaNya. Ia tidak mau domba yang dititipinya kemudian
disakiti, diacuhkan dan mendapat masalah-masalah. Jadi kita harus berdoa dan menyiapkan diri
dengan baik. Bila kita jadi gereja yang menjadi perpanjangan tangan Tuhan, maka gereja akan dibangunkan luar biasa.
Kiranya Tuhan memakai GKKK Mabes.