Pdt. Hery Kwok
Filipi 1:22 Tetapi jika aku harus hidup
di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. Jadi mana yang harus
kupilih, aku tidak tahu.
Pendahuluan
Suatu
kali saya mencari obeng kecil di toko perlengkapan modern Ace Hardware. Obeng
tersebut saya perlukan untuk memperbaiki baut kacamata saya yang sudah kendur
(longgar) karena sering dipakai dan dilepaskan. Sayangnya, saya tidak menemukan
alat itu. Obeng yang dibutuhkan khusus karena berukuran kecil. Di toko itu ada obeng
tapi ukurannya lebih besar dari yang saya perlukan. Karena tidak ada pilihan,
saya bermaksud mengambil obeng tersebut. Namun penjaga tokonya berkata, “Kalau
membutuhkan obeng kecil, jangan membeli obeng yang lebih besar, karena bila
obeng yang kebesaran (tidak cocok) dipakai maka baut kacamata akan rusak.
Kata-kata si penjaga toko tersebut membuat saya terkesima. Kalau spesifikasinya
tidak cocok (ukuran obeng bukan untuk baut yang kecil) akan mengakibatkan baut
menjadi rusak. Rasul Paulus ingin menyampaikan ke pembaca umumnya dan jemaat Filipi
bagaimana menjalani hidup di dunia dan apakah kita hidup sesuai tujuan yang
Allah tentukan. Ibarat obeng, bila ukurannya tidak tepat akan merusak bautnya.
Pembuat spidol saat menciptakannya ditujukan untuk dipakai oleh dosen atau
pemakainya untuk menulis di white board. Tapi ketika digunakan untuk menulis di
dinding maka fungsinya menjadi tidak sesuai dan merusak. Ada hal yang membuat
kita menjalani hidup ini tidak sesuai tujuan. Mungkin kita hidup tetapi kita
tidah tahu mengapa kita hidup dan kemana (arah) hidup kita.
Hidup yang Memuliakan Allah
Pada
Filipi 1:22 , Rasul Paulus mengatakan bahwa ia tahu untuk apa ia harus hidup
(ia tahu apa yang harus ia lakukan), sehingga ia mengatakan “jika aku harus hidup di dunia ini, itu
berarti bagiku bekerja memberi buah”. Dalam buku Katekismus Kecil Westminster
(ditulis pada 1640-an oleh para pemimpin gereja di Inggris dan Skotlandia)
terdapat pertanyaan yang paling terkenal (terutama di kalangan Presbyterian) “Apakah
tujuan akhir manusia?” Jawaban atas pertanyaan ini : tujuan akhir manusia
adalah memuliakan Allah dan menikmati Dia untuk selama-lamanya. Tujuan ini
tidak boleh bergeser! Tujuan kita memuliakan Allah selama hidup dan setelah
dipanggil pulang kita menikmati Allah selama-lamanya. Rasul Paulus
menununjukkan bagaimana cara memuliakan Allah. Sebelum berjumpa dengan Kristus,
Saulus (Rasul Paulus) adalah seorang
Farisi yang sangat luar biasa gigih dalam melakukan Taurat. Secara manusiawi, Rasul
Paulus adalah seorang yang melakukan ajaran agamanya dengan baik. Ia melakukan
hukum Taurat dan 10 Perintah Allah dengan mutlak, bagimana sabat harus
dilakukan, mengasihi Allah dari hukum pertama sampai keempat, memberikan perpuluhan,
berdoa dll. Tetapi yang dilakukan Saulus adalah sesuatu yang dilakukan
berdasarkan suatu tujuan untuk menyenangkan hati dan pemikirannya sendiri sehingga
ia merasa hidupnya sebelum berjumpa Kristus adalah hidup yang tidak berarti.
Sewaktu membaca firman Tuhan tentang kehidupan Rasul Paulus, ternyata ia bukanlah
orang duniawi dan ia berusaha melakukan hukum agamawinya. Ia melakukannya
dengan ketat dan rinci. Tetapi apa yang dilakukannya berorientasi pada diri
sendiri. Itulah manusia berdosa yang tidak mungkin memuliakan Allah walaupun
perbuatan secara moral dan etika baik tetapi semuanya berfokus ke aku dan aku
ditinggikan. Sehingga Allah mengoreksinya saat menyampaikan kotbah di buktit, “jangan
kamu seperti ornag Farisi yang sepertinya mencari Allah tetapi bukan”. Karena
orang Farisi merasa “harusnya aku ditinggikan dan dikatakan sebagai rohaniawan
yang saleh”. Mengerikan sekali apa yang dilakukan sebelum manusia mengenal
Tuhan. Tetapi sewaktu Allah memberikan anugerah tanpa syarat , lalu Saulus berjumpa
dengan Allah dan terjadi suatu perubahan dalam diri Saulus. Perubahan yang
sifatnya dikerjakan oleh Allah dan tidak bisa dikerjakan oleh manusia.
Perubahan ini disebut sebagai perubahan revolusioner. Yang dilakukan dari orang
yang berdosa yang tidak mengenal Allah menjadi mengenal dan melakukan kehendak
Allah supaya Allah ditinggikan. Perubahan ini terjadi dalam diri Rasul Paulus
waktu ia menulis Filipi 1: 21 Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah
keuntungan. Kristus membuat nya
mengerti arti dan tujuan hidupnya (Aku tahu bagaimana Tuhan menempatkan aku
supaya memberitaku Injil supaya banyak orang bertobat dan mengenal Allah).
Inilah tujuan hidup yang kita tahu saat kita menjumpai Kristus secara pribadi.
Ini yang membuka Rasul Paulus tahu mengapa Allah menghadirkan kita di dunia ini
dan di lingkungan kita.
Sewaktu
sekolah mengadakan retreat kemarin saya diminta oleh panitianya untuk
menyampaikan khotbah dengan tema “To be Salt
and Light” (menjadi garam dan terang). Panitia berkata tentang tujuannya agar
para siswa memiliki hidup yang berdampak dan berarti karena kondisi para siswa
yang belum mengerti arti hidup mereka. Mereka seringkali diperlakukan dengan
tidak baik. Banyak siswa yang disiksa (di-‘bully’)
dan disakiti oleh teman-temannya sehingga mereka merasa hidupnya hambar. Waktu
mendengar hal tersebut, saya menggumuli
apa yang akan saya sampaikan. Kemudian saat khotbah, saya menjelaskan bagaimana
Allah telah mengasihi, menebus, menempatkan kita dan memberi dampak bagi orang
lain. Saat altar-call saya bertanya,
“Siapa yang mau dipulihkan dan dipergunakan Tuhan?” Ada 2 orang gadis yang menangis
dengan keras. Saya bingung melihatnya dan bertanya-tanya dalam hati mengapa
mereka menangis. Kemudian saya menunggu mereka di ruang makan. Saat bertemu, kedua
siswi SMA itu kemudian menyampaikan bahwa mereka merasa hidupnya tidak berarti.
Setiap hari mereka menjalani hidup secara rutin saja. Bangun tidur, sekolah,
pulang sekolah, belajar, tidur lalu bangun tidur lagi dan terus berulang. Mereka
berdua mengalami pelecehan dalam banyak hal. Sewaktu mendengar Allah mengasihi
dan membuat arti dan tujuan hidup, barulah hati mereka dibukakan, sehingga mereka
menangis. Mereka merasa selama ini hidup
mereka sia-sia. Pada Filipi 1:21-22 dikatakan bahwa karena hidup adalah Kristus maka saat aku
hidup di dunia, maka aku harus memberi buah. Setiap ciptaan Allah mempunyai
tujuan yang khusus dalam hidup. Allah mengubah kita dari orang berdosa menjadi dibenarkan
supaya Allah dipermuliakan dan hal itu
dimungkinkan dalam Kristus. Jadi apa yang kita lakukan bertujuan untuk
memuliakan Allah. Rasul Paulus mengerti dan menempatkan diri sebagai alat Tuhan
maka kemudian ia melayani secara efektif.
Kalau
kita mengenal Tuhan, bagaimana mungkin Allah Pencipta yang luar biasa, tidak
memberikan tujuan kepada kita yang telah ditebus melalui AnakNya? Bagaimana
mungkin kita yang telah ditebus melakukan hidup secara rutinitas belaka seperti
orang dunia dan tidak mengerti yang Allah inginkan? Ada 2 penekanan dari hidup
dalam bahasa Yunani yakni :
1.
Bios – hidup
sehari-hari yang normal dari Senin
sampai Minggu berjalan secara alamiah. Orang
yang tidak mengenal Tuhan Yesus, menjalani begitu saja dari hari ke hari.
Bios adalah hidup yang dimiliki oleh semua mahluk hidup, baik manusia,
binatang, dan tumbuhan. Dari kata ini dikenal istilah “biologi”. Kata bios
digunakan untuk menunjukkan bentuk kehidupan yang dimiliki setiap orang, yaitu
kehidupan biologi yang dipertahankan dengan makanan, udara, dan air, tetapi pda
akhirnya berakhir dengan kematian.
2.
Zoe. Contoh
: Yohanes 1:4 Dalam Dia ada zoe (hidup) dan zoe (hidup) itu
adalah terang manusia atau 1Yohanes 5:12
Barangsiapa memiliki Anak(Yesus), ia memiliki hidup(Zoe); barangsiapa
tidak memiliki Anak(Yesus), ia tidak memiliki hidup(Zoe). Zoe sangat
berbeda dengan bios. Zoe adalah hidup dengan segala kekayaan dan kualitas hidup
sebagai manusia yang sesungguhnya. Zoe adalah hidup yang membawa arti, bukan
hanya arti yang bisa dirasakan orang lain, tetapi membawa arti untuk kekekalan.
kata zoe digunakan untuk menunjukkan kehidupan rohani, yaitu jenis kehidupan
yang diberikan Allah dan bersifat kekal ketika seseorang dilahirkan kembali
(lahir baru)..Allah memberikan momentum dalam setiap aspek hidup manusia dan
merupakan sesuatu hal yang tidak mungkin diulang. Pengacara mempunyai kesulitan
non-teknis saat ingin menang dalam menangani perkara. Kalau ia tidak memberi
uang kepada hakim, maka umumnya sang pengacara akan kalah karena pihak lawan akan
melakukannya. Saat saya menangani suatu kasus di Tangerang, panitera sudah
mengatakan bahwa hakim “titip salam”. Saya tahu itu merupakan sinyal yang artinya
“kamu mau kasih berapa agar bisa menang?” Saya bergumul untuk memenuhi permintaan
sang hakim dan akhirnya saya putuskan tidak memberi. Ini merupakan kesempatan
untuk memuliakan Allah. Kesempatan itu tidak akan datang lagi pada hari-hari di
masa mendatang. Untuk memuliakan Allah, hidupku harus Zoe yang memanfaatkan kesempatan-kesempatan
demi memuliakan Tuhan yang belum tentu terulang kembali.
Sewaktu
Yohanes Pembaptis membaptis orang, ia berkata, "Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!" (Mat 3:2).
Ada pemungut cukai yang bertanya tentang cara bertobat. Ia berkata bahwa sewaktu
melakukan tugasmu jangan mengambil lebih dari apa yang diharuskan. Karena pemungut
cukai yang harusnya mengambil 10 dinar biasanya mengambil lebih besar misalnya 50
dinar di mana 40 dinar diambil untuk dirinya sendiri. Muliakanlah Allah melalui
pekerjaan yang dilakukan! Sewaktu kita hidup, muliakan Dia melalui pekerjaan.
Tujuan hidup bagi Rasul Paulus, para rasul dan nabi adalah melakukan kebenaran
Allah di tempat di mana mereka dan kita berada. Untuk memuliakan Tuhan harus
terjadi dalam diri kita. Jangan melakukan pemisahan (dikotomi) antara melakukan
sesuatu di gereja tapi tidak dilakukan
di luar gereja. Sebagai akuntan, mari berlaku dengan baik. Muliakan Allah. Kalau
diminta melakukan pembukuan ganda , katakan tidak bisa! Jangan takut kalau dikeluarkan
nanti akan susah dapat pekerjaan.
Pergumulan adalah ketegangan yang terjadi dalam diri orang percaya sewaktu
berkata, “Tuhan saya ingin memuliakan Tuhan”. Waktu dipanggil sebagai pedagang
, buruh dan apapun, Rasul Paulus
mengatakan Allah sudah menyelamatkan kita dan memberikan kekuatan untuk kita
melakukannya.
Penutup
Marilah
kita melakukan apa yang Allah telah percayakan kepada kita dalam hidup ini.
Apakah hidup kita hanya untuk menyenangkan diri , memuaskan diri dan berorientasi
untuk diri sendiri dan bukan untuk memuliakan Tuhan? Pengenalan akan Allah bukan
hanya secara kongnitif tapi harus memiliki pengalaman rohani bersamaNya. Ia
memberi kesempatan kepada kita untuk bergumul dan dalam pergumulan itu Dia yang
menolong kita sehingga kita bisa memiliki pengenalan sejati akan Tuhan. Yang
harus digumuli adalah bila kita sudah mengenal Tuhan dan mengalami kelimpahan
tapi tidak memuliakanNya. Kalau
Kristus sudah memberi hidup, apa yang harus kita lakukan? Gereja dimana kita
berjemaat seharusnya menjadi tempat kita melayani.
No comments:
Post a Comment