Pdt. Karyanto Gunawan
Efesus 4:1-8
1 Sebab itu aku menasihatkan kamu, aku,
orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang
telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu.
2 Hendaklah kamu selalu rendah hati,
lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu.
3
Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera:
4 satu tubuh, dan satu Roh, sebagaimana
kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu,
5
satu Tuhan, satu iman, satu baptisan,
6
satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua
dan di dalam semua.
7
Tetapi kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia
menurut ukuran pemberian Kristus.
8 Itulah sebabnya kata nas:
"Tatkala Ia naik ke tempat tinggi, Ia membawa tawanan-tawanan; Ia
memberikan pemberian-pemberian kepada manusia."
Pendahuluan
Dalam
sebuah konser musik (pagelaran orkestra) terdapat banyak musisi, penyanyi dan
alat musik yang beraneka ragam seperti alat musik tiup (aerophone - woodwind &
brass), gesek (chordophone - strings) dan pukul (timpani dan perkusi). Kalau setiap pemain musik memainkan
alatnya tanpa mengikuti arahan dirigennya, maka tidak akan dihasilkan suara yang
indah. Alunan suara nan indah terdengar kalau semua musisi dan penyanyi yang tampil
bekerjasama sesuai dengan arahan. “In concert” artinya bersama-sama. Di Alkitab
Rasul Paulus menggunakan tubuh manusia dalam ilustrasinya. Sebagai orang
percaya, setiap kita adalah organ tubuh Kristus. Ada yang berperan sebagai tangan
, kaki, hidung, mata , mulut, jantung dll tapi semuanya adalah satu kesatuan tubuh
Kristus dengan Kristus sebagai kepala. Tidak bisa tangan berkata, “Saya adalah
organ yang paling penting.” Di dalam satu tubuh Kristus semuanya penting, baik
yang tua atau muda, laki-laki atau perempuan semuanya penting. Kita semuanya
keluarga besar (satu tubuh Kristus). Mahub Junaidi (81, kolumnis dari kalangan
NU) menulis. Suatu ketika organ-organ tubuh mengadakan rapat penting. Di dalam
rapat itu, masing-masing organ menyombongkan diri. Mata berkata, “Kalau tidak
ada saya, hidupmu hambar. Kalian tidak bisa menikmati bunga di taman yang
berwarna-warni dan cantik. Tanpa saya, apa artinya hidup?” Lalu hidung berkata,
“Tanpa saya, kamu juga tidak bisa menikmati aroma semerbak bunga di taman.”
Singkat cerita, setelah masing-masing membanggakan dirinya, si jantung berkata
dengan tenang, “Apalah artinya kalian semua, kalau saya berhenti bekerja maka tamatlah
hidupmu!” Lalu mata, hidung, telinga, dan semuanya terdiam. Karena mereka sadar,
kalau jantung benar-benar berhenti bekerja, maka dokter akan memastikan bahwa
hidup sudah berakhir. Kemudian bubarlah rapat itu dan masing-masing pulang. Dubur
(anus) yang hanya diam saja dalam rapat tersebut merasa kecewa dan memutuskan
untuk mogok bekerja. Hari pertama, si tubuh bangun pagi. Setelah minum air
segelas, tubuh masuk ke kamar mandi untuk buang air besar, namun dubur tidak
melakukan tugasnya. Keesokan harinya juga sama. Hari ketiga, perut mulai
mulas-mulas dan terasa kembung, Setelah makan papaya, tetap tidak bisa buang
air besar. Hari kelima mata mulai berkunang-kunang, telinga sedikit tuli dan
kepala sedikit pusing. Lalu diadakan rapat untuk mencari tahu penyebabnya. Rupanya dubur tidak terima kalau
disepelekan begitu saja. Ia melakukan protes dengan tidak mau bekerja. Akhirnya
organ-organ lain datang, meminta maaf dan mengakui bahwa peran dubur pun
penting.
Hal-Hal Penting agar Dapat Melayani
Bersama
Di
dalam satu gereja ada rohaniawan dan kaum awam, ada pengurus dan jemaat biasa.
Alkitab mengatakan bahwa semuanya penting. Bukan saja rohaniawan dan majelis
yang akan diteguhkan, namun juga ada jemaat yang mengangkat kursi semuanya mulia dengan tugas kita
masing-masing. Baik singer, operator
LCD dan anggota paduan suara, semuanya berharga di mata Tuhan kalau kita
melakukannya dengan hati yang dipersembahkan kepada Tuhan. Tanpa ada orang “yang
menyiapkan dan mengangkat kursi” maka suasananya lain. Semuanya penting di mata
Tuhan. Efesus 4 memberikan beberapa hal yang perlu diperhatikan agar kita bisa
menjadi satu keluarga dalam melayani dan semua mengambil bagian dalam pelayanan
yang Tuhan percayakan kepada kita :
1.
Rendah hati (tapeinophrosunĂȘs). Ada sebuah ilustrasi
tentang kerendahan hati (lowliness). Di
Katolik terdapat banyak ordo. Suatu kali, seorang rohaniawan Katolik dari suatu
ordo berkata kepada temannya, “Secara intelektual kita harus mengakui kalangan
Jesuit sangat mumpuni dan berasal dari kalangan akademisi. Dalam hal pelayanan kita
akui kehebatan ordo Fransiskan yang pergi ke daerah-daerah terpencil untuk melayani Tuhan. Namun kalau berbicara
tentang kerendahan-hati, tidak ada yang bisa menandingi ordo kami.” Pernyataan
tersebut merupakan sebuah paradox karena saat kita mengakui diri sendiri rendah-hati,
maka pada saat itulah kita menyatakan diri sebagai orang yang tinggi hati.
Sebagai anggota tubuh Kristus, syarat agar bisa sama-sama melayani adalah kerendahan
hati. Jemaat yang pendidikannya doktor (S3) harus rendah hati karena di gereja ada yang tidak
berpendidikan. Demikian juga jemaat yang kaya harus rendah hati karena di
gereja ada jemaat yang hidupnya sangat sederhana. Kalau semua jemaat yang
datang kaya-kaya (tidak ada yang miskin), perlu dipertanyakan alasannya
(mengapa orang miskin tidak mau datang?). Di Sulawesi ada satu-satunya gereja
Tionghoa sehingga berkumpullah para pengusaha kaya di daerah itu (pengusaha pertambangan,
grosir, pariwisata dll). Saat saya dijemput majelis dan hamba Tuhan dari gereja tersebut majelisnya
berkata, “Pak, gereja kita susah karena tidak ada yang mau mengalah. Rapat bisa
berjam-jam tanpa ada hasil. Hal ini disebabkan karena mereka adalah orang-orang
kaya semua. Ada teman saat kuliah S1, ia dikenal rendah hati. Saat ia mendapat
kesempatan mengambil S2 dan lulus, ia menjadi berbeda. Ternyata gelar bisa
mengubah orang. Seharusnya semakin berisi padi itu makin merunduk karena berat.
Semakin bergelar tinggi seharusnya semakin sadar bahwa terdapat semakin banyak yang tidak diketahui. Realita
di kehidupan kita, semakin banyak gelar, orang semakin angkuh. Hal yang tidak
boleh tidak ada, kalau ingin mau melayani bersama-sama adalah kerendahan hati
(bukan rendah diri). Tuhan menentang
orang yang congkak dan tinggi hati , tetapi mengasihani orang yang rendah hati
(Yak 4:6) . Kalau hidup kita ditentang Tuhan, maka celakalah hidup kita.
Kalau hidup kita dikasihani Tuhan, adakah hal di dunia ini yang membuat kita
gelisah? Tidak ada. Karena Tuhan mengasihani orang yang rendah hati. Lalu saya
katakan ke majelis dan hamba Tuhan, saya pernah melihat sendiri ada gereja di
Jakarta dimana seorang direksi BCA berjemaat. Tugasnya di gereja adalah
mengedarkan kantong kolekte. Jarang ia maju ke depan dan berbicara atau berpidato.
Sewaktu ia menyodorkan kantong kolekte, jemaat lain tidak enak hati. Faktanya :
semakin orang rendah hati walau berpendidikan tinggi, orang menjadi segan
menghadapinya. Orang kaya yang rendah hati membuat orang tetap hormat kepadanya.
Tapi bila ada gelar Ph.D. (S3), professor atau karena kekayaan, lalu orang
menjadi arogan (sombong) maka orang lain tidak akan menghormatinya.
2.
Lemah Lembut (praotĂȘtos). Meekness
is not weakness. Kelemahlembutan (meekness)
bukanlah kelemahan (weakness). Kalau
ada orang yang suka emosi (marah dan suka
menuding-nuding), mungkin ia ingin menyembunyikan kelemahannya dengan kemarahan
(kepada keluarga, orang yang lebih rendah atau rekan kerja). Kalau ada orang yang
bisa mengendalikan dirinya agar tetap lemah lembut, maka ia pasti bukan orang
yang sembarangan. Orang yang lemah lembut tidak mudah melukai orang lain dan
terlukai. Menjadi orang yang tidak mudah
terlukai penting dalam melayani.
3.
Sabar (makrothumias, longsuffering). Setiap orang berbeda dengan diri kita. Perlu waktu
dan proses untuk melatih dan membina orang lain. Untuk memiliki pemahaman yang sama perlu kesabaran.
4.
Kasih (agape,love). Pelayanan kita, pengorbanan kita, apapun yang kita lakukan
bagi pekerjaan Tuhan haruslah muncul dari kasih kita kepada Tuhan dan sesama.
Setelah Tuhan Yesus bangkit, Ia mencari Petrus dalam segala kegalauannya.
Setelah bertemu Ia bertanya, “Petrus, apakah engkau mengasihi Aku?” Dasar yang
paling penting dalam melayani adalah kasih kepada Tuhan dan sesama.
Penutup
Sewaktu
kuliah saya aktif dalam kegiatan mahasiswa. Suatu kali ada masalah sehingga kami,
para aktivis, dipanggil menghadap pembantu rektor. Ia mengatakan kepada kami, “Anak-anakku
di dalam satu keluarga saja, kita bisa berbeda pendapat (konflik). Apalagi kita
di sini tidak ada yang berasal dari darah
daging (keturunan) yang sama. Latar belakang kita berbeda-beda. Marilah kita
selesaikan konflik di antara kita.” Itu kalimat yang puluhan tahun saya tidak
lupakan. Di gereja ini terdapat banyak orang. Bayangkan saja bila ada 100 jemaat dengan 100 otak, maka kemauan, pikiran dan pendapatnya
tentu berbeda-beda sehingga diperlukan kasih, kerendahanhati, kelemahlembutan
dan kesabaran untuk menyatukannya. Kalau tidak ada yang mau mengalah dan
semuanya ingin menonjol sendiri, maka kita tidak akan mendapatkan ‘alunan musik’
yang indah. Musik indah hanya bisa dihasilkan kalau semua musisi dengan instrumen
musiknya berperan sesuai dengan pengarahan dirigen. Jika semua jajaran hamba
Tuhan, aktivis dan jemaat bekerjasama
melayani Tuhan, maka gereja akan terus berkembang dan menjadi berkat buat
sesama.
No comments:
Post a Comment