Pdt. Jimmy Lucas
1 Petrus 4:1-6
1 Jadi, karena
Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga mempersenjatai
dirimu dengan pikiran yang demikian, — karena barangsiapa telah
menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa — ,
2 supaya waktu
yang sisa jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi menurut
kehendak Allah.
3 Sebab telah
cukup banyak waktu kamu pergunakan untuk melakukan kehendak orang-orang yang tidak
mengenal Allah. Kamu telah hidup dalam rupa-rupa hawa nafsu, keinginan,
kemabukan, pesta pora, perjamuan minum dan penyembahan berhala yang terlarang.
4 Sebab itu mereka heran, bahwa kamu tidak turut
mencemplungkan diri bersama-sama mereka di dalam kubangan ketidaksenonohan yang
sama, dan mereka memfitnah kamu.
5 Tetapi mereka
harus memberi pertanggungan jawab kepada Dia, yang telah siap sedia menghakimi
orang yang hidup dan yang mati.
6 Itulah
sebabnya maka Injil telah diberitakan juga kepada orang-orang mati, supaya
mereka, sama seperti semua manusia, dihakimi secara badani; tetapi oleh roh
dapat hidup menurut kehendak Allah.
Kecanduan Dosa
Pernah
lihat orang sakaw yaitu orang yang kecanduan tetapi bertahan untuk tidak kambuh
(relapse)? Saat kecanduan , dia mencoba bertahan maka biasanya dia akan
menunjukkan gejala fisik yang mengenaskan. Kita tahu sakaw dari mana? Mudah.
Sekarang sakaw bermacam-mcam. Ada yang pakai narkoba, bertahan jadi sakaw. Ada
yang mabok , bertahan tidak minum lagi lalu mengalami sakaw. Ada juga main main
game, tidak dikasih main game menjadi sakaw. Kalau melihat orang sakaw, orang
yang kecanduan lalu kumat kasihan. Bisa menjerit-jerit tunggang-langgang , lintang-pukang,
marah dll. Orang-orang sakaw berusaha tidak relapse dalam usaha mereka
agar tidak kecanduan. Sebenarnya secara rohani, kita juga adalah orang-orang
yang seringkali sakaw. Kita sakaw untuk apa? Kita sakaw karena dosa! Kita kecanduan
dosa, dan kita ingin memuaskan kecanduan tersebut. Kita menderita karena berusaha
bertahan dari dosa. Kita menderita karena kita tahan sakaw. Ini yang seharusnya
menjadi spiritualitas kita (tahan sakaw).
Di
dalam 1 Petrus 4:6, kita harus memahami bahwa pertama-tama Rasul Petrus tidak
mengatakan bahwa keselamatan hanya bisa diperoleh dengan cara menyiksa diri. Pada
ayat ke-6 dikatakan Itulah sebabnya maka Injil telah diberitakan juga kepada
orang-orang mati, supaya mereka, sama seperti semua manusia, dihakimi secara
badani; tetapi oleh roh dapat hidup menurut kehendak Allah. Kalimat ini bisa ditafsirkan secara paling
baik untuk menunjuk ke orang yang mendengar Injil saat mereka masih hidup
tetapi mereka sudah mati. Kalimat ini dpakai oleh seorang hamba Tuhan di
Indonesia untuk membenarkan penginjilan pada orang mati. Ia berdoa dan roh nya turun
ke dunia orang mati dan menginjili orang mati. Ditafsirkan hurufiah sepertinya
benar, tetapi kalau diperhatikan keseluruhan konteksnya dan keseluruhan ajaran Alkitab,
ayat ini secara paling baik ditafsirkan sebagai upaya memberitakan Injil kepada
orang yang kemudian mati. Mereka mendengar berita Injil dan mereka menjadi
percaya sekalipun mereka sudah wafat. Itu sudah sebabnya mereka dihakimi secara
badani. Mereka kini bisa hidup bagi Allah. Ayat ini kalau disadur kurang lebih Injil
diberitakan ke orang percaya lalu wafat agar punya hidup kekal bersama dengan Allah.
Dengan kata lain Rasul Petrus ingin menekankan keselamatan murni karena iman
bukan karena perbuatan.
Alam
Lang dalam laporannya kepada National
Academy of Science yang berjudul
Substance Abuse and Habitual Behavior mengatakan karakterisitik orang kecanduan
adalah tingkah laku yang meletup-letup, kesulitan untuk menunda kesenangan,
mencari sensasi, kepribadian anti sosial ,nilai-nilai anti kompromi untuk
kesenanganannya sendiri, perasaan terasingkan, tingkah laku yang tidak sesuai
norma, mudah tertekan, tidak menghargai tujuan-tujuan yang secara umum dihargai
oleh masyarakat. Ini ciri orang yang sudah kecanduan. Tingkat lakunya
meletup-letup. Kalau tidak dapat yang dia mau, kalau sakaw nya kumat maka ia
akan meledak-ledak. Kesulitan menunda kesenangan. Orang yang kecanduan, tidak
ada kata tunggu, sabar, nanti ye, tahan dulu, tetapi “Gua mau sekarang”.
Mencari sensasi, segini fly, tambah dosis agar tambah fly dan seterusnya.
Nonton bokep, cara yang begini itu biasa saja, tambah lagi yang lebih ekstrim.
Itu orang kecanduan. Kepribadiannya anti sosial. Kalau sedang pakai (ngobat),
nonton bokep, kunci pintu tidak mau bicara. Kalau main game tidak mau kenal
siapapun, diajak keluar tidak bisa. Coba perhatikan anak-anak yang mengatakan,
“hanya game doang”. Tunggu dulu kalau sudah menunjukkan gejala tertentu berarti
sudah kecanduan. Kalau di Tiongkok anak seperti itu dimasukkan ke panti
rehabitalisasi. Maka saya tidak pernah menganggap anak-anak sebagai anak-anak
kalau sedang kecanduan. Anak yang kecanduan main game sama seperti kecanduan
nonton bokep atau pakai narkoba (kalau kenapa-kenapa tanggung sendiri).
Nilai-nilai anti kompromi untuk
kesenangan sendiri. Kalau untuk kesenangan sendiri menjadi anti kompromi,
demikian juga untuk yang hal-hal yang bertentangan dengan kesenangan sendiri
(juga anti kompromi). Untuk kesenangan sendiri , bisa kompromi. Punya perasaan
terasingkan : merasa sendiri , tidak punya teman, merasa punya hak untuk lari
ke dunia maya (khayalan).Tingkah laku
yang tidak sesuai norma : lihat kelakukan orang-orang yang sudah kecanduan
game, pakai obat, nonton bokep, tidak
bisa diterima norma secara umum. Itu sebabnya mereka tidak menghargai
tujuan-tujuan yang secara umum dihargai masyarakat. Sukses itu apa? Tidak
pusing. Family value apa? Tidak pusing. Selama masih bisa dapat, tidak
sakaw, maka gua jalan. Orang nya jadi mudah bertengkar. Kita sepeti itu
tidak? Yang sedang dibicarakan adalah
contoh ekstrim : judi, narkoba, rokok, main game adalah contoh ekstrim, tetapi
kita harus mengerti bahwa dosa mempunyai efek yang mencandu. Dosa adalah
sesuatu yang kita lakukan setiap hari (on regular basis). Begitu sudah
menjadi bagian dari hidup maka kita sulit melepaskan diri dari dosa itu.
Kebiasaan Membuat Kecanduan
Siapa yang datang ke gereja pakai sepatu pakai kaki
kanan dulu? Ada yang sadar? Karena itu
yang selalu dilakukan. Begitu refleksnya hingga kita tidak berpikir bahwa kita
memasukkan sepatu kaki kanan dulu. Itu yang namanya kekuatan kebiasaaan. Begitu
terbiasa, hingga kita tidak perlu berpikir dua kali untuk melakukannya. Berapa
lama membentuk kebiasaan seseorang? 21 hari untuk membentuk kebiasaan baru
dalam hidupmu. Berapa lama membentuk gaya hidup baru? 90 hari! Kebiasaan baru
dibentuk dalam 21 hari dan mempertahankan kebiasaan baru selama 90 hari, itu
menjadi gaya hidupmu. Kalau sudah menjadi gaya hidupmu , itu bagian dari
nilai-nilaimu dan kau hidup dengan itu. Itu kalau baik. Contoh : bangun
tidur kuterus mandi, tidak lupa menggosok gigi. Habis mandi kutolong ibu
membersihkan tempat tidurku. 90 hari begitu maka seumur hidup semoga
begitu. Tetapi kalau lagu berubah, bangun tidur kuterus mandi, aku lupa
menggosok gigi. Bangun pagi kutidur lagi, makan-tidur itu kerjaku selama 90
hari. Mau berubah lagi akan sulit.
Siapa yang masih ingat waktu mati lampu (black-out) di
Jakarta? Pada ngoceh karena tidak ada internet. Kalau kita yang tua-tua, ada
atau tidak internet tidak apa-apa, hanya seram karena tidak ada lampu. Kalau
jalan, laki kita bisa terantuk. Sebagai laki-laki kita pikirkan keamanan.
Ketika black out, jam siang masih okay, tetapi waktu malam resah. Gelap
semua tidak bisa apa-apa, tetapi berapa lama? Mata kita tidak butuh lebih dari
5 menit untuk menyesuaikan yang gelap. Masih gelap tapi sudah bisa
melihat. Bukan karena situasi lebih terang tetapi karena mata kita sudah
terbiasa. Itu kekuatan dosa. Kita terbiasa melakukan dosa 21 hari, 1 dosa yang
sama dan kemudian menjadi lifestyle karena dilakukan selama 90 hari .
Masih ada hati nurani tetapi kita melakukan dalam seluruh hidup kita. Maka hati
nurani kita terbiasa dengan dosa dan hati nurani kita mati untuk dosa itu.
Kalau sudah diselamatkan dan dilahirkan kembali, maka
Allah melahirkan barukan kita , Allah memberikan kepada kita hati baru sehingga
ada hati nurani yang baru di dalam hati kita. Yang tadinya tidak peka terhadap
dosa mulai peka lagi terhadap dosa. Yang tadinya tidak ingin menyenangkan hati
Allah mulai berpikir bagaimana menyenangkan hati Allah. Yang tadinya begitu
suka akan dosa, mulai membenci dosa. Itu hati nurani yang baru. Masalahnya :
kita sudah terbiasa hidup di dalam dosa sehingga daging ini tetap sakaw mencari
dosa.
Suatu
kali ada seorang biarawan pergi ke pasar. Ia melihat ada orang jualan burung.
Kaki burungnya diikat dengan tali lalu talinya ke sebuah tiang kecil. Burung
itu berjalan berputar-putar di sekeliiling tiang itu. Biksu ini merasa kasihan.
Dia bertanya,”Mengapa tega begitu? Ini kan mahluk Tuhan juga”. Dijawab,”Untuk
mencari makan”. “Lepaskan!” “Tidak bisa, karena untuk cari makan” Akhirnya
biksu itu mengumpulkan dana dan beli burung tersebut serta melepaskannya.
Begitu dilepaskan, burung itu tetap berjalan berkeliling tiang kayu. Itu faktor
kebiasaan.
Penderitaan Badani Karena Berhenti Berbuat Dosa
Hari
ini saya tidak berkhotbah tentang “penderitaanmu menyelamatkanmu dan mati masuk sorga”. Bukan
itu isu-nya. Yang Rasul Petrus bicarakan di sini adalah sebagai orang percaya ,
kita dipanggil untuk hidup di dalam kekudusan. Hal ini tidak mudah karena sebelumnya
kita telah hidup mengikuti hawa nafsu kita. Rasul Petrus mengatakan kita telah
hidup di dalam rupa-rupa hawa nafsu, keinginan, kemabukan, pesta-pora,
perjamuan minum, pesta-pora yang terlarang. Ini gaya hidup kita dahulu. Mungkin
kita tidak mabuk-mabukan tetapi tentunya kita hidup di dalam dosa. Rasul Petrus
dengan jelas menandaskan bahwa kita hidup di tengah-tengah masyarakat berdosa dan di tengah-tengah
konteks dunia yang penuh dengan dosa. Kita hidup di tengah masyarakat yang
hidup dalam kubangan ketidaksenonohan yang sama. Sulit bagi kita untuk tidak
sakaw, untuk benar-benar tahan sakaw, mengalami penderitaan badani sehingga
kita bisa hidup di dalam kekudusan. Untuk bisa hidup kudus kita harus belajar dari
Krsitsus. Jadi karena Kristus telah mengalami penderitaan badani, maka kamu pun
harus mempersenjatai diri dengan pikiran yang demikian. Karena barang siapa
telah menderita dengan penderitaan badani ia telah berhenti berbuat dosa. Supaya
waktu yang sisa jangan dipergunakan menurut keingian manusia, tetapi menurut
kehendak Allah. Kita terbiasa hidup di dalam dosa, lalu kita hidup dalam
konteks orang berdosa, lalu Tuhan menyelamatkan kita. Setelah Tuhan
menyelamatkan kita, kita dilahirkan kembali, Setelah dilahirkan kembali kita
tidak langsung masuk surga tetapi kita tetap tinggal di tengah-tengah masyarakat
berdosa, dengan tubuh yang terbiasa berbuat dosa. Allah ingin kita hidup dengan
kekudusan, maka mau tidak mau, suka tidak suka kita harus belajar untuk mengalami
penderitaan badani. Karena dengan mengalami penderitaan badani ini, kita hidup di
dalam kekudusan.
Kata
penderitaan berasal dari bahasa Yunani “pasco pato pento” Artinya mengalami sensasi
(impresi) yang menyakitkan, merasakan gelora penderitaan yang menyakiti hati. Kalimat
ini agak membingungkan. Dalam buku Mahabrata dikisahkan Pandawa masuk ke dalam kawah
Candradimuka. Pernah melihat orang menempa besi menjadi tapal atau pedang? Kurang-lebih
ini pengertiannya seperti itu. Para Pandawa masuk ke dalam kawah Candradimuka digodok,
dididik, diolah dari manusia biasa keluar menjadi sakti mandraguna. Sama
seperti besi biasa dilebur, dipanaskan, dicairkan, dibuat lentur, dipukul sehingga
kemudian muncul menjadi pedang yang tajam. Ini yang dimaksud dengan “Pasco, pato,
pento, mengalami gelora penderitaan yang menyakiti hati. Rasul Petrus ingin agar
kita mengalami penderitaan semacam ini, penderitaan yang muncul karena kita
ingin menguasai hati kita sedemikian rupa. Dengan menguasai hati sedemikian
rupa, kita bisa menguasai tubuh kita. Kita harus tahan sakaw-nya.
Perlu Latihan untuk Menguasai Diri
Rasul
Paulus mengajarkan dan mengatakan hal yang sama, “menyiksa diri tidak bisa
melepaskan kita dari dosa”. Ini yang harus dipahami. Menyiksa diri tidak bisa
melepaskan orang dari dosa, menyiksa diri tidak membuat orang mati masuk sorga.
Kolose 2:23 Peraturan-peraturan ini (=peraturan
agamawi), walaupun nampaknya penuh hikmat dengan ibadah buatan sendiri,
seperti merendahkan diri, menyiksa diri, tidak ada gunanya selain untuk
memuaskan hidup duniawi. Terjemahan King James Version, tidak ada gunanya
selain memuaskan hawa nafsu birahi. Ini kontradiksi, semakin kita hidup dalam
peraturan agamawi , semakin hidup menyiksa diri malah semakin melanggengkan hawa
nafsu birahi. Sehingga orang yang kelihatan beragama , pakai jubah panjang
ternyata istrinya bisa 3-4 orang. Jadi menyiksa diri tidak membuat orang mati
masuk surga. Namun demikian, Rasul Paulus tidak mengatakan bahwa orang Kristen boleh
hidup seenaknya. Ia mengingatkan dalam Galatia 5:13 Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil
untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai
kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang
lain oleh kasih. Menyiksa diri tidak menyelamatkan kita. Menyiksa diri
bahkan berpotensi untuk melanggengkan birahi. Tetapi bukan berarti orang
Kristen kalau sudah diselamatkan boleh hidup semau sendiri, kita sudah
dimerdekakan tetapi tidak boleh menyalahgunakan kondisi merdeka itu. Rasul
Paulus kemudian berkata di dalam 1 Kor 9:26-27 Sebab itu aku tidak berlari
tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. Tetapi aku
melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil
kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak. Kata “melatih” berasal dari
bahasa Yunai Gupo piaso yang berarti secara hurufiah melatih tubuh adalah to build up my body blue and black.
Artinya saya berlatih begitu keras.
Orang yang suka berlatih bela diri (apalagi dari aliran
lo ban teng) ada yang namanya ngokik (artinya bentur tangan, bentur kaki
dengan tangan orang lain atau dengan tembok / pohon , bertemu apa saja bentur.
Itu Namanya beat up my body blue and black. Itu disiplinnya
mereka. Rasul Paulus mengatakan,”Aku melatih tubuhku” (aku memukul tubuhku),
tujuannya supaya aku bisa menguasainya
seluruhnya. Kata menguasai berasal dari kata dulagogeo yang artinya to
inslave untuk memperbudak. Rasul Paulus mendisiplin tubuhnya sendiri dan
keinginannya agar ia bisa menguasai tubuhnya seutuhnya. Ia yang kendalikan
tubuhnya bukan tubuhnya mengendalikan dirinya. Tujuannya bukan utnuk
diselamatkan (karena sudah diselamatkan), tetapi agar hidup kita selaras Injil
dan memuliakan nama Tuhan. Itu sebabnya Tuhan Yesus menuntut murid-muridNya. Di
dalam Lukas 9:23 Tuhan Yesus kepada
mereka semua: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal
dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku. Menyangkal diri dan
memikul salib berarti tahan untuk sakaw adalah tuntutan Guru jika kita ingin
mengikutiNya, tanpa tahan sakaw, kita tidak layak jadi murid Tuhan Yesus.
Cara mengatasi penderitaan dan tidak sakaw lagi
Suatu
kali saya nonton film tentang kerajaan. Diceritakan rajanya pezina. Dia terus
menerus dikontrol oleh seorang imam Katolik. Setiap kali mau berzina dengan pembantunya, imam Katolik
nya muncul sehingga tidak jadi. Imam Katolik berkata,’Engkau raja yang dipilih
oleh Tuhan sehingga tidak boleh hidup dalam dosa.” Suatu kali raja berkata, “Saya
dikutuk melakukan apa yang harus saya lakukan dan tidak melakukan apa yang saya
ingin lakukan”Yang ingin dia lakukan berzina, apa yang harus dia lakukan :
tidak berzina.
Kita mungkin bergumul dengan cara yang sama. Kita ingin
terus hidup dalam dosa, tetapi kita tahu bahwa kita tidak boleh hidup dalam
dosa tetapi kita harus hidup dalam kekudusan. Yang menarik waktu Sang Raja
berkata,”Aku dikutuk untuk hidup menurut apa yang harus aku lakukan” sambil
menangis. Dia menangisi dan ia tidak bisa hidup dalam dosa. Kita harusnya
menangis kalau masih hidup dalam dosa. Biarlah hati kita menderita karena kita
belum hidup selaras dengan Injil yang menyelamatkan kita. Mari kita bersukacita
karena kita hidup selaras dengan Injil yang menyelamatkan kita. Ini butuh penderitaan,
tetapi ini yang dilakukan Yesus. Dia menataati Allah , taat sampai mati bahkan
mati di kayu salib. Ia menanggung itu semua, menderita untuk berperang melawan
dosa. Ini yang harus diteladani, dilakukan. Pertanyaannya : bagaimana supaya kita
tidak sakaw, bagaimana kita mengatasi penderitaan ini?. Kita akan
mengatasi penderitaan badani ini dan dengan rela hati menjalani penderitaan
badani ini, kalau kita punya kasih untuk Allah. Kasihilah Tuhan Allah dengan
segenap hatimu, jiwamu, kekuatanmu dan akal budimu. Kasihilah sesamamu manusia
seperti engkau mengasihi dirimu sendiri. Ketika kita memiliki kasih , maka
kasih akan mendorong kita melakukan hal-hal yang sulit dilakukan.
Waktu
saya tinggal di perumahan Daan Mogat Baru. Sebelum berbentuk apartemen , ada
lapangan. Dulu ada sirkus lokal yang membuka tenda di sana. Sebelum buka tenda,
gajah ditaruh duluan. Anak kecil dan saya heboh melihat gajah. Begitu melihat
gajah, saya menggendong anak saya yang masih kecil,Joan. Waktu melihat dan
mendekati gajah , saya terkejut karena gajah sebesar itu hanya diikat dengan
tali rapiah. Saya langsung memanggil pelatihnya. “Bos, di sini banyak anak
kecil. Kalau talinya lepas, apakah anak-anak tidak terinjak?” Pelatihnya
menjawab,”Bos tenang saja. Gajah-nya sudah dilatih.” Ceritanya, waktu kecil,
gajah diikat dengan rantai kapal yang besar (seperti rantai kapal). Gajah kecil
memberontak dan berusaha lepaskan tapi
percuma karena rantainya besar. Begitu besar, rantainya tambah kecil, tapi
tetap rantai besi. Begitu semakin besar gajahnya, rantainya semakin kecil.
Gajah terus berontak hingga lelah. Begitu lelah
, ia belajar membiasakan hidup dengan rantai. Rantainya tambah lama
tambah kecil , tidak lama kemudian diganti dengan tali tambang dari sabut
kelapa. Lalu diganti dengan tali plastik. Tidak akan lari karena sudah
terbiasa. Ia biasa sehingga tidak lari. Dosa seperti itu mengikatnya. Dosa
mengikat kita dengan kebiasaan walau hati sudah diperbarui tetapi tubuh sudah
terbiasa. Sama seperti kita biasa pakai sepatu kaki kanan dulu dengan reflek.
Kalau pakai sepatu dengan kaki kiri dulu rasanya aneh padahal tidak dosa.
Terbiasa setipa kali Piala Dunia nonton sampai pagi padahal besok mau ke
gereja. Tapi begitu percaya Tuhan Yesus dan hidup baru, maka merasa dosa kalau
tidak pergi ke gereja walau ada Piala Dunia. Jadi bertekad untuk ke gereja.
Tidak apa-apa setelah tidak nonton Piala Dunia. Tetapi ada orang-orang nonton
Piala Dunia di rumah kita, jadi ikut nonton juga. Itu kebiasaan bertahun-tahun.
Ini yang Rasul Petrus maksudnya dalam konteks hidup kita, membuat kita terbiasa
dalam dosa. Di satu sisi tubuh kita terbiasa dengan dosa, di sisi lain
konteksnya mendorong kita hidup dalam dosa. Sehingga kita belajar seperti Rasul
Paulus beat up my body blue and black. Melatih diri sedemikian rupa
sehingga kita punya otoritas atas tubuh kita. Hati kita menderita. Ingin yang
itu tapi harusnya begini.
Suatu
kali Togar pulang dari main basket, lalu taruh bola basketnya dan menggeletak sembarangan.
Mamanya teriak, “Togar kamu hanya main basket saja. Kau lupa tidak ada telor dan
bawang, kau mau makan apa besok pagi. Antarkan mama untuk beli telor dan bawang”.
“Aduh ma, capai. Mama pergi saja sendiri”. “Engkau anak kurang ajar” mamanya
kesal. Tak lama telepon berbunyi, Shinta pacarnya telpon. Togar mendengar pacarnya
telpon, langsung loncat dan angkat telpon, “Ada apa babe?”. “Bang masih di
Cengkareng ? Cape?” “Iya di Cengkareng. Cape”. “Bang, aku ada di Rawamangun
kemalaman karena lamar pekerjaan. Tidak ada lagi yang antar, nanti aku diculik,
bagaimana bang.?” Togar pun meminta pacarnya diam dan langsung jemput. Mamanya
langsung tahu di mana hati Togar. Kalau kita punya hati sebesar itu untuk Tuhan,
kita memang akan bergumul melawan dosa. Kita mungkin akan sakaw tetapi kita
akan bertahan karena kita tahu kita mencintai Tuhan.
1. Kita akan bertahan karena kita mencintai Allah.
4 minggu istri saya sakit. Selama ini saya jadi papa dan
mama juga, mencari nafkah, masak, cuci, strika, nyapu, ngepel. Semua pekerjaan
ibu rumah tangga saya kerjakan. Selama sebulan saya kerjakan. Bangga? Tidak
karena menderita. Istri saya bertanya “Capai tidak? “ Saya jawab tidak padahal
setelah itu memijat badan sendiri, tapi dijalani terus. Saya lakukan itu untuk
anak-istri saya. I love them. Kasih sayang seperti itu membuat kita melampaui
semua yang sulit dilakukan.
2. Miliki tujuan yang lebih tinggi dan berharga dari
hidup itu sendiri.
Saat
ditanya ibu,”Anak saya hobinya main game , bagaimana menghilangkannya?”
Saya jawab,”Ambil saja gamenya”. Sang ibu keberatan,”Kalau sakaw bagaimana?”
Saya bertanya lagi,”Anak Ibu punya tujuan tidak?” Coba dicek, (anak) lelaki
yang obrolannya tentang cewe dan tiap hari uber cewe, tidak ada hari lain
kecuali main game , tanya kepada mereka
: apa tujuan hidupnya? Pasti tidak punya tujuan hidupnya. Orang yang tidak
punya tujuan hidup yang tinggi, hanya akan mengarahkan hidupnya pada hal-hal
yang lebih rendah. Saya tidak berkata, cewe lebih rendah. Hanya kalau di usia
saya tahu : cinta tidak bisa untuk beli susu di Indomaret. Mencintai harus diiringi
dengan tanggung jawab yang besar dan benar. Seorang laki-laki yang lebih dahulu
mencintai tanpa memikirkan kemampuan bertanggung jawab, jelas dia tidak punya tujuan
hidupnya dan belum pantas disebut laki-laki. Jadi milikilah tujuan! Anak muda
cari tujuan hidupmu! Orang dewasa cari makna dalam hidupmu! Bukan hanya mengejar kekayaan, tetapi apa
makna hidupmu? Apa yang telah ditinggalkan untuk masyarakat. Image apa yang
orang akan ingat tentang diri kita. Kita harus mengarahkan diri kita ke tujuan
yang lebih tinggi, lebih besar daria hidup kita sehingga kita rela mengorbankan
diri demi tujuan itu. Kalau tidak, maka seluruh hidupmu akan ambyar. Kau akan
seperti orang yang pakai celana kedodoran tapi tidak pernah memakai ikat
pinggang. Ambyar semua hidupmu. Tujuan mengikat semua yang kedodoran menjadi focus
ke satu titik.
3. Bersedia bayar harga.
Untuk setiap
tujuan yang besar, di mana cinta kita tertanam di dalamnya bersedia bayar harga.
Kalau orang sudah tahu tujuan hidupnya, dia akan kejar dan arahkan hidupnya ke
sana. Dia akan mati-matian mengejarnya. Dia tidak punya waktu lagi untuk nonton
bokep, merokok, mabuk. Bapak-bapak senasib dengan saya. Dulu waktu remaja hobi nonton
film, TV. Anak remaja sekarang tahu Johny Depp kalau dulu 21 Jump street. Kalau
ada acara itu tidak ketinggalan nontonnya. Sekarang, boro-boro buka TV, bisa
duduk depan TV sudah bersyukur karena tidak ada waktu. Pikiran begitu penuh,
yang dikerjakan begitu banyak. Bahkan ketika duduk ngopi pikiran masih berpikir
ke sana. “Aduh Pak Jimmy kerjakan itu, remah-remah saja. Tidak ada uangnya”
“Betul tidak ada uangnya apa yang saya kerjakan. Tetapi sory, kamu melihat apa
yang saya kerjakan tetapi saya melihatnya 10 tahun ke depan menjadi apa itu.”
Buat anda pekerjaan saya remeh. Anak saya ditanya gurunya, “Joshua , apa pekerjaan
bapakmu?” Dia menjawab,”Karate teacher”. “Joshua kamu jangan seperti itu tetapi
pendeta!” “Malu papa!” jawab Joshua. Kemarin ada acara bazar. Guru-gurunya
menyanyai,”Madu di tangan kananmu. Ayo guru ajak orang tua siswa untuk dansa
sama-sama”. Guru -guru pun mengajak orang tua untuk menari, tidak ada yang mengajak
karena saya karate teacher. What’s papa doing? He is a coach. He is a
pastor. Itu berbeda. Itu yang dia lihat, tetapi itu yang bukan saya lihat.
Saya melihat pelayanan yang bersifat holistik, saya melihat sebuah tempat, sebuah
fasilitas, sebuah hasil. Saya melihat dalam 5 tahun apa yang saya kerjakan,
maka hasilnya seperti ini. Kalau saya berhasil melakukan dalam 5 tahun, maka
dalam 10 tahun ini akan terjadi dengan anak muda di Indonesia, orang-orang yang
bersentuhan dengan saya. Ini yang terjadi dengan mereka. Untuk pekerjaan ‘remeh’
seperti itu dengan tujuan besar yang saya tekankan, saya tidak waktu nonton TV
. Bayarlah harganya! Tetapkan tujuan yang besar dan bersedia bayar harganya,
arahkanlah seluruh hidupmu untuk bayar harga tujuan itu. Karena ketika kita
punya kasih dan tujuan yang besar dan bersedia bayar harganya maka kita tidak
punya waktu untuk sakaw lagi di dalam
dosa.
No comments:
Post a Comment