Tuesday, January 13, 2015

Takdir


Ev. Susan Kwok

Yoh 9:1-3
1  Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya.
2  Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: "Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?"
3  Jawab Yesus: "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.
Kejadian 50:20
20  Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.

Pendahuluan

                Istilah “takdir” (destiny) yang dalam Kamus Bahasa Indonesia sama dengan “nasib” (fate) dalam teologia dikenal dengan istilah “determinisme”. Dalam pengertian dunia, takdir adalah garis hidup yang ditentukan oleh Tuhan terhadap seseorang sehingga ia harus menerimanya  dan tidak bisa berbuat apa-apa. Garis hidup itu bisa baik atau jelek, bisa behasil atau gagal. Kalimat yang sering kita dengar “Aduh saya sudah berusaha berkali-kali tapi gagal juga, itu sudah nasib saya! Namun jarang kita mendengar kalimat yang berbunyi, “Aduh sudah takdir saya cantik”,  “Sudah takdir saya jadi kaya atau punya suami yang baik”, “Sudah nasib saya punya menantu yang baik”,” Syukur saya bisa begini”,”Sudah takdir saya bisa bermain piano” atau “Sudah takdir saya bisa juara Indonesia idol”. Kalimat-kalimat yang berikut ini akan lebih sering didengar. Ada orang tua mempunyai 5 anak, kelimanya mengalami kegagalan. Lalu ia berkata,” Itu sudah takdir.” Atau seorang mertua mempunyai menantu yang luar biasa tidak baik sifatnya dan buruk rupanya. Lalu ia berkata, “Sudah takdir punya menantu seperti ini.” Biasanya orang yang mendengar perkataan demikian, menanggapi “Sudah pasrah saja. Kita tidak bisa berbuat-apa-apa, terima saja!”

Konsep Takdir yang Keliru

                Kita harus berhati-hati saat berbicara tentang takdir. Dari contoh di atas, ada 2 hal yang perlu diwaspadai tentang takdir (agar jangan sampai terjadi) :
                                                                                                                                                           
1.     Takdir membuat orang menjadi pasif, tidak bisa berbuat apa-apa, tidak perlu bertanggung jawab atas apapun ynag terjadi dalam hidupnya. Misalnya : seorang mertua berkata, “Sudah takdir saya mempunyai menantu yang malas”. Kalau ia mengaminkan atau mengiyakan hal ini, maka ia tidak bisa menjadikan menantunya baik. Karena dalam anggapannya, Tuhan sudah memberikan menantu seperti ini dan tidak bisa diubah. Dinasehati juga percuma, jadi ia tidak mau menasehati sang menantu lagi. Hal ini berarti manusia menjadi pasif dan tidak merasa bertanggung jawab atas situasi yang dihadapi.

2.     Segala sesuatu dalam hidup (baik atau buruk), Allahlah yang bertanggung jawab! Allah yang memberi sehingga bukan tanggung jawab saya untuk hal-hal buruk yang menimpa saya atau kesalahan saya. Jadi manusia tidak bersalah atas penderitaan atau segala sesuatu yang terjadi di muka bumi. Yang salah 100% bukan manusia! Dengan demikian pernyataan bahwa Dia adalah Allah yang baik merupakan pernyataan yang tidak benar. Allah berdusta dan kita tidak perlu percaya kepadaNya.

Konsep Takdir dalam Alkitab

                Pada Yohanes 9 ada seorang yang buta sejak lahir. Awalnya tidak diketahui penyebab mengapa ia buta. Bisa saja mamanya salah makan obat. Hal yang serupa kita temukan kalau kita melihat keadaan di sekitar kita. Ada anak yang dilahirkan cacat (tanpa tangan, telinga, mata dan lain sebagainya). Ketika para murid melihat orang buta ini mereka langsung bertanya, "Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?" (Yoh 9:2). Tidak semua kejadian itu karena dosa dan tidak semua kejadian bukan karena dosa. Ada anak yang dilahirkan buta karena orang tuanya melakukan kesalahan. Misalnya : ibunya hamil sebelum menikah, lalu karena takut, ia makan obat untuk menggugurkannya. Namun ternyata anaknya lahir juga walau matanya buta! Hal itu karena dosa manusia. Banyak kejadian di muka bumi ini, bukan Allah yang membuatnya tetapi karena kesalahan manusia dan Allah tidak bertanggung jawab atas hal itu. Tetapi ada orang tertentu yang memang sudah Allah rencanakan untuk suatu tujuan. Orang buta pada Yoh 9:1 tidak mengetahui rencana Allah dalam dirinya. Orang tuanya juga tidak mengetahui rencana Allah dalam dirinya. Dan para murid juga tidak tahu apa rencana Tuhan kelak, sehingga mereka mengaitkan antara kesalahan (dosa) dengan kebutaannya. Namun Tuhan Yesus berkata "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia. (Yoh 9:3). Tuhan Yesus membuat mujizat, supaya mereka percaya. Orang buta itu dengan tidak nyaman telah melewati tahun-tahun kehidupannya. Proses yang dijalani sangat panjang dan tidak tahu ujungnya seperti apa. Dia juga tidak tahu kapan akan bertemu Tuhan Yesus dan kapan Tuhan Yesus akan menyembuhkannya. Proses yang panjang telah dilalui sampai Tuhan Yesus menggenapkan rencana Allah dalam diri orang itu. Orang buta itu beruntung karena Allah menghendakinya begitu.

                Bandingkan dengan kehidupan Yusuf (Kej 37,39-50), anak Yakub (Israel) dari Rahel, yang dijual sebagai budak oleh kakak -kakaknya sendiri dan kemudian dijebloskan ke penjara bukan atas kesalahannya. Proses yang dilalui oleh Yusuf juga panjang dan berliku-liku.  Awalnya dia hidup di tengah keluarga baik-baik tetapi saudara-saudaranya iri hati sehingga ingin membuang atau menghabisi Yusuf. Yusuf  juga mengalami penderitaaan dan Yusuf menjalani hidup yang tidak nyaman. Tapi pada Kej 50:20 Yusuf mengatakan, “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.” iri hati adalah dosa dan manusia tidak kebal terhadapnya dan terkadang menjadi korban atas suatu kejahatan. Allah tidak membiarkan begitu saja atau membuat kehidupan Yusuf enak-enak hingga menjadi perdana menteri. Tetapi Allah mengijinkan semuanya itu terjadi dan melihat saudara-saudaranya itu iri hati dan berdosa terhadap Yusuf. Jadi bukan Allah yang membuat hidup penuh permasalahan, tetapi manusialah yang sudah merencanakan dan berbuat kejahatan. Allah terkena dampak dari apa yang manusia perbuat. Tetapi meskipun demikian Tuhan menerima konsekuensinya agar dapat membentuk manusia supaya menjadi baik.

Dari kedua cerita ini dapat disimpulkan :

1.     Allah mempunyai tujuan tertentu terhadap setiap manusia (termasuk untuk si buta dan Yusuf). Si buta mengalami kesengsaraan, supaya pekerjaan-pekerjaan Allah dinyatakan di dalam dia. Yusuf mengalami banyak penderitaan karena saudara-saudaranya, tetapi Allah juga mempunyai tujuan untuk Yusuf (untuk memelihara hidup suatu bangsa yang besar) dan setiap kita.   Seringkali tujuan itu tidak sama. Kita sendiri harus bisa menemukan maksud Allah dalam diri kita. Allah memberikan kita tangan, kesempatan dan potensi. Itu semuanya harus digunakan untuk menggali dan menemukan tujuan Allah dalam diri kita.

2.     Allah tidak menjadikan manusia sebagai boneka dengan memberitahukan rincian kehidupannya. Sedangkan manusia ingin agar kalau bisa Tuhan memberi tahu tentang masa depannya. Allah menginginkan agar kita menjalani prosesnya walau tanpa mengetahui apa-apa. Proses ini harus dicermati dengan konsep yang benar.  Sehingga tidak mudah mengatakan, “Ya sudahlah… “ atau “Sudah kehendak Tuhan..”  Dalam berpacaran kita diberi hikmat dan mata untuk melihat dan mencari pasangan. Dulu sebelum masuk sekolah teologia , saya sudah mempunyai pasangan namun akhirnya putus sebelum saya kuliah teologia. Singkat cerita karena mau konsentrasi sekolah, saya tidak berpacaran. Hari ini saya menikah dengan seorang hamba Tuhan dan saya tidak diberitahu tentang hal ini oleh Tuhan. Kita memilihnya sendiri sehingga tidak perlu diberi tahu secara rinci dari proses tapi harus menemukan dan menjalani proses-prosesnya.

3.     Allah merencanakan yang baik, namun tidak berarti mecegah hal-hal yang buruk terjadi dalam diri kita. Kadang Allah mengijinkan hal yang buruk terjadi supaya jadi pergumulan dan tantangan hingga kita menjadi pribadi yang kuat dan tidak punya prasangka yang salah tentang Tuhan kita. Allah mengizinkan hal buruk itu terjadi dalam kehidupan orang percaya, sebab Ia melihat bahwa itu dapat mendatangkan kebaikan baginya.   Ada yang bertanya, “Mengapa Tuhan mengijinkan hamba Tuhan (orang Korea) meninggal dalam kecelakaan pesawat QZ 8501?” Saya hanya bisa menjawab, “Ia adalah korban dari suatu peristiwa. Allah tidak mau melindungi satu orang hanya untuk menunjukkan bahwa ia berkuasa. Dari 161 penumpang dan krew pesawat yang meninggal, ternyata ia masih duduk baik-baik , rapi dan tidak kekurangan satu apapun di dalam kursi pesawatnya.” Pertanyaannya, “Allah bisa berbuat begitu (Dia membiarkan hamba Tuhan Korea itu meninggal bersama dengan korban lainnya), yang penting setelah meninggal ia pergi ke mana? Karena banyak orang Kristen yang tidak membaca Alkitab dan tradisi gereja yang menulis bahwa banyak penginjil dan hamba Tuhan yang matinya tidak ‘enak’ seperti Rasul Petrus dan Rasul Paulus matinya tidak ‘enak’. Rasul Petrus disalib terbalik dengan kepala di bawah sedangkan Rasul Paulus disiksa dan akhirnya dipenggal kepalanya. Demikian pula dengan Stefanus yang dirajam sampai mati. Apakah mereka kurang rohani? Apakah pendeta Korea yang meninggal tersebut tidak rohani karena matinya seperti itu? Allah tidak harus mencegah walau Ia bisa mencegah sehinga jangan sampai yang hidup adalah orang Kristen semua yang lainnya meninggal. Allah kita tidak seperti itu. Ada hamba Tuhan yang meninggal ditabrak waktu naik motor dalam perjalanan pulang setelah memimpin KKR. Semua jemaat menangis dan bertanya, “Kenapa bisa begitu?“ Kalau itu hamba Tuhan matinya karena tertabrak setelah dari nite-club reaksinya akan lain. Ada kejadian hamba Tuhan yang meninggal karena minum obat kuat di sebuah hotel dan di sampingnya ada wanita panggilan. Setelah diotopsi ternyata ia terlalu banyak minum obat kuat. Orang yang seperti ini , hati nuraninya menegur tapi diabaikan. Ia beranggapan waktunya masih panjang, namun tahu-tahu ia sudah meninggal. Meninggal seperti itu, Tuhan tidak kehendaki. Ada banyak kesempatan yang diberi Tuhan sebelum ia berbuat dosa malam itu. Minimal hati nuraninya menegur agar jangan sampai mati seperti itu.Kalau pun ia masih hidup, mungkin ia dipakai Tuhan dengan lebih baik. Allah tidak bertanggung untuk pilihannya. Kita tidak tahu cerita yang benar tentang kecelakaan Air Asia QZ 8501. Ada issue pilotnya memakai narkoba. Orang yang percaya takdir  mengatakan itu kesalahan Tuhan.

Penutup

                Ibrani 11:36-40  Ada pula yang diejek dan didera, bahkan yang dibelenggu dan dipenjarakan.  Mereka dilempari, digergaji, dibunuh dengan pedang; mereka mengembara dengan berpakaian kulit domba dan kulit kambing sambil menderita kekurangan, kesesakan dan siksaan.  Dunia ini tidak layak bagi mereka. Mereka mengembara di padang gurun dan di pegunungan, dalam gua-gua dan celah-celah gunung.  Dan mereka semua tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, sekalipun iman mereka telah memberikan kepada mereka suatu kesaksian yang baik.  Sebab Allah telah menyediakan sesuatu yang lebih baik bagi kita; tanpa kita mereka tidak dapat sampai kepada kesempurnaan.

                Kita memang tidak sampai dilempari atau digergaji. Mereka (orang-orang percaya abad pertama) berusaha bertahan di sautu tempat di daerah sulit. Mereka tidak memperoleh hal-hal baik yang dijanjikan Allah, walaupun iman mereka memberikan kesaksian yang baik. Allah menyiapkan sesuatu yang lebih baik. Kebaikan dan kesempurnaan rencana Allah tidak bisa diukur. Kita bersyukur punya Allah yang tidak dipahami. Kalau kita dapat memahami Allah 100%, maka kita tidak perlu Allah. Dia membimbing Yusuf untuk sesuatu hal yang baik. Ia membiarkan si buta untuk sesuatu yang baik. Ia bekerja untuk sesuatu yang baik.
               


No comments:

Post a Comment