Ev. Susan Kwok
Yoh 9:1-3
1
Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya.
2
Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: "Rabi, siapakah yang berbuat
dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?"
3
Jawab Yesus: "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena
pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.
Kejadian 50:20
20
Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah
telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang
terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.
Pendahuluan
Istilah
“takdir” (destiny) yang dalam Kamus
Bahasa Indonesia sama dengan “nasib” (fate)
dalam teologia dikenal dengan istilah “determinisme”. Dalam pengertian dunia,
takdir adalah garis hidup yang ditentukan oleh Tuhan terhadap seseorang
sehingga ia harus menerimanya dan tidak
bisa berbuat apa-apa. Garis hidup itu bisa baik atau jelek, bisa behasil atau gagal.
Kalimat yang sering kita dengar “Aduh saya sudah berusaha berkali-kali tapi
gagal juga, itu sudah nasib saya! Namun jarang kita mendengar kalimat yang
berbunyi, “Aduh sudah takdir saya cantik”, “Sudah takdir saya jadi kaya atau punya suami
yang baik”, “Sudah nasib saya punya menantu yang baik”,” Syukur saya bisa
begini”,”Sudah takdir saya bisa bermain piano” atau “Sudah takdir saya bisa
juara Indonesia idol”. Kalimat-kalimat yang berikut ini akan lebih sering didengar.
Ada orang tua mempunyai 5 anak, kelimanya mengalami kegagalan. Lalu ia berkata,”
Itu sudah takdir.” Atau seorang mertua mempunyai menantu yang luar biasa tidak
baik sifatnya dan buruk rupanya. Lalu ia berkata, “Sudah takdir punya menantu
seperti ini.” Biasanya orang yang mendengar perkataan demikian, menanggapi “Sudah
pasrah saja. Kita tidak bisa berbuat-apa-apa, terima saja!”
Konsep Takdir yang Keliru
Kita
harus berhati-hati saat berbicara tentang takdir. Dari contoh di atas, ada 2
hal yang perlu diwaspadai tentang takdir (agar jangan sampai terjadi) :
1.
Takdir membuat
orang menjadi pasif, tidak bisa berbuat apa-apa, tidak perlu bertanggung jawab
atas apapun ynag terjadi dalam hidupnya. Misalnya : seorang mertua berkata, “Sudah
takdir saya mempunyai menantu yang malas”. Kalau ia mengaminkan atau mengiyakan
hal ini, maka ia tidak bisa menjadikan menantunya baik. Karena dalam
anggapannya, Tuhan sudah memberikan menantu seperti ini dan tidak bisa diubah.
Dinasehati juga percuma, jadi ia tidak mau menasehati sang menantu lagi. Hal
ini berarti manusia menjadi pasif dan tidak merasa bertanggung jawab atas
situasi yang dihadapi.
2.
Segala sesuatu
dalam hidup (baik atau buruk), Allahlah yang bertanggung jawab! Allah yang memberi
sehingga bukan tanggung jawab saya untuk hal-hal buruk yang menimpa saya atau kesalahan
saya. Jadi manusia tidak bersalah atas penderitaan atau segala sesuatu yang
terjadi di muka bumi. Yang salah 100% bukan manusia! Dengan demikian pernyataan
bahwa Dia adalah Allah yang baik merupakan pernyataan yang tidak benar. Allah
berdusta dan kita tidak perlu percaya kepadaNya.
Konsep Takdir dalam Alkitab
Pada
Yohanes 9 ada seorang yang buta sejak lahir. Awalnya tidak diketahui penyebab
mengapa ia buta. Bisa saja mamanya salah makan obat. Hal yang serupa kita
temukan kalau kita melihat keadaan di sekitar kita. Ada anak yang dilahirkan
cacat (tanpa tangan, telinga, mata dan lain sebagainya). Ketika para murid
melihat orang buta ini mereka langsung bertanya, "Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang
tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?" (Yoh 9:2). Tidak semua kejadian
itu karena dosa dan tidak semua kejadian bukan karena dosa. Ada anak yang
dilahirkan buta karena orang tuanya melakukan kesalahan. Misalnya : ibunya hamil
sebelum menikah, lalu karena takut, ia makan obat untuk menggugurkannya. Namun ternyata
anaknya lahir juga walau matanya buta! Hal itu karena dosa manusia. Banyak
kejadian di muka bumi ini, bukan Allah yang membuatnya tetapi karena kesalahan
manusia dan Allah tidak bertanggung jawab atas hal itu. Tetapi ada orang
tertentu yang memang sudah Allah rencanakan untuk suatu tujuan. Orang buta pada
Yoh 9:1 tidak mengetahui rencana Allah dalam dirinya. Orang tuanya juga tidak mengetahui
rencana Allah dalam dirinya. Dan para murid juga tidak tahu apa rencana Tuhan kelak,
sehingga mereka mengaitkan antara kesalahan (dosa) dengan kebutaannya. Namun Tuhan
Yesus berkata "Bukan dia dan bukan
juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di
dalam dia. (Yoh 9:3). Tuhan Yesus
membuat mujizat, supaya mereka percaya. Orang buta itu dengan tidak nyaman
telah melewati tahun-tahun kehidupannya. Proses yang dijalani sangat panjang
dan tidak tahu ujungnya seperti apa. Dia juga tidak tahu kapan akan bertemu Tuhan
Yesus dan kapan Tuhan Yesus akan menyembuhkannya. Proses yang panjang telah dilalui
sampai Tuhan Yesus menggenapkan rencana Allah dalam diri orang itu. Orang buta
itu beruntung karena Allah menghendakinya begitu.
Bandingkan
dengan kehidupan Yusuf (Kej 37,39-50), anak Yakub (Israel) dari Rahel, yang
dijual sebagai budak oleh kakak -kakaknya sendiri dan kemudian dijebloskan ke
penjara bukan atas kesalahannya. Proses yang dilalui oleh Yusuf juga panjang
dan berliku-liku. Awalnya dia hidup di tengah
keluarga baik-baik tetapi saudara-saudaranya iri hati sehingga ingin membuang
atau menghabisi Yusuf. Yusuf juga
mengalami penderitaaan dan Yusuf menjalani hidup yang tidak nyaman. Tapi pada Kej
50:20 Yusuf mengatakan, “Memang kamu
telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya
untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini,
yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.” iri hati adalah dosa dan
manusia tidak kebal terhadapnya dan terkadang menjadi korban atas suatu kejahatan.
Allah tidak membiarkan begitu saja atau membuat kehidupan Yusuf enak-enak hingga
menjadi perdana menteri. Tetapi Allah mengijinkan semuanya itu terjadi dan
melihat saudara-saudaranya itu iri hati dan berdosa terhadap Yusuf. Jadi bukan
Allah yang membuat hidup penuh permasalahan, tetapi manusialah yang sudah
merencanakan dan berbuat kejahatan. Allah terkena dampak dari apa yang manusia perbuat.
Tetapi meskipun demikian Tuhan menerima konsekuensinya agar dapat membentuk
manusia supaya menjadi baik.
Dari kedua cerita ini dapat disimpulkan :
1.
Allah mempunyai
tujuan tertentu terhadap setiap manusia (termasuk untuk si buta dan Yusuf). Si buta
mengalami kesengsaraan, supaya pekerjaan-pekerjaan Allah dinyatakan di dalam
dia. Yusuf mengalami banyak penderitaan karena saudara-saudaranya, tetapi Allah
juga mempunyai tujuan untuk Yusuf (untuk memelihara hidup suatu bangsa yang
besar) dan setiap kita. Seringkali
tujuan itu tidak sama. Kita sendiri harus bisa menemukan maksud Allah dalam
diri kita. Allah memberikan kita tangan, kesempatan dan potensi. Itu semuanya
harus digunakan untuk menggali dan menemukan tujuan Allah dalam diri kita.
2.
Allah tidak
menjadikan manusia sebagai boneka dengan memberitahukan rincian kehidupannya. Sedangkan
manusia ingin agar kalau bisa Tuhan memberi tahu tentang masa depannya. Allah
menginginkan agar kita menjalani prosesnya walau tanpa mengetahui apa-apa. Proses
ini harus dicermati dengan konsep yang benar.
Sehingga tidak mudah mengatakan, “Ya sudahlah… “ atau “Sudah kehendak
Tuhan..” Dalam berpacaran kita diberi
hikmat dan mata untuk melihat dan mencari pasangan. Dulu sebelum masuk sekolah
teologia , saya sudah mempunyai pasangan namun akhirnya putus sebelum saya
kuliah teologia. Singkat cerita karena mau konsentrasi sekolah, saya tidak berpacaran.
Hari ini saya menikah dengan seorang hamba Tuhan dan saya tidak diberitahu
tentang hal ini oleh Tuhan. Kita memilihnya sendiri sehingga tidak perlu diberi
tahu secara rinci dari proses tapi harus menemukan dan menjalani
proses-prosesnya.
3.
Allah merencanakan
yang baik, namun tidak berarti mecegah hal-hal yang buruk terjadi dalam diri kita.
Kadang Allah mengijinkan hal yang buruk terjadi supaya jadi pergumulan dan
tantangan hingga kita menjadi pribadi yang kuat dan tidak punya prasangka yang
salah tentang Tuhan kita. Allah mengizinkan hal buruk itu terjadi dalam
kehidupan orang percaya, sebab Ia melihat bahwa itu dapat mendatangkan kebaikan
baginya. Ada yang bertanya, “Mengapa Tuhan mengijinkan
hamba Tuhan (orang Korea) meninggal dalam kecelakaan pesawat QZ 8501?” Saya
hanya bisa menjawab, “Ia adalah korban dari suatu peristiwa. Allah tidak mau melindungi
satu orang hanya untuk menunjukkan bahwa ia berkuasa. Dari 161 penumpang dan
krew pesawat yang meninggal, ternyata ia masih duduk baik-baik , rapi dan tidak
kekurangan satu apapun di dalam kursi pesawatnya.” Pertanyaannya, “Allah bisa
berbuat begitu (Dia membiarkan hamba Tuhan Korea itu meninggal bersama dengan korban
lainnya), yang penting setelah meninggal ia pergi ke mana? Karena banyak orang Kristen
yang tidak membaca Alkitab dan tradisi gereja yang menulis bahwa banyak
penginjil dan hamba Tuhan yang matinya tidak ‘enak’ seperti Rasul Petrus dan
Rasul Paulus matinya tidak ‘enak’. Rasul Petrus disalib terbalik dengan kepala
di bawah sedangkan Rasul Paulus disiksa dan akhirnya dipenggal kepalanya.
Demikian pula dengan Stefanus yang dirajam sampai mati. Apakah mereka kurang
rohani? Apakah pendeta Korea yang meninggal tersebut tidak rohani karena
matinya seperti itu? Allah tidak harus mencegah walau Ia bisa mencegah sehinga
jangan sampai yang hidup adalah orang Kristen semua yang lainnya meninggal. Allah
kita tidak seperti itu. Ada hamba Tuhan yang meninggal ditabrak waktu naik
motor dalam perjalanan pulang setelah memimpin KKR. Semua jemaat menangis dan
bertanya, “Kenapa bisa begitu?“ Kalau itu hamba Tuhan matinya karena tertabrak setelah
dari nite-club reaksinya akan lain. Ada
kejadian hamba Tuhan yang meninggal karena minum obat kuat di sebuah hotel dan
di sampingnya ada wanita panggilan. Setelah diotopsi ternyata ia terlalu banyak
minum obat kuat. Orang yang seperti ini , hati nuraninya menegur tapi diabaikan.
Ia beranggapan waktunya masih panjang, namun tahu-tahu ia sudah meninggal. Meninggal
seperti itu, Tuhan tidak kehendaki. Ada banyak kesempatan yang diberi Tuhan
sebelum ia berbuat dosa malam itu. Minimal hati nuraninya menegur agar jangan sampai
mati seperti itu.Kalau pun ia masih hidup, mungkin ia dipakai Tuhan dengan
lebih baik. Allah tidak bertanggung untuk pilihannya. Kita tidak tahu cerita
yang benar tentang kecelakaan Air Asia QZ 8501. Ada issue pilotnya memakai narkoba.
Orang yang percaya takdir mengatakan itu
kesalahan Tuhan.
Penutup
Ibrani
11:36-40 Ada pula yang diejek dan
didera, bahkan yang dibelenggu dan dipenjarakan. Mereka dilempari, digergaji, dibunuh dengan
pedang; mereka mengembara dengan berpakaian kulit domba dan kulit kambing
sambil menderita kekurangan, kesesakan dan siksaan. Dunia ini tidak layak bagi mereka. Mereka
mengembara di padang gurun dan di pegunungan, dalam gua-gua dan celah-celah
gunung. Dan mereka semua tidak
memperoleh apa yang dijanjikan itu, sekalipun iman mereka telah memberikan
kepada mereka suatu kesaksian yang baik. Sebab Allah telah menyediakan sesuatu yang
lebih baik bagi kita; tanpa kita mereka tidak dapat sampai kepada kesempurnaan.
Kita
memang tidak sampai dilempari atau digergaji. Mereka (orang-orang percaya abad
pertama) berusaha bertahan di sautu tempat di daerah sulit. Mereka tidak memperoleh
hal-hal baik yang dijanjikan Allah, walaupun iman mereka memberikan kesaksian
yang baik. Allah menyiapkan sesuatu yang lebih baik. Kebaikan dan kesempurnaan
rencana Allah tidak bisa diukur. Kita bersyukur punya Allah yang tidak
dipahami. Kalau kita dapat memahami Allah 100%, maka kita tidak perlu Allah.
Dia membimbing Yusuf untuk sesuatu hal yang baik. Ia membiarkan si buta untuk
sesuatu yang baik. Ia bekerja untuk sesuatu yang baik.
No comments:
Post a Comment