Ev. Putra Waruwu
Efesus 5:15-17
15 Karena itu,
perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang
bebal, tetapi seperti orang arif,
16 dan
pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.
17 Sebab itu
janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan.
Pendahuluan
Hidup
ini adalah kesempatan. Kesempatan macam apa? Kesempatan yang bagaimana dan kesempatan
yang seperti apa? Ada sebuah lagu yang judulnya sama dengan tema renungan hari
ini yaitu “Hidup Ini adalah Kesempatan”. Tetapi yang menjadi pertanyaan sederhananya
,”Tahukah kita di balik lagu ini ada sebuah kisah yang memilukan?”. Beberapa
waktu lalu, lagu ini menjadi viral karena dinyanyikan seorang ibu yang sudah
berusia senja (oma). Ia bernyanyi bersama dengan teman-teman lainnya, di-video-kan
dan diunggah (upload) lalu menjadi viral. Tetapi sebelum lagu ini viral,
ada sebuah kisah nyata dibalik kemunculan lagu ini. Pdt. Wilhelmus Lathumahina
adalah seorang gembala di sebuah jemaat dan ia sudah cukup lama melayani Tuhan.
Ia punya seorang anak yang sangat berbakat di bidang musik. Tuhan memberikannya
talenta untuk bisa mengaransemen banyak jenis musik. Anaknya aktif melayani dan
menjadi berkat di jemaat yang dilayani oleh Pdt. Wilhelmus. Suatu kali anak
pendeta ini mengalami kecelakaan yang merengut nyawanya. Di tengah kepiluan,
kesedihan dan kesusahan yang dialami, Sang Pendeta mulai merenung. Di dalam
renungannya ia menuliskan lirik lagu terssbut. Lagu yang dinyanyikan sekarang
ini adalah saduran dan ada beberapa kata yang dihilangkan.
Bukankah
lagu “Hidup Ini adalah Kesempatan” seringkali diidentikan dengan orang-orang
yang berusia senja? Pandangan ini perlu diubah. “Hidup ini adalah kesempatan”
bukan hanya berlaku bagi orang-orang yang usianya lanjut tetapi berlaku untuk
kita semua. Di dalam renungannya, Pdt. Wilhelmus mengatakan tidak selamanya
kita muda dan kuat, artinya ada masa-masa di dalam hidup kita menjadi lemah (seperti
saat didera penyakit). Tidak selamanya kita jaya (mungkin perekonomian sulit)
dan tidak selamanya kita hidup. Ada batas waktu untuk kita menjelajah sebagai
musafir di dalam dunia ini. Maka tepat sekali di dalam lagunya beliau berkata,
“Hidup ini adalah kesempatan”. Hari ini kita akan belajar dari tema ini.
Apa itu kesempatan?
Ada
pepatah yang mengatakan, “ada kesempatan di dalam kesempitan”. Dulu ketika saya
ikut pramuka, kami tinggal di suatu kota jauh dari pemukiman warga dan berkemah
selama kurang lebih 2 minggu. Barang yang kita bawa terbatas. Pembina kami berkata,
“Kalau sudah di bumi perkemahan kamu diizinkan untuk mencuri saat ada
kesempitan”. Kesempitan apa? Misalnya : pakaian dalam terbatas. Waktu itu belum
ada yang sekali pakai dibuang. Jadi harus dicuci dan kemudian dijemur. Untuk mencuci dan
mengeringkan cucian memakan waktu lama karena berada di daerah dingin. Ada seorang
teman yang kehabisan cadangan dan dia melihat ada pakaian dalam yang sedang dijemur.
Lalu dia memilih satu , mengambil dan memakainya. Setelah itu ada teman lainnya yang heboh
karena miliknya hilang satu. Setelah diusut ternyata ketahuan diambil oleh temannya. Pembina berkata bahwa
itulah kesempatan di dalam kesempitan dan itu dilegalkan dengan alasan daripada masuk angin (tentu hal
ini tidak benar).
Kesempatan
adalah satu masa di mana kita dapat melakukan sesuatu yang bermanfaat baik
untuk diri sendiri, orang lain dan lingkungan di tengah kita berada. Masa,
waktu, keadaan, situasi, kondisi di mana kita mampu melakukan sesuatu yang
berdaya guna, baik untuk kita, orang lain dan untuk orang-orang yang ada di
sekitar kita. Itulah kesempatan , masa yang Tuhan berikan untuk kita.
Ada
seorang bapak berusia 70 tahun. Ketika tiba di usia 70 tahun, ia mulai
menggores semua peristiwa kehidupannya selama 70 tahun di dalam dunia. Ia
menggoresnya dalam bentuk persentase. Dalam diagramnya terlihat kegiatannya
selama 70 tahun adalah tidur 32,9%, bekerja (22,8%), beribadah (0,7%), nonton
(11,4%), makan (8,6%), bepergian (8,6%), bersantai (6,5%), sakit (5,7%) dan
berpakaian (2,8%). Selama 70 tahun, orang ini tidur selama 32,9%, jadi waktu paling
banyak digunakan untuk tidur, lebih banyak dari bekerja (22,8%). Yang paling
rendah persentasenya adalah beribadah hanya 0,7% (tidak sampai 1%). Bandingkan
dengan kesempatan untuk tidur. Bahkan berpakaian lebih besar persentasenya.
Demikian juga untuk berbelanja dan berburu diskon. Bagaimana dengan hidup kita?
Saat ini saya sudah berusia 25 tahun, selama itu saya sudah melakukan apa saja?
Apakah lebih banyak tidur atau lebih banyak beribadah atau lebih banyak ke
hal-hal yang lain? Inilah gambaran
tentang kesempatan-kesempatan hidup yang Tuhan berikan pada kita. Sudahkah kita menggunakan kesempatan itu dengan baik? Hal
ini kita lihat dari firman Tuhan, “Bagaimana seharusnya kita memaknai dan
mengisi kesempatan itu dengan baik”.
Alkitab Berkata (Efesus 5:15-17)
Surat
ini ditulis oleh Rasul Paulus dan ditujukan kepada jemaat Efesus tapi juga
berlaku bagi mereka yang bukan jemaat Efesus namun tinggal di kota Efesus pada
saat itu. Surat ini ditulis Rasul Paulus ketika ia berada di penjara. Di tengah
kesulitan dan penderitan, Rasul Paulus masih mengingat bahwa ia punya anak
rohani yang harus terus didampingi, salah satunya adalah jemaat Efesus. LAI
memberi perikop “Hidup sebagai anak-anak terang”. Mengapa Rasul Paulus harus
mengirimkan surat ini kepada jemaat Efesus? Karena satu hal yang penting adalah
saat itu jemaat Efesus adalah jemaat
yang dualisme, mereka menyembah Allah dan mereka juga punya kepercayaan lain.
Salah satu yang mereka sembah adalah dewi Artemis (dewi kesuburan). Jadi selain
menyembah Tuhan, di sisi lain ada juga yang disembah. Bahkan ada yang benar-benar
hanya menyembah dewi kesuburan tersebut. Di tengah keadaan demikian, Rasul Paulus
hadir dengan mengirimkan surat ini. Ia berkata , “Perhatikanlah dengan seksama
bagaimana kamu hidup!”.
Jemaat
Efesus bukan baru saja mendengar Firman tetapi jauh sebelumnya mereka sudah
mendengar tetapi sebagai manusia, mereka juga punya keterbatasan untuk memahami
Firman, namun dengan surat-surat Rasul Paulus , jemaat ditolong untuk mengerti
dan memahami apa yang menjadi pesan Rasul Paulus bagi mereka. Apa kaitannya
dengan tema kita? Melalui pasal 5 ini , kita akan melihat setidaknya ada 3 ciri
dari kehidupan orang yang mengisi kesempatan-kesempatan hidup dengan melakukan
apa yang Tuhan mau.
3 Ciri Kehidupan dari Orang yang Mengisi Kesempatan Hidup
dengan Melakukan Apa yang Tuhan Mau
1.
Hidup bagi
Allah
Pada Efesus
5:15 Rasul Paulus berkata , Karena itu, perhatikanlah dengan saksama,
bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif,
. Di sini disebutkan ada 2 karakter orang yakni bebal dan arif. Orang bebal
adalah orang yang hidupnya dalam perbuatan
daging, orang yang hidupnya belum berubah. Orang yang mengiyakan tapi tidak
berubah misal diminta , “jangan begini ya”, dikatakan iya tapi nanti dilakukan
lagi. Tetapi orang arif adalah orang yang mau melakukan apa yang Tuhan mau. Itu
adalah orang yang menggunakan kesempatan untuk hidup benar di hadapan Tuhan.
Arif dan bebal adalah dua karakter yang bertolak belakang. “Bebal” menjauh dari
Tuhan sedangkan “arif” itu mendekat kepada Tuhan. Rasul Paulus berkata, “Perhatikanlah
hidupmu!”. Sekarang kita perhatikan hidup kita dengan seksama (teliti), apakah
kita seorang yang bebal atau seorang yang arif. Seorang yang sudah berubah atau
masih terus- menerus mengisi kesempatan hidup dengan hal-hal yang tidak
menyenangkan Tuhan? Kesempatan itu banyak, tetapi apakah kita sudah mengisinya
dengan baik?
Ingatkah akan kisah Raja Ahab dan
istrinya Izebel? Kelakuannya menyebalkan. Mereka punya posisi sebagai pemimpin
kala itu. Tetapi posisi itu digunakan untuk membawa orang Israel tidak lagi
menyembah Tuhan dan Izebel punya niat untuk membunuh Nabi Elia. Di tengah
posisi yang bagus dan jabatan yang tinggi, ia menggunakan kesempatan itu untuk
melakukan apa yang menjadi egonya sendiri terhadap orang lain. Rasul Paulus
berkata, “Itulah orang bebal”. Firman Tuhan berkata, “Segala tulisan yang diilhamkan
Allah bermanfaat utnuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan dan
mendidik orang untuk kebenaran”. Bagaimana dengan kehidupan kita? Sudah berapa
lama kita berani menyebut diri kita sebagai seorang Kristen dan orang yang mencintai
Tuhan? Seberapa berani kita berkata bahwa kita sudah mengisi setiap kesempatan
yang ada untuk hidup bagi Allah. Kita hidup bagi Allah atau kita hidup untuk
diri kita sendiri? Ketika kita hidup bagi Allah maka segala sesuatu ada di dalam
standar , patokan dan maunya Allah (bukan maunya saya). Kadang di sini kita menghadapi
dilemma (kita maunya B sedangkan Tuhan maunya A. Tuhan mengijinkan kita sakit
tapi kita tidak mau terima). Apakah kita sudah sungguh hidup bagi Allah? Ini
mengingatkan kita sejauh mana kita berkenan di hadapan Tuhan. Rasul Paulus
ingin menekankan kepada kita bahwa ketika ia berkata, “janganlah seperti orang
bebal tetapi seperti orang arif”, seorang penulis berkata bahwa Paulus dalam bagian ini sedang berkata, “Kamu
yang sudah dimenangkan di dalam Kristus hidupmu jangan sembrono (jangan terlalu
bebas tanpa aturan, jangan sewenang-wenang
dan sesukamu saja, tetapi harus semaunya Tuhan). Supaya kamu bisa menjadi orang
yang arif. Kalau hidup kita sembrono maka kita tidak akan peka dengan dosa
malahan kita akan menikmati dosa.
Saya membaca sebuah cerita. Ada seorang
pria yang menyediakan sebuah panci yang
diisi dengan air panas. Kemudian ketika panci itu diletakkan di suatu tempat,
tiba-tiba ada seekor kodok melompat masuk ke dalam panci. Kodok itu tidak sadar
air di dalam panci itu panas. Ia asyik melompat-lompat di air panas. Ia asyik bermain,
sampai suatu titik ia merasa kepanasan dan kemudian mati. Terkadang hidup
manusia seperti itu. Sedikit-sedikit tidak apa (cincailah), Tuhan tahu kok. Di awal
kita tidak peka. Tetapi saat sampai di titik tertentu Tuhan menegur, kita jatuh.
Kita salah menggunakan kesempatan yang ada. Inilah yang pertama, hidup bagi
Allah. Sebuah lagu berkata, “Kalau kuhidup, kuhidup bagimu”. Mataku, hatiku,
hidupku tertuju pada Tuhan. Mau dan siap hidup bagi Allah? Atau kita sekarang
sedang hidup untuk diri sendiri?
2.
Hidup
Bijaksana
Ketika mengisi kesempatan hidup maka kita
harus hidup dengan bijaksana. Pada ayat 16 Rasul Paulus berkata,”dan pergunakanlah
waktu yang ada karena hari-hari ini adalah jahat.” Waktu yang dimaksudkan Rasul
Paulus dalam bagian ini adalah kairos. Ada 2 pengertian waktu yaitu kronos dan kairos.
Kronos adalah waktu yang berganti. Tetapi Rasul Paulus menggunakan kata kairos
(suatu waktu dalam kehidupan yang tidak akan berulang). Itulah kesempatan yang
dimaksudkan Rasul Paulus dalam bagian ini. Maka hidup ini adalah kairos bukan kronos.
Kalau kronos masih ada besok , bulan depan atau tahun depan. Sedangkan kairos tidak
bisa (kalau sudah lewat , tidak bisa kembali). Misalnya : suatu kali kami
sedang belanja di pasar dengan dosen dan ada satu jemaat yang minta,”Pak tolong
doakan saya!” padahal saat itu pasar sedang ramai. Tetapi dosen saya berkata,”Ayo
kita ke pinggir sebentar dan berdoa” di tengah-tengah hiruk-pikuknya pasar.
Bisa jadi kesempatan itu tidak akan kembali karena bisa jadi kita tidak akan bertemu
lagi dengan jemaat yang minta didoakan itu. Itu kairos (kesempatan yang mungkin
atau tidak akan terulang kembali). Sedangkan kalau kita mau ke mal tetapi batal
maka bisa besok. Hal-hal yang rohani
penting untuk kita pikirkan bersama.
“Pergunakanlah waktu yang ada”. Lirik
lagu “Jam Kehidupan” yang dibawakan Herlin Pirena yang liriknya,”Jam
kehidupan diputar sekali dan tak seorangpun tahu kapan kan berhenti. Mungkin
hari ini, mungkin esok, mungkin nanti. Cepat atau lambat tak s'orangpun tahu bila
waktunya… Milikilah kasih Yesus yang menjadikan hidupmu berarti…” Milikilah
kasih Yesus supaya hidup kita mudah diubahkan di dalam Tuhan. Kalau kita bisa
menggores kehidupan kita, seperti apa dan bagaimana? Bukankah dunia menawarkan
kepada kita bahwa waktu adalah uang”. Time is money. Kata Pak Jokowi , “Waktu
adalah kerja, kerja, kerja”. Artrinya kita melakukan sesuatu yang berdaya guna,
tidak hanya sebatas untuk mencari sesuatu yang bersifat materi. Hari-hari ini
adalah jahat. Banyak tipu muslihat iblis, banyak godaan, rayuan yang
dilemparkan oleh iblis Tetapi pemazmur berkata,”Tuhan ajar kami menghitung
hari-hari kami agar kami beroleh hati yang bijaksana”. Untuk menghitung hari-hari
supaya bijaksana, dari refleksi saya, saya berani berkata,”Anggaplah hari ini
adalah hari terakhir dalam hidup kita supaya kita tahu apa yang harus kita
lakukan untuk mengisi hidup ini. Kalau kita berpikir masih ada besok atau lusa
untuk melayani Tuhan, maka kita akan menunda. Tetapi kalau kita boleh memaknai
detik, hari dan saat ini adalah waktu yang terakhir dari hidup kita, maka kita
akan berjuang untuk melakukan yang terbaik semampu kita untuk Tuhan. Kesempatan
ada banyak, hanya saja sudahkah kita menggunakan kesempatan itu dengan baik?
Ada sebuah video yang berpesan, “Banyak hal di dunia ini yang
sering kita lakukan untuk menghabiskan waktu kita. Tidur adalah salah satunya.
Kita juga selalu mempunyai waktu untuk menonton apa yang menjadi kesukaan kita.
Bagi yang suka main game, juga ada waktunya untuk itu. Bahkan kita punya
waktu untuk membersihkan lingkungan kita. Kita punya waktu untuk bersama dengan
orang-orang yang kita sayangi : keluarga,
suami-istri dan anak-anak. Kita juga punya waktu untuk berkarya sesuai dengan talenta
kita. Kita punya waktu untuk melihat apa yang ada di dekat kita (sekeliling
kita).” Itu beberapa contoh dari waktu
yang digunakan dalam keseharian kita.
Yang menjadi akhir dari video ini adalah dia bertanya, “Seberapa banyak
waktu yang kita berikan untuk Tuhan? Seberapa sering kita dekat dengan Tuhan?
Seberapa banyak kesempatan yang Tuhan kasih, kita gunakan dengan baik? Kita
bekerja dari pagi hingga malam, kita berjuang untuk mencapai apa yang menjadi target
kita, tetapi untuk Tuhan berapa banyak?
Ketika sedang berkhotbah, saya tidak sedang
menghakimi tetapi saya hanya sedang membagikan apa yang menjadi refleksi dari
Firman ini. Itulah hidup yang bijaksana. Hidup yang mau menghitung hari dan
mempergunakan hari -hari yang ada, hidup yang siap melawan tipu muslihat iblis.
Di tempat kita seperti apa? Di dalam posisi yang mungkin sedang duduki saat ini
, kita bersikap bagaimana? Bagaimana kita bersikap terhadap atasan , bawahan
dan rekan kerja seperti apa? Kita harus melihat bahwa semua kesempatan yang
Tuhan berikan adalah baik untuk kita. Di dalam iman kita kepada Tuhan, tidak
ada kesempatan yang tidak baik, tidak ada waktu yang tidak indah dan tepat.
Semua di dalam Tuhan adalah baik, indah dan tepat. Sehingga Pemazmur sekali
lagi berkata, “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami”.
3.
Hidup
mengerti kehendak Tuhan.
Ini terkadang menjadi polemik dalam
kehidupan orang Kristen. Bagaimana kita bisa mengerti kehendak Tuhan? Tidak
semua yang kita pertanyakan ada jawaban yang logis. Karena kita beriman bukan
karena logika, kita percaya bukan sebatas rasio, tetapi memang kita beriman kepada
Tuhan. Apa maksudnya mengerti kehendak Tuhan ketika Rasul Paulus berkata, “Sebab
itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak
Tuhan.” (Efesus 5:17). Kata “usahakan”
berarti kita punya “andil’ untuk mau memahami Tuhan mau apa di dalam kehidupan
saya. Katekismus Westminster berkata,”Tujuan kamu untuk mengerti kehendak Tuhan
hanya satu yaitu memuliakan Tuhan”. Tetapi untuk mengerti kehendak Tuhan kita
harus sungguh mengerti apa yang menjadi dasar iman (kepercayaan) kita kepada
Tuhan. Untuk mengerti kehendak Tuhan, kita tidak hanya sebatas tahu saja,
tetapi kita harus siap untuk melakukan sesuatu
yang dapat dirasakan oleh orang lain.
Tentunya untuk mengetahui kehendak Tuhan
melalui kebenaran firman Tuhan. Yang kedua, kita juga bisa tahu kehendak Tuhan
melalui khotbah-khotbah. Yang ketiga, kita juga bisa mengetahui kehendak Tuhan melalui
orang-orang yang ada di sekitar kita. Semua cara bisa Tuhan pakai untuk
menolong kita agar kita paham kehendak Tuhan untuk saya. Kita dipanggil untuk
menjadi orang percaya. Setelah menjadi orang percaya kita harus hidup seturut dengan
maunya Tuhan. Pergunakanlah waktu yang
ada selagi masih ada waktu, kuat, sehat dan bisa berpikir. Gunakan semua
itu untuk memuliakan Tuhan.
Di sini Rasul Paulus kembali
mengingatkan kita bahwa hidup yang adalah kesempatan yang Tuhan anugerahkan, harus
diisi dengan hal-hal yang bermakna. Bagi yang sudah berkeluarga dimulai dari kehidupan
keluarga , bersama dengan suami/istri
dan anak. Apakah setiap kesempatan yang ada sudah kita gunakan dengan
baik? Membangun relasi , menjalin komunikasi dan menikmati kebersamaan. Bagi kita
yang masih sendiri, bagaimana kita menikmati kesempatan-kesempatan yang Tuhan
berikan dalam kesendirian kita? Sudahkah kita menggunakan semuanya di dalam
pimpinan Tuhan? Atau sebaliknya hidup ini adalah kesempatan untuk melayani
Tuhan. “Hidup ini adalah kesempatan” tidak hanya berlaku bagi orang yang sudah
berusia senja tapi berlaku bagi setiap kita (semua usia). Mari kita berefleksi
untuk melihat dan menilik hati kita. Kalau ada kesempatan untuk beribadah
apakah kita sudah beribadah dengan sungguh-sungguh? Kalau ada kesempatan untuk
melayani apakah kita mengambil bagian? Kalau ada kesempatan untuk menegur atau
mengingatkan orang , adakah kita sudah menggunakan kesempatan dengan baik? Jangan
sampai menyesal di kemudian hari. Selagi ada waktu dan kesempatan maka
gunakanlah dengan baik.
Hari ini
penghuni lantai 3 pastori penuh dengan penghuni-penghuni baru. Mushi
memberi tanggung jawab saya sebagai kepala asrama untuk membawahi beberapa
hamba Tuhan. Ada Aldin, Novi, Joshua, Agnes dan Dyan (setiap Sabtu dan Minggu).
Saya coba berpikir sebelum mereka datang, “Tuhan , Tuhan mau saya apa dari saya
untuk mereka” Saya terus berpikir,”Tuhan mau apa? Apa yang bisa saya berikan
untuk mereka?” Bukan materi. Mu shi kasih makanan. Kalau saya? Saya coba
berpikir, “Apa? Apa? dan Apa?” Saya katakan kepada para hamba Tuhan tersebut, “Jangan
pandang saya sebagai hamba Tuhan yang posisinya terlalu di atas tetapi pandang saya
sebagai teman sehingga saat ada kesulitan , kamu bisa terbuka dengan saya. Lalu
saya sampaikan ke mu shi untuk kebutuhan mereka. Mu-shi akan
memberikan tanggapan sehingga ada jalan keluar. Itu kesempatan dan kesempatan
itu tidak akan berulang. Joshua dan Agnes hanya ada selama 2 bulan , setelah
itu mereka akan pergi lagi ke tempat pelayanan lain. Saya juga berlajar agar
jangan sampai saya menyesal tidak melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk
mereka. Sama dengan kita. Orang-orang yang ada di sekitar kita, kita harus
melihat kesempatan apa yang ada untuk kita melayani mereka.
Jumat
lalu kita besuk popo Lia di sebelah gereja. Mbaknya berkata,”Beberapa waktu
lalu ada dokter dari gereja datang untuk mengunjungi popo Lia”. Seorang dokter
dari gereja datang, saya berpikir dokter yang mana. Dijelaskan, “Itu dokter
yang pakai kacamata dan beberapa waktu lalu mamanya meninggal”. Rupanya dr. Kim
Cu datang untuk mengunjungi popo Lia. Itu kesempatan, selagi kita ada waktu ,
mari kita isi dengan hal-hal yang bermanfaat. Pak Andre berkata, “Cuang Dao
beberapa waktu lalu , cuang dao datang ke rumah saya walau jauh sekali”.
Itu kesempatan. Kalau tidak ada kesempatan , kita tidak akan ke Cibubur. Sdr. Joshua
berkata, “Jauh sekali”. Itulah kesetiaan mengikut Tuhan. Itu kesempatan. Di
tempat ini saya belajar banyak hal. Hampir 2 tahun melayani di tempat ini, yang
paling berkesan adalah bersama dengan mushi dalam pelayanan, adalah ketika
dapat informasi langsung gerak cepat. Kita langsung jalan, pulangnya entah jam
berapa tidak bisa dipastikan. Itu kesempatan untuk melayani. Begitu ada yang sakit
segera datang. Bila ada yang butuh, segera datang. Kalau dikatakan capai, pasti
karena sebagai manusia kita lemah. Tetapi sukacita nya jauh lebih besar ketika bisa
mengisi semua kesempatan itu dengan hal-hal yang tentunya menyukakan hati
Tuhan. Sebelum saya berkhotbah hari ini, saya menerapkan Firman ini dalam hidup
saya. Sudahkah saya menggunakan semua waktu yang ada untuk melayani Tuhan?
Kesempatan demi kesempatan pelayanan yang ada, sudahkah saya manfaatkan dengan
baik?
Kesimpulan
1.
Mari
semakin memaknai arti dan tujuan hidup
kita sebagai orang percaya di hadapan
Tuhan dengan tidak menyia - nyiakan waktu yang tersisa dalam hidup kita.
2.
Hidup
dalam waktu Tuhan mengisi kesempatan yang ada membutuhkan evaluasi diri
terhadap hidup yang telah dilalui, supaya
kita tahu apa yang menjadi kekurangan dan kelebihan kita , memperbaiki hidup
saat ini, dan meningkatkan kehidupan di hari esok
3.
Sarana
yang paling baik untuk dua hal di atas adalah dengan membaca firman Tuhan dan mengaplikasikannya dalam hidup sehari-hari.
Refleksi
Hidup ini singkat, berubahlah ketika kesempatan masih
ada, karena mungkin akan tiba saat di mana
kita ingin berubah, namun kesempatan sudah
tidak ada lagi. Sama seperti yang dikatakan firman Tuhan, ketika seorang
manusia berkata,”Tuhan ! Tuhan! Aku percaya kepada Engkau” tetapi Tuhan
berkata,”Aku tidak mengenal engkau. Enyahlah dari hadapanKu!”. Selagi ada
kesempatan mari belajar dan berubah. Hidup bagi Allah berarti menggunakan waktu
dengan bijaksana dan mau mengerti kehendak Tuhan. Berhentilah menyesali dan
mulailah mensyukuri. Berhentilah
meragukan dan mulailah melakukan. Hari
ini (detik ini, saat ini), Tuhan masih memberikan kesempatan bagi kita!
Maknailah waktu ini sebagai waktu-waktu yang terakhir supaya kita terus
berjuang memberikan yang terbaik dengan kemampuan yang kita miliki di dalam
anugerah Tuhan.. Mari kita mengisi kesempatan-kesempatan yang ada untuk menjadi
berkat bagi orang-orang ada di sekitar kita dan memuliakan Tuhan.