Pdt. Samuel Budi
Yak
1:26-27
26 Jikalau ada seorang menganggap dirinya
beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka
sia-sialah ibadahnya.
27 Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di
hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam
kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh
dunia.
Pendahuluan
Manusia
di dalam dunia ini cenderung untuk melihat hal-hal yang bernuansa mewah dan
menggelegar sebagai sesuatu yang bagus. Cara menilai seperti itu sangat biasa dalam
kehidupan kita. Sesuatu yang besar dan mewah itulah yang dinamakan ‘hebat’.
Demikian juga gereja. Gereja yang hebat dan luar biasa adalah gereja yang besar
dengan jemaat yang sangat banyak sekali. Di AS ada gereja –gereja yang jumlah
jemaatnya begitu besar. Contoh : Center Church (gereja injili) di New York (Amerika
Timur) yang digembalakan Rev. Timothy Keller yang awalnya dimulai dengan 5
jemaat dan sekarang sudah mencapai 5.000 orang. Gembalanya dikenal sebagai Clive
Staples Lewis (1898 – 1963, seorang penulis buku terkenal seperti "The
Chronicles of Narnia") abad 21. Demikian juga dengan Saddleback Church yang
begitu besar di Amerika sebelah Barat dan digembalakan oleh Pastor Rick Warren
(penulis buku Purpose Driven Life yang
menuntun kepada tujuan hidup manusia ini dan telah terjual sebanyak 30 juta
copi). Di Asia (Korea Selatan) pernah ada gereja besar yang dipimpin oleh Rev. Paul
Yonggi Cho (sekarang David Yonggi Cho, pendiri Yoido Full Gospel Church). Dari
semua gereja yang disebutkan sebagai gereja yang besar itu (terutama
gereja-gereja di Amerika Serikat) dilakukan penelitian terhadap jemaatnya.
Salah satu kesimpulannya adalah bahwa semua kegiatan yang sangat banyak dan dikatakan
sebagai rahasia mereka menjadi besar ternyata keliru. Keberhasilan gereja itu menjadi
besar bukan karena kegiatan atau programnya begitu banyak karena jemaat yang
disurvei mengatakan semua program itu tidak menyentuh hati mereka. Sehingga mereka mulai menyadari bahwa percuma
program yang memakan begitu besar sekali tetapi tidak menyentuh hati dari
jemaatnya. Tetapi sampai hari ini gereja-gereja seringkali memikirkan ingin
menjadi gereja yang besar dengan program yang banyak namun tidak memikirkan
apakah program itu menyentuh hati jemaatnya.
Ibarat pohon yang dinilai adalah buah atau bunga yang dihasilkan pohon
itu, sehingga ada orang yang ahli dalam menata dan menjual bunga (florist) atau yang ahli dalam buah (fruit expert). Namun anehnya tidak ada orang
yang ahli tentang akar pohon padahal buah dan bunga yang baik berasal dari akar
yang sehat. Gereja yang bertumbuh dengan baik memiliki ‘akar’ yang sehat dan
kuat. Ibadah itu adalah akar dari suatu
gereja. Jangan mulai memikirkan program yang begitu banyak tetapi melupakan
ibadah yang penting.
Pentingnya Beribadah
Kalau
kita dapat beribadah kepada Tuhan , itu merupakan suatu yang indah dan patut
disyukuri. Ibadah itu penting karena :
1.
Ibadah adalah
pemberian Tuhan kepada manusia. Sebelumnya manusia tidak tahu bagaimana
beribadah, tetapi Allah menciptakan system (cara) bagaimana beribadah
sebagaimana yang Tuhan kehendaki. Maka Allah dalam 10 Perintah Allah
mengajarkan umatNya untuk tidak melupakan hari Sabat. Sebab hari Sabat
diciptakan oleh Tuhan untuk kepenitngan
umatNya beribadah kepada Tuhan. Memang Allah menciptakan selama 6 hari
,tetapi pada hari ke-7 Allah beristirahat. Waktu berisitirahat itu juga ciptaan
Tuhan. Jadi sebenarnya Allah menciptakan sampai hari ke-7. Karena sampai hari ke-7
Allah menciptakan hari ibadah itu. Kesibukan selama 6 hari diijinkan Allah
untuk bekerja. Tapi pada hari ke-7, Allah menciptakan ibadah, persekutuan yang
penting antara manusia dengan Allah. Oleh karena itu Allah sangat menantikan
hari sabat itu untuk jemaatNya berjumpa denganNya. Saat hari sabat , Tuhan
menunggu kita. Bukan manusia yang menunggu Tuhan, tetapi Tuhanlah yang menunggu
kita karena itulah yang diciptakan Tuhan untuk melakukan pertemuan itu.
2.
Ibadah itu
sendiri adalah hal yang sangat indah karena Tuhan berkenan untuk dijumpai
manusia. Tidak ada satu manusia pun bisa menjumpai Allah. Hanya karena Allah
yang membuka dan memperkenalkan diri , maka manusia bisa mengenal Allah. Maka ketika Allah menunggu
umatNya untuk menemuniNya, itu merupakan kesempatan yang luar biasa karena kita
bisa bertemu dengan Tuhan . Jadi sungguh-sungguh hal yang disesali, bila kita bisa
bertemu tapi tidak bertemu. Sehingga kita seharusnya rindu setiap hari minggu
untuk bertemu Tuhan. Di Eropa, gereja-gereja mulai mati dan tidak ada gairah. Namun
saya masih menjumpai di kota kecil Sparkenbuch (?), gereja injili yang
jemaatnya masih sangat banyak. Mereka masih mempertahankan kebiasaan yang
sangat baik saat beribadah. Pada hari minggu tidak ada orang yang berjualan
sama sekali. Mereka memasak masakan untuk hari minggu pada hari Sabtu dan
mereka memakannya pada hari minggu (dikenal sebagai Sunday Meal). Sedangkan di Indonesia ada jemaat yang terlambat ke
gereja gara-gara menyiapkan makanan. Jemaat mereka bahkan menyiapkan pakaian yang
akan dikenakan pada hari Minggu (Sunday
dress) sehari sebelumnya. Bukan pakaian khusus tetapi pakaian biasa. Usai
kebaktian , mereka berdua atau bertiga datang bertamu. Mereka sambil minum kopi
dan makan sedikit biscuit mereka mendiskusikan
khotbah yang baru disampaikan di ibadah tadi. Mereka mendiskusikan bagaimana
khotbah itu diterapkan dalam kehidupan. Lalu mereka pulang makan siang di rumah
masing-masing. Setelah itu mereka memutar musik rohani dan membaca majalah
rohani Kristen. Sorenya mereka ke gereja lagi. Dan khotbah sore adalah khotbah tentang
penerapan dari khotbah pagi hari (bagaimana iman Kristen diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari). Saya bertanya, “Mengapa beribadah 2 kali pada hari
minggu?” Jawabnya,”Hari Minggu merupakan hari ibadah maka harus dipakai untuk
itu. Saya datang mendengar untuk menerapkannya dalam kehidupan saya”. Saya
pikir ini kehidupan berjemaat yang luar biasa. Saya bertanya,” Bagaimana kalian
mengambil waktu bersama keluarga?” Dijawab, “Itu dilakukan pada hari Sabtu. Pada
hari Minggu kami khusus ingin bertemu dengan Tuhan. Jadi kita tahu betapa
ibadah itu merupakan ucapan syukur dan penuh kerinduan untuk bertemu Tuhan.
Dari ibadah itu pula , mereka sungguh menerima janji-janji Tuhan yang
meneguhkan mereka. Sehingga mereka sungguh dikuatkan untuk menghadapi satu
pekan ke depan.
Arti Ibadah
Surat
yang ditulis Yakobus ingin mengajak kita kembali merenungkan arti ibadah.
Ibadah di sini dimaksudkan sebagai :
1.
Mendengar. Mendengar adalah sesuatu yang
penting sekali dalam proses ibadah kita. Oleh karena itu diawali dari ayat 19, Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah
hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk
berkata-kata, dan juga lambat untuk marah. Jadi dalam ibadah ada unsur yang paling
penting dan tidak boleh dilupakan yaitu menjadi pendengar yang baik. Mana yang
lebih dulu mendengar atau berbicara? Banyak orang berbicara dulu baru mendengar.
Tetapi Yakobus ingin mengajak untuk mendengar dulu baru berbicara. Kita punya 2
telinga dan 1 mulut, jadi seharusnya banyak mendengar daripada berbicara. Dalam
tradisi orang Yahudi, orang terpelajar dan bijaksana dapat dibagi menjadi 4
macam yaitu :
-
orang yang cepat mendengar
dan cepat lupa. Orang ini sensitif dalam mendengar apapun tapi cepat dilupakan.
-
Orang yang lambat
mendengar dan lambat lupa. Jadi orang ini sulit untuk mendengar (diberitahu
juga sulit), tetapi lambat melupakan apa yang telah didengarnya. Ini
lumayan.
-
orang yang cepat mendengar
dan lambat lupa. Jadi cepat sekali mendengar (semua didengar) tapi lambat lupa.
Ini adalah orang yang bijaksana.
-
orang yang lambat
mendengar tapi cepat lupa. Jadi sulit sekali mendengar begitu masuk sedikit,
lupanya cepat. Kata orang Yahudi , itu orang jahat. Jadi orang jahat, sulit
untuk mendengar ,tapi begitu ingat sedikit langsung lupa.
Oleh karena itu, Yakobus ingin mengajak agar orang
cepat mendengar firman Tuhan dengan baik (dengar terus firman Tuhan) baru berbicara. Apa yang mempersulit kita untuk mendengar
dengan baik? Gereja kita sudah 33 tahun. Mungkin ada jemaat yang sudah lama (dari
awal ada) dan sudah mendengar firman Tuhan selama 33 tahun. Apakah masih mengingat
firman Tuhan? Saya berharap terus ingat dan jangan cepat lupa.
Pada ayat 21, Yakobus mengatakan, Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu
banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam
hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu. Dan kejahatan yang begitu
banyak. Kata “buanglah” artinya terlucuti. Semuanya dilepas. Kata “kotor” berasal
dari bahasa yunani, rupos. Rupos dalam epimotologi (asal kata) dunia kedokteran
artinya kotoran kuping. Jadi Yakobus benar, supaya kuping bisa mendengar dengan
baik, maka kita harus membuang semua rupos.
Jadi kejahatan-kejahatan itu seperti kotoran dalam telinga yang
menghambat kita mendengar firman Tuhan dengan baik. Jadi kalau kita tidak
menyingkirkan kebiasan jelek itu (kotoran) akan menghambat kita menjadi
pendengar yang baik. Jadi bukan tidak mendengar , tetapi kebiasaan yang jelek
yang menghambat kita mendengar dengan baik. Sehingga banyak orang Kristen terus
begitu, seolah-olah firman Tuhan tidak berarti dalam dirinya. Bukan dia tidak mendengar
, tapi ada yang menghalangi dia untuk mendengar. Itu seperti kotoran dalam
telinga yaitu kejahatan dan kebiasaan hidup yang tidak berubah. Sehingga reaksi
kita menjadi lain saat mendengar firman Allah. Itu yang menjadi kerinduan
Yakobus supaya menjadi pendengar yang baik
2. Menjadi pelaku dari firman Tuhan. Tidak cukup dalam
ibadah untuk menjadi pendengar baik. Jangan mengaminkan begitu saja apa yang
kita dengar. Tidak cukup kita hanya berkesan terhadap apa yang kita dengar.
Tetapi biarlah firman Tuhan yang kita tangkap itu sungguh-sungguh dilakukan. Kita
bisa melupakan pembicara setelah dia berkhotbah, tetapi firman Tuhan jangan
dilupakan. Pelaku firman Tuhan adalah orang yang mengingat firman Tuhan. Ini yang dirindukan Yakobus agar kita menjadi
pelaku firman Tuhan seperti yang ditulisnya pada ayat 22-23, Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman
dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri
sendiri. Sebab jika seorang hanya
mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang
sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin. Pada zaman
dulu tidak ada cermin (kaca). Jadi yang dimaksud kaca adalah logam yang
dihaluskan dan selalu harus digosok keras supaya mengkilat sehingga sewaktu bercermin
tidak begitu jelas (tidak kelihatan detilnya dan hanya lihat bayang-bayangan). Saat
itu, mereka tidak punya waktu untuk mejeng.
Setelah melihat sebentar langsung pergi. Hal berbeda dengan zaman sekarang di
mana ada orang yang berlama-lama melihat di cermin. Pada ayat 26, Yakobus
mengatakan,”Jikalau ada seorang
menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu
dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya”. Jadi bila lidah tidak
dikekang, ibadah menjadi sesuatu yang sia-sia (tidak ada artinya). Jadi ibadah
yang murni dan tidak bercacat harus melakukan firman Tuhan secara adil terhadap
manusia (yang paling penting melakukan terhadap sesama manusia). Sebab ibadah
kita punya hubungan dengan dunia ini. Jadi tidak cukup hanya ibadah dalam
gedung gereja, tapi juga keluar gedung gereja untuk melakukannya. Kalau gereja
hanya diisi kebenaran firman Tuhan tanpa melakukannya, ia seperti menara
gading. Bila jemaat gereja tidak melakukan sesuatu di luar , maka hal ini menjadi
masalah besar. Masalah besar kemudian melahirkan pribadi seperti Carl Marx
(1818-1883), seorang tokoh komunis dari Jerman yang sangat keras sekali dalam mengkritik
gereja. Ia beranggapan orang Kristen tidak peduli kepada orang lain. Sehingga
ia berkata, “Untuk apa ke gereja dan menjadi orang Kristen, karena tidak
memikirkan orang yang banyak menderita di luar sana”. Dan tokoh yang lebih
ekstrim Friedrich Nietzsche (1844-1900). Ia sampai mengatakan bahwa Tuhan harus
dibunuh. Ia benci sekali orang percaya , bergantung dan selalu mencari Tuhan
tapi tidak menjadi orang “kuat”. Orang yang mencari dan berserah tidak berani
menghadap kenyataan yang sulit dalam hidup ini. Supaya orang itu berani hadapi
kenyataan maka kebergantungan kepada Tuhan harus disingkirkan. Kritikannya
sangat dihargai, walau logika pikirannya salah tapi mengingatkan kita hari ini
bahwa kalau kekristenan hanya menjadi pendengar tanpa melakukan maka kritikan
mereka benar. Oleh karena itu gerjea tidak boleh menjadi pendengar yang baik ,
tetapi menjadi pelaku di luar sana. Di dalam ibadah itu, kita juga harus
menjadi pelaku firman, karena semua yang dilakukan ditujukan kepada Tuhan.
Tidak boleh disimpan. Tidak boleh hanya disembunyikan. Kebenaran Injil yang
didengar di gereja harus disebarluaskan ke banyak orang, supaya banyak orang mendengar
tentang kasih Kristus. Itulah yang dinamakan bersaksi. Mat 25:14-30 berbicara
tentang talenta. Ada hamba-hamba yang mendapat kepercayaan 5, 2 dan 1 talenta
dari tuannya yang akan bepergian ke luar negeri. Hamba yang mendapatkan 1
talenta , apakah korupsi? Ketika tuannya pulang dia berikan kembali 1 talenta (padahal yang diberi 5 talenta mengembalikan 10 talenta
dan yang diberi 2 talenta mengembalikan 4 talenta). Penerima 1 talenta menyembunyikan
talentanya. TIdak dikembangkan lebih lanjut dan tidak dipakai untuk melakukan
usaha. Itu seperti orang yang mendengar dan mempercayai firman Tuhan tapi tidak
menyebarkannya. Itu kegagalan gereja. Kita menjadi penikmat sejati dan tidak
pernah membagikan kepada orang lain. Ini tugas kita untuk membagian firman Tuhan
yang sudah didengar. Melakukan berarti kita yang sudah dibentuk melalui firman Tuhan
harus mengabarkan kepada orang lain. Keteladanan hidup kiriten seharusnya begitu
nyata.
Kesimpulan
Di
Indonesia terakhir-akhir ini terdapat banyak istilah menarik. Saat ada penumpang
yang naik bus umum di Jakarta, kondektur mengatakan, “Yang Gayus turun.”
Maksudnya sang kondektur adalah penumpang yang mau turun di kantor pajak
dipersilahkan siap-siap untuk turun. Padahal Gayus adalah salah satu nama orang
di Alkitab yang rohani tetapi sekarang orang
mengenal nama Gayus sebagai koruptor. Nama yang awalnya bagus sekarang menjadi
jelek. Ada juga nama Markus yang merupakan salah seorang penulis Injil tetapi
di Indonesia menjadi singkatan dari makelar kasus. Demikian juga nama Petrus
yang merupakan murid Tuhan Yesus. Di
Indonesia merupakan singkatan dari penempak misterius. Ini ada unsur kesengajaannya.
Nama kekristenan dipakai untuk hal yang jelek sehingga ingin disimpulkan bahwa orang-orang
Kristen itu sama jeleknya. Itu kegagalan orang-orang Kristen melaksanakan
kebenaran. Mari kita menjadi pendengar dan pelaku firman Tuhan yang baik sehingga
menjadi ibadah yang sejati. Mari kita lanjutkan perjalanan gereja ini, karena
perjalanan gereja merupakan perjalanan dari para pewarta dan pelaku Firman.
No comments:
Post a Comment