Sunday, October 5, 2014

Bersama Melayani


Pdt. Karyanto Gunawan

Efesus 4:1-8
1 Sebab itu aku menasihatkan kamu, aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu.
2 Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu.
3  Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera:
4 satu tubuh, dan satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu,
5  satu Tuhan, satu iman, satu baptisan,
6  satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua.
7  Tetapi kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus.
8 Itulah sebabnya kata nas: "Tatkala Ia naik ke tempat tinggi, Ia membawa tawanan-tawanan; Ia memberikan pemberian-pemberian kepada manusia."

Pendahuluan

                Dalam sebuah konser musik (pagelaran orkestra) terdapat banyak musisi, penyanyi dan alat musik yang beraneka ragam seperti alat musik tiup (aerophone - woodwind & brass), gesek (chordophone - strings) dan  pukul (timpani dan  perkusi). Kalau setiap pemain musik memainkan alatnya tanpa mengikuti arahan dirigennya, maka tidak akan dihasilkan suara yang indah. Alunan suara nan indah terdengar kalau semua musisi dan penyanyi yang tampil bekerjasama sesuai dengan arahan. “In concert” artinya bersama-sama. Di Alkitab Rasul Paulus menggunakan tubuh manusia dalam ilustrasinya. Sebagai orang percaya, setiap kita adalah organ tubuh Kristus. Ada yang berperan sebagai tangan , kaki, hidung, mata , mulut, jantung dll  tapi semuanya adalah satu kesatuan tubuh Kristus dengan Kristus sebagai kepala. Tidak bisa tangan berkata, “Saya adalah organ yang paling penting.” Di dalam satu tubuh Kristus semuanya penting, baik yang tua atau muda, laki-laki atau perempuan semuanya penting. Kita semuanya keluarga besar (satu tubuh Kristus). Mahub Junaidi (81, kolumnis dari kalangan NU) menulis. Suatu ketika organ-organ tubuh mengadakan rapat penting. Di dalam rapat itu, masing-masing organ menyombongkan diri. Mata berkata, “Kalau tidak ada saya, hidupmu hambar. Kalian tidak bisa menikmati bunga di taman yang berwarna-warni dan cantik. Tanpa saya, apa artinya hidup?” Lalu hidung berkata, “Tanpa saya, kamu juga tidak bisa menikmati aroma semerbak bunga di taman.” Singkat cerita, setelah masing-masing membanggakan dirinya, si jantung berkata dengan tenang, “Apalah artinya kalian semua, kalau saya berhenti bekerja maka tamatlah hidupmu!” Lalu mata, hidung, telinga, dan semuanya terdiam. Karena mereka sadar, kalau jantung benar-benar berhenti bekerja, maka dokter akan memastikan bahwa hidup sudah berakhir. Kemudian bubarlah rapat itu dan masing-masing pulang. Dubur (anus) yang hanya diam saja dalam rapat tersebut merasa kecewa dan memutuskan untuk mogok bekerja. Hari pertama, si tubuh bangun pagi. Setelah minum air segelas, tubuh masuk ke kamar mandi untuk buang air besar, namun dubur tidak melakukan tugasnya. Keesokan harinya juga sama. Hari ketiga, perut mulai mulas-mulas dan terasa kembung, Setelah makan papaya, tetap tidak bisa buang air besar. Hari kelima mata mulai berkunang-kunang, telinga sedikit tuli dan kepala sedikit pusing. Lalu diadakan rapat untuk mencari tahu  penyebabnya. Rupanya dubur tidak terima kalau disepelekan begitu saja. Ia melakukan protes dengan tidak mau bekerja. Akhirnya organ-organ lain datang, meminta maaf dan mengakui bahwa peran dubur pun penting.
               
Hal-Hal Penting agar Dapat Melayani Bersama

                Di dalam satu gereja ada rohaniawan dan kaum awam, ada pengurus dan jemaat biasa. Alkitab mengatakan bahwa semuanya penting. Bukan saja rohaniawan dan majelis yang akan diteguhkan, namun juga ada jemaat yang mengangkat kursi  semuanya mulia dengan tugas kita masing-masing. Baik singer, operator LCD dan anggota paduan suara, semuanya berharga di mata Tuhan kalau kita melakukannya dengan hati yang dipersembahkan kepada Tuhan. Tanpa ada orang “yang menyiapkan dan mengangkat kursi” maka suasananya lain. Semuanya penting di mata Tuhan. Efesus 4 memberikan beberapa hal yang perlu diperhatikan agar kita bisa menjadi satu keluarga dalam melayani dan semua mengambil bagian dalam pelayanan yang Tuhan percayakan kepada kita :

1.     Rendah hati (tapeinophrosunĂȘs). Ada sebuah ilustrasi tentang kerendahan hati (lowliness). Di Katolik terdapat banyak ordo. Suatu kali, seorang rohaniawan Katolik dari suatu ordo berkata kepada temannya, “Secara intelektual kita harus mengakui kalangan Jesuit sangat mumpuni dan berasal dari kalangan akademisi. Dalam hal pelayanan kita akui kehebatan ordo Fransiskan yang pergi ke daerah-daerah  terpencil untuk melayani Tuhan. Namun kalau berbicara tentang kerendahan-hati, tidak ada yang bisa menandingi ordo kami.” Pernyataan tersebut merupakan sebuah paradox karena saat kita mengakui diri sendiri rendah-hati, maka pada saat itulah kita menyatakan diri sebagai orang yang tinggi hati. Sebagai anggota tubuh Kristus, syarat agar bisa sama-sama melayani adalah kerendahan hati. Jemaat yang pendidikannya doktor (S3) harus  rendah hati karena di gereja ada yang tidak berpendidikan. Demikian juga jemaat yang kaya harus rendah hati karena di gereja ada jemaat yang hidupnya sangat sederhana. Kalau semua jemaat yang datang kaya-kaya (tidak ada yang miskin), perlu dipertanyakan alasannya (mengapa orang miskin tidak mau datang?). Di Sulawesi ada satu-satunya gereja Tionghoa sehingga berkumpullah para pengusaha kaya di daerah itu (pengusaha pertambangan, grosir, pariwisata dll). Saat saya dijemput majelis dan  hamba Tuhan dari gereja tersebut majelisnya berkata, “Pak, gereja kita susah karena tidak ada yang mau mengalah. Rapat bisa berjam-jam tanpa ada hasil. Hal ini disebabkan karena mereka adalah orang-orang kaya semua. Ada teman saat kuliah S1, ia dikenal rendah hati. Saat ia mendapat kesempatan mengambil S2 dan lulus, ia menjadi berbeda. Ternyata gelar bisa mengubah orang. Seharusnya semakin berisi padi itu makin merunduk karena berat. Semakin bergelar tinggi seharusnya semakin sadar bahwa terdapat  semakin banyak yang tidak diketahui. Realita di kehidupan kita, semakin banyak gelar, orang semakin angkuh. Hal yang tidak boleh tidak ada, kalau ingin mau melayani bersama-sama adalah kerendahan hati (bukan rendah diri). Tuhan menentang orang yang congkak dan tinggi hati , tetapi mengasihani orang yang rendah hati (Yak 4:6) . Kalau hidup kita ditentang Tuhan, maka celakalah hidup kita. Kalau hidup kita dikasihani Tuhan, adakah hal di dunia ini yang membuat kita gelisah? Tidak ada. Karena Tuhan mengasihani orang yang rendah hati. Lalu saya katakan ke majelis dan hamba Tuhan, saya pernah melihat sendiri ada gereja di Jakarta dimana seorang direksi BCA berjemaat. Tugasnya di gereja adalah mengedarkan kantong kolekte. Jarang ia maju ke depan dan berbicara atau berpidato. Sewaktu ia menyodorkan kantong kolekte, jemaat lain tidak enak hati. Faktanya : semakin orang rendah hati walau berpendidikan tinggi, orang menjadi segan menghadapinya. Orang kaya yang rendah hati membuat orang tetap hormat kepadanya. Tapi bila ada gelar Ph.D. (S3), professor atau karena kekayaan, lalu orang menjadi arogan (sombong) maka orang lain tidak akan menghormatinya.

2.     Lemah Lembut (praotĂȘtos).  Meekness is not weakness. Kelemahlembutan (meekness) bukanlah kelemahan (weakness). Kalau ada orang  yang suka emosi (marah dan suka menuding-nuding), mungkin ia ingin menyembunyikan kelemahannya dengan kemarahan (kepada keluarga, orang yang lebih rendah atau rekan kerja). Kalau ada orang yang bisa mengendalikan dirinya agar tetap lemah lembut, maka ia pasti bukan orang yang sembarangan. Orang yang lemah lembut tidak mudah melukai orang lain dan terlukai.  Menjadi orang yang tidak mudah terlukai penting dalam melayani.

3.     Sabar (makrothumias, longsuffering). Setiap orang berbeda dengan diri kita. Perlu waktu dan proses untuk melatih dan membina orang lain.  Untuk memiliki pemahaman yang sama perlu kesabaran.

4.     Kasih (agape,love). Pelayanan kita, pengorbanan kita, apapun yang kita lakukan bagi pekerjaan Tuhan haruslah muncul dari kasih kita kepada Tuhan dan sesama. Setelah Tuhan Yesus bangkit, Ia mencari Petrus dalam segala kegalauannya. Setelah bertemu Ia bertanya, “Petrus, apakah engkau mengasihi Aku?” Dasar yang paling penting dalam melayani adalah kasih kepada Tuhan dan sesama.
         
Penutup

                Sewaktu kuliah saya aktif dalam kegiatan mahasiswa. Suatu kali ada masalah sehingga kami, para aktivis, dipanggil menghadap pembantu rektor. Ia mengatakan kepada kami, “Anak-anakku di dalam satu keluarga saja, kita bisa berbeda pendapat (konflik). Apalagi kita di sini  tidak ada yang berasal dari darah daging (keturunan) yang sama. Latar belakang kita berbeda-beda. Marilah kita selesaikan konflik di antara kita.” Itu kalimat yang puluhan tahun saya tidak lupakan. Di gereja ini terdapat banyak orang. Bayangkan saja bila ada  100 jemaat dengan  100 otak, maka kemauan, pikiran dan pendapatnya tentu berbeda-beda sehingga diperlukan kasih, kerendahanhati, kelemahlembutan dan kesabaran untuk menyatukannya. Kalau tidak ada yang mau mengalah dan semuanya ingin menonjol sendiri, maka kita tidak akan mendapatkan ‘alunan musik’ yang indah. Musik indah hanya bisa dihasilkan kalau semua musisi dengan instrumen musiknya berperan sesuai dengan pengarahan dirigen. Jika semua jajaran hamba Tuhan,  aktivis dan jemaat bekerjasama melayani Tuhan, maka gereja akan terus berkembang dan menjadi berkat buat sesama.


No comments:

Post a Comment