Ev. Fuk Sen
Yeremia 1:4-8,Ester 3:1-6
Pendahuluan
Kita semua pasti tidak suka kalau
ada yang mengatakan kepada kita, “Kamu orangnya sombong ya!” Mendengar kalimat itu,
kita akan menunjukkan reaksi tidak suka dan hati kita menjadi panas. Karena
sombong (arogan) identik dengan sikap yang negatif. Sebaliknya kita lebih suka
kalau ada yang berkata, “Kamu orangnya rendah hati ya.” Maka hati kita akan
berbunga-bunga mendengarnya. Kita bukan hanya tidak suka disebut orang sombong,
tapi kita seringkali tidak menyadari bahwa sebenarnya kita memang orang
sombong.
Sombong, Penyebab dan Bahayanya
Sombong (arogan) adalah sikap yang memandang rendah,
atau mengecilkan usaha, pemikiran atau apa saja yang dicapai orang lain,
kemudian timbul kecenderungan untuk membandingkan usaha orang lain dengan sisi
keberhasilan yang telah dicapainya, tetapi menutupi kekurangan diri sendiri.
Haman tidak sadar bahwa ia
sombong. Bukan hanya Haman, tidak ada manusia yang menyadari bahwa ia orang
yang sombong. Itulah bahaya orang yang sombong. Kalau seseorang bersikap sombong,
berarti ada sesuatu yang membuatnya begitu. Tidak mungkin orang menjadi sombong
tanpa ada alasannya. Orang menjadi sombong karena punya kelebihan dibanding
orang lain. Misalnya : ia punya uang yang lebih banyak, lebih pintar, lebih berkuasa
, lebih tampan / cantik dari orang lain
dan lain-lain. Untuk bisa sombong harus punya sesuatu yang membuat seseorang begitu.
Pada Ester
3:1-2a dikatakan Sesudah peristiwa-peristiwa ini maka Haman
bin Hamedata, orang Agag, dikaruniailah kebesaran oleh raja Ahasyweros, dan
pangkatnya dinaikkan serta kedudukannya ditetapkan di atas semua pembesar yang
ada di hadapan baginda. Dan semua pegawai raja yang di pintu gerbang istana
raja berlutut dan sujud kepada Haman, sebab demikianlah diperintahkan raja
tentang dia, Haman menjadi sombong karena diangkat menjadi pejabat di atas pembesar
lainnya oleh raja. Raja menetapkan bahwa semua pegawai raja yang ada di pintu
gerbang istana raja harus sujud kepadanya. Sebelum diangkat jadi pejabat seperti itu, ia tidak
menuntut orang lain untuk bersikap hormat kepadanya. Tetapi begitu diangkat, muncullah
sikap sombong apalagi ia diangkat melebihi pejabat lainnya, sehingga ketika ia
berjalan, pegawai pintu gerbang harus bersujud menyembahnya. Tapi ada satu
orang yang tidak mau berlutut kepadanya yaitu Mordekhai (Ester 3:2b tetapi Mordekhai
tidak berlutut dan tidak sujud).
Karena
kesombongannya, Haman tidak mau ada pegawai lain di kerajaan yang lebih tinggi
daripadanya. Bila ada , ia merasa disaingi oleh orang tersebut. Semua dosa (kejahatan)
lainnya biasanya menyatukan para pelakunya. Misalnya tukang gosip akan bergabung dengan penggosip
lainnya. Orang yang mabuk akan berkumpul dengan pemabuk, orang berjudi
berkumpul dengan penjudi dan lain-lain. Dalam bahasa C. S. Lewis,
“Kejahatan-kejahatan lainnya terkadang bisa mempersatukan orang: Anda mungkin
menemukan persekutuan dan senda gurau dan persahabatan yang erat di tengah
orang-orang yang mabuk dan tidak suci.” Namun demikian kesombongan adalah dosa
yang amat berbeda. Kesombongan selalu berarti perseteruan (kesombongan adalah
perseteruan), bukan hanya perseteruan antara manusia dengan manusia, tetapi
perseteruan dengan Allah. Dosa-dosa yang lain masih bisa mempersatukan
orang-orang, tetapi kesombongan selalu berarti perseteruan, pertikaian, dan
konflik yang tidak dengan orang lain. Oleh karena itu, jika ada suatu konflik
tak berkesudahan, baik itu di dalam persahabatan, pernikahan, pekerjaan, C. S.
Lewis menebak, pasti ada orang yang sombong di dalamnya, sehingga begitu
sulitnya hal itu diselesaikan. Tentu saja semakin sulit lagi, jika pihak yang sombong
selalu berpikir bahwa pihak lawanlah yang sombong. Ini benar-benar lingkaran
setan! Tidak ada yang bisa menyelesaikan masalah seperti ini kecuali Tuhan. Orang sombong tidak pernah berkumpul dengan
orang sombong lainnya karena punya sikap bersaing dengan orang lainnya . Itu
yang terjadi pada Haman yang ingin dirinya lebih dari orang lain. Ia ingin di
kerajaan semua orang harus sujud kepadanya. Ketika ia berjumpa dengan orang
yang tidak bersujud kepadanya, maka ia tidak suka dengan orang tersebut.
Orang sombong karena ketampanan,
kehebatan, kekayaan atau apa yang dipunya. Begitu ada orang lain yang sombong,
maka ia tidak suka. Begitu melihatnya, maka ia tidak akan suka. Suatu kali
Haman melihat Mordekhai tidak menyembah dia padahal semua orang lainnya sujud. Haman
yang sombong ketika melihat Mordekhai tidak menghormati seperti yang diinginkannya
(berlutut dan bersujud kepadanya), maka ia menganggap Mordekhai sombong dan ia
tidak suka hal itu.
Ada seorang penyanyi yang bisa
menyanyi dengan begitu merdu. Sehingga setelah ia menyanyi, banyak orang yang
bertepuk tangan. Lalu tampil penyanyi
lain yang menyanyi dengan luar biasa, begitu merdu dan tenang sehingga penonton
berdiri dan bertepuk tangan. Penyanyi yang pertama melihat penyanyi kedua yang melebihinya sehingga ia tidak
menyukainya. Kita sebetulnya terjepit oleh sikap sombong hanya kita tidak
menyadari kesombongan kita. Itu yang terjadi pada Haman yang tidak menyadari
kesombongannya. Demikian juga dengan
jemaat di gereja. Jika kita datang ke
gereja lalu suatu kali ada yang tidak menyapa maka kita menganggapnya sombong
dan tidak suka kepadanya. Apa bedanya? Mordekhai tidak menyembah kepada Haman.
Haman melihatnya sebagai orang sombong dan setelah menilai begitu sesungguhnya
ia sendiri orang yang sombong yang menuntut orang lain untuk hormat kepadanya.
CS Lewis (seorang profesor
Cambridge yang menulis buku Mere
Christianity dan banyak novel seperti The
Chronicles of Narnia) mengatakan bahwa “Semakin sombong seseorang semakin
ia membenci kesombongan dalam diri orang lain.” Orang sombong melihat orang
lain sombong dan tidak menyukai kesombongan orang lain. Orang Singapore punya kia-su (dialek Hokian artinya takut kalah
atau kehilangan). Kiasu bisa diaplikasikan dalam berbagai aspek kehidupan :
takut kalah dalam persaingan, pertandingan atau peperangan. Misal : kita merasa diri kita hebat. Lalu ada
lagi yang lebih hebat. Kita menganggap yang lebih hebat itu kecil dan tidak ada
apa-apanya. Buat apa kita menjadi begitu tinggi di atas orang lain sehingga akhirnya
jatuh? Kesombongan kepada Allah adalah kehancuran. Haman yang sombong akhirnya
mati di tiang gantungan.
Selanjutnya C. S. Lewis berkata,
“Kesombongan pada hakikatnya bersifat kompetitif – naturnya itu sendiri
bersifat kompetitif – sementara kejahatan-kejahatan lainnya, bisa dikatakan
hanya berkompetisi secara kebetulan.” Ia menjelaskan, “Kesombongan tidak merasa
senang karena memiliki sesuatu, tetapi hanya jika ia memiliki sesuatu yang
melebihi apa yang dimiliki oleh orang di sebelahnya.” Kesombongan selalu
membuat orang kompetitif terhadap orang lain. Kesombongan hadir dalam konteks
perbandingan dengan orang lain dan bukan kesendirian.
Di samping itu ada juga sombong
rohani. Hal ini seringkali dialami oleh orang-orang yang merasa telah melayani
Tuhan. Ciri-ciri orang yang sombong rohani, antara lain : suka menghakimi, suka
mencela orang lain, dan dia merasa bahwa hanya dirinyalah yang paling tahu dan
paling pintar. Dalam Matius 7:21-22
Tuhan Yesus mengatakan : "Bukan
setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! Akan masuk kedalam Kerajaan
Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. Pada hari
terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami
bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak
mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada
mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu
semua pembuat kejahatan!" dan "Sekalipun
engkau terbang tinggi seperti burung rajawali, bahkan, sekalipun sarangmu
ditempatkan di antara bintang-bintang, dari sanapun Aku akan menurunkan engkau,
--demikianlah firman TUHAN." (Obaja
4)
Minder
Seorang minder karena menganggap
diri lebih rendah dari orang lain. Yeremia adalah orang seperti itu. Tuhan
menjadikannya seorang nabi. Ketika ia dipanggil menjadi nabi, ia berkata, "Ah, Tuhan ALLAH! Sesungguhnya aku
tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda." (Yer 1:6). Yeremia
mendengar panggilan Allah dan berkata “Jangan! Aku masih muda dan tidak pandai
bicara.” Begitu rendah diri (minder) dan ia merasa tidak bisa apa-apa. Tuhan tidak menginginkan orang begitu tinggi
dibandingkan orang lain. Dan Tuhan tidak menginginkan orang merasa begitu
rendah dibanding orang lain, Tuhan ingin orang menjadi seimbang dengan orang
lain.
“Dibalik kerendahan dan
kekecilanmu, engkau yang kupilih. Saya mau memakai kamu dan akan menyertai
engkau.”, begitu kata Allah. Orang tidak sadar akan prinsip ini. Kita seharusnya merasa luar biasanya Tuhan
yang memakai kita dan mnyertai kita. Orang sombong seperti Haman berakhir di
tiang gantungan, yang minder ditegur TUhan. Yeremia
1:7-8 Tetapi TUHAN berfirman kepadaku:
"Janganlah katakan: Aku ini masih muda, tetapi kepada siapapun engkau Kuutus,
haruslah engkau pergi, dan apapun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah
kausampaikan. Janganlah takut kepada
mereka, sebab Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau, demikianlah firman
TUHAN."
Penutup
Tuhan bisa mengubah orang yang
sombong dan minder. Mintalah kepada
Tuhan, “Tuhan ini aku orang yang sombong atau minder, ubah aku.” Maka Tuhan
bisa memulihkan. Maukah? Gereja tidak membutuhkan orang yang sombong. Keberhasilan, karir yang menanjak, studi yang
berhasil atau harta kekayaan kita adalah anugerah Tuhan saja. Tidak seharusnya
kita membanggakan diri dan menjadi angkuh. "Kecongkakan
mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan." (Amsal
16:18). Jika bukan Tuhan tak mungkin kita dapat mempertahankan keadaan
kita. Yang kita miliki hari ini belum tentu esok masih ada. Tanpa Tuhan
kekayaan dan kejayaan dengan sekejap dapat lenyap. "Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat,
supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya." 1 Petrus 5:6
Gereja juga tidak menginginkan
jemaatnya menjadi minder. Gereja ingin jemaat Tuhan yang sehat rohani. Lihatlah
pelayanan yang dipercayakan kepada kita. Apa kita mau menjadi seperti Yeremia? Padahal
walau masih muda, tapi Tuhan menyertainya. Dengan kemampuan kita, bila Tuhan
tidak menyertai kita maka tidak ada gunanya!