Ev. Putra Waruwu
Amsal 16:1-9
1 Manusia dapat
menimbang-nimbang dalam hati, tetapi jawaban lidah berasal dari pada TUHAN.
2 Segala jalan
orang adalah bersih menurut pandangannya sendiri, tetapi Tuhanlah yang menguji
hati.
3 Serahkanlah
perbuatanmu kepada TUHAN, maka terlaksanalah segala rencanamu.
4 TUHAN membuat
segala sesuatu untuk tujuannya masing-masing, bahkan orang fasik dibuat-Nya
untuk hari malapetaka.
5 Setiap orang yang tinggi hati adalah kekejian bagi TUHAN;
sungguh, ia tidak akan luput dari hukuman.
6 Dengan kasih
dan kesetiaan, kesalahan diampuni, karena takut akan TUHAN orang menjauhi
kejahatan.
7 Jikalau TUHAN
berkenan kepada jalan seseorang, maka musuh orang itupun didamaikan-Nya dengan
dia.
8 Lebih baik
penghasilan sedikit disertai kebenaran, dari pada penghasilan banyak tanpa
keadilan.
9 Hati manusia
memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya.
Pendahuluan
Ketika membaca dan mempersiapkan
khotbah dengan tema “Kemana Allah Menunjuk di Situ TanganNya Membuka Jalan”,
saya teringat dengan suatu pengalaman 10 tahun lalu saat saya bergabung dengan klub
pramuka di sekolah. Kegiatan pramuka itu berkaitan dengan alam. Saat akan pergi
ke suatu tempat seperti hutan atau suatu lokasi pemukiman penduduk, maka kita diwajibkan
utnuk membawa seluruh perlengkapan secara lengkap seperti ransel, buku catatan,
alat tulis, makanan, minuman dan tongkat. Di samping itu ada satu benda yang
wajib dibawa yaitu kompas. Seorang kakak pembina mengajarkan,”Saat tersesat
taruh kompas di telapak tangan dengan posisi yang benar dan lihatlah ke mana
arah Utara. Benar tidaknya ikuti arah Utara”. Dalam pembinaan pramuka dikatakan
Utara sebagai arah yang benar. Jadi kalau kita tersesat kita gunakan kompas
sebagai penunjuk jalan. Kompas adalah suatu alat kecil , yang harus diletakkan
di tangan dan saat tersesat bacalah petunjuknya dengan baik. Kalau salah baca maka kita akan
semakin tersesat. Itu zaman dahulu. Saat ini mungkin kita tidak lagi menggunakan
kompas (kecuali mungkin dalam dunia pelayaran) dan menggantikannya dengan GPS. Dengan
menggunakannya, kita tidak bingung kalau mengunjungi suatu tempat yang belum
pernah kita kunjungi. GPS bukan hanya menunjukkan lokasi yang akan kita pergi, atau
memperlihatkan mana rute yang macet tetapi dia mampu menuntun kita dari
berangkat sampai tiba . Bahkan GPS berkata,”Bersiaplah untuk mengemudi. 100
meter ke depan belok kanan. 100 meter di depan ada polisi”. Dari sesuatu yang kecil dikembangkan menjadi sesuatu
yang memiliki manfaat yang besar.
Dari kedua contoh itu, pertanyaannya
adalah ,”Apakah Tuhan telah menjadi kompas, GPS dan penunjuk jalan dalam
kehidupan kita?” Tema kita “Kemana Allah Menunjuk di Situ TanganNya Membuka
Jalan”. Bagian ini dikutip dari Amsal 16:1-9. Amsal adalah kitab yang tentang berisikan
pengajaran dan hikmat kehidupan. Kitab Amsal ditulis oleh Raja Salomo
(pengamsal) yang penuh hikmat. Pengamsal dalam setiap suratnya seringkali
menyinggung masalah kehidupan sehari-hari seperti masalah moral, etika, sosial, ekonomi. Dalam hikmat Tuhan
yang diberikan ke Raja Salomo, Tuhan ingin mengungkapkan ke kita bahwa masalah
manusia dari zaman ke zaman tetap sama. Firman Tuhan telah jauh lama ditulis
tetapi masih relevan dengan kehidupan kita hari ini.
Kita
lihat Raja Salomo yang dekat , intim dengan Tuhan dan tahu akan apa yang dia
minta kepada Tuhan. Ketika diberikan kesempatan untuk meminta, ia hanya meminta
untuk bisa membedakan mana yang baik dan jahat. Itulah hikmat. Tetapi kita
harus menyadari bahwa hari ini kita ada di dalam dunia yang tercemar dosa.
Segala sesuatu tidak lagi berjalan dengan apa yang Tuhan mau tetapi berjalan
sesuai dengan apa yang saya mau. Untuk itu jauh-jauh hari, pengamsal dalam
hikmat Tuhan menuliskan bagian ini. Sebab hari ini kita melihat banyak kekacauan
moral, ketiadaan norma dan etika di sekitar kita. Untuk itu kita kembali diajar
, ditegur dan diingatkan untuk bisa memaknai hidup ini dalam hikmat yang benar yaitu
hikmat yang didasarkan oleh takut akan Tuhan. Bila beroleh hikmat Tuhan maka kita
akan mudah untuk memahami tema hari ini.
3 bagian penting
dari renungan kita hari ini : mengapa kita harus mempercayaiNya, apa yang
membuat kita percaya kepada Allah yang demikian dan bagaimana kita harus
percaya kepada Dia ketika ia berkata “Kemana Aku Menunjuk di situ Aku membuka jalan?”
1. Allah yang
menguji hati
Amsal 16:1 Manusia dapat menimbang-nimbang dalam hati,
tetapi jawaban lidah berasal dari pada TUHAN. Bagian ini menunjukkan ke
kita bahwa setiap manusia punya kemampuan untuk memikirkan , merencanakan,
mencanangkan dan mencari solusi dari persoalan yang sedang kita hadapi. Pada bagian
ini pengamsal tidak merujuk pada 1 masalah kehidupan tetapi semua masalah yang
kita hadapi dalam hidup seperti masalah pribadi, relasi dengan Tuhan, keluarga,
perekonomian, pekerjaan, relasi dan
semuanya di mana saat menghadapi masalah, kita mampu menimbang dan memikirkan
solusi dari persoalan yang sedang kita hadapi. Manusia bisa menimbang dalam
hati tetapi jawaban lidah berasal dari Tuhan.
Segala jalan orang adalah
bersih menurut pandangannya sendiri. Saya melihat beberapa terjemahan ayat 2. Dalam
terjemahan bahasa Indonesia sehari-hari dikatakan bahwa umumnya orang berkata bahwa
saya baik-baik saja. Saya tidak melakukan dosa, kesalahan, dekat dengan Tuhan, aktif
beribadah, pelayanan melakukan persembahan, saya baik-baik saja. Tidak ada
masalah dengan iman, kerohanian dan hidup dengan Tuhan. Semua orang bisa berkata
demikian. Bagaimana pagi ini? Baik. Tetapi dalam hati, siapa tahu? Tuhan
menguji hati. “Menguji” artinya menilai hati kita, menilik hati kita dan
melihat hati kita. Seberapa dekat kita dengan Tuhan itu tidak dapat dibuktikan
dengan kegiatan rohani kita. Dekatnya kita dengan Tuhan lebih terlihat ketika
kita sendiri ketika berada dengan Tuhan. Tuhan yang menguji dan menilik hati.
Hati dalam bagian ini adalah bagian paling dalam dari diri seseorang. Ketika
kita disinggung, disakiti dan dikecewakan yang sakit adalah hati kita. Hati
yang sakit dan terluka. Hati yang terluka itu yang Tuhan nilai dan lihat. Hati
kita dilihat dan ditilik agar kita rendah hati untuk mengikuti kehendak Tuhan.
Tuhan mau menilik dan menguji hati kita seperti air mencerminkan wajah demikianlah
hati manusia mencerminkan manusia itu sendiri. Luapan dari hati terwujud melalui
air muka, wajah dan kehidupan kita. Tuhan tahu isi hati kita. Tuhan tahu apa
yang sedang kita gumulkan dan nantikan.
Senin lalu seorang teman
ingin berbagi cerita. Namun karena mengikuti pelatihan selama 3 hari dan malam,
maka saya harus menunda sampai selesai pelatihan. Baru Jumat sore saya mengontaknya.
Dia pun bercerita bahwa ia sedang bergumul dengan pekerjaan dan ia sudah
melamar di beberapa perusahaan. Sudah banyak panggilan untuk diinterview tapi
tidak satu pun yang dipanggil untuk bekerja. Dia berkata, “Saya sudah berdoa
dan berharap kepada Tuhan. Saya sudah berusaha mencari informasi dan saya
melakukan itu semua tapi sampai hari ini tidak satupun jawaban dari doa itu terwujud.”
Dia berpikir yang tidak-tidak. Dia merasa iri dengan temannya yang lebih mudah
mendapat pekerjaan. Ia bertanya,”Mengapa dengan saya?” Saya hening sejenak dan
tidak mau menjawab. 10 menit kemudian saya membalas, “Bolehkah saya merespon
apa yang menjadi bahan pembicaraan kita?” Dia pun membolehkan. Saya terus
mengatakan,”Coba lagi cari informasi dan tetap sabar.” Dia menjawab, “Saya
sudah coba semuanya tetapi Tuhan belum membuka jalan untuk saya.” Ketika
berkomunikasi dengan dia, saya ingat Tuhan (Tuhan yang menguji aku). Mungkin
saat ini Tuhan tidak sedang membawa engkau untuk menerima jawaban dari doa-doamu.
Tetapi mungkin saat ini Tuhan sedang menuntun engkau membangun kehidupan kerohanian
di hadapan Tuhan. Dia berkata, “Sebentar.. Saya coba pikir”. Mungkin saat ini
Tuhan juga tidak sedang membawa kita untuk menikmati dan menerima jawaban
pergumulan hidup kita, tetapi mungkin Tuhan sedang membawa kita untuk membangun
kerohanian kita bersama Dia. Kemana Allah menunjuk di situ tanganNya membuka jalan.
Sebelum kita menerima jawaban dari
doa-doa kita, lebih dahulu kita dituntun untuk membangun kerohanian bersama
dengan Tuhan. Seberapa banyak waktu yang kita berikan bersama Tuhan dalam
keseharian kita? Pagi, siang , malam lengkap bersama Tuhan? Pertanyaan
selanjutnya adalah apakah itu semua sebatas rutinitas ataukah kerinduan kita?
Sebelum menyampaikan khotbah ini, saya juga belajar,”Tuhan, apa yang Engaku ingin tegur dari saya melalui tema
ini?
2.
Dia adalah Allah yang berprakarsa.
Allah yang memiliki ide, tujuan, mencanangkan segala
sesuatu untuk kita maka Ia berani berkata,”Ke mana Aku menunjuk, di situ
tanganKu membuka jalan. Amsal 16:3 Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN, maka
terlaksanalah segala rencanamu. Kata “serahkanlah” di sini tidak sebatas, “Tuhan
ini aku” lalu selesai. Tidak. Tetapi maksudnya percaya dan mempercayakan. Jadi
seutuhnya kita berikan kepada Tuhan. Itulah arti kata “perbuatan” dalam bagian
ini. Serahkanlah perbuatanmu dan percayakanlah segala pengharapanmu kepada
Tuhan. Kalau dipikir mengapa kita dituntut untuk menyerahkan segala perbuatan
dan percayakanlah segala pengharapanmu kepada Tuhan? Karena kita manusia yang seringkali
tidak mau menyerahkan kepada Tuhan. Kita manusia seringkali mengandalkan
kemampuan yang kita miliki, seakan-akan Tuhan menjadi yang kedua dalam hidup
kita. Supaya kita bisa menjawab tema ini, maka kita harus mempercayakan seluruh
pergumulan kita kepada Tuhan. Salah satu sifat manusia, tidak mau dipandang
remeh. Anak kecil pun tidak mau dipandang remeh. Itulah manusia. Dan di hadapan
Tuhan terkadang kita berkata,”Tuhan aku bisa! Tuhan aku mampu!” Kadang kita
tidak melibatkan Tuhan apalagi kalau segala sesuatu sudah biasa kita lakukan
dan selesaikan. Sepertinya tidak ada masalah. Tetapi Tuhan menuntut serahkanlah
segala perbuatanmu kepada Tuhan. Dengan mengandalkan pengalaman diri untuk
melewati semua persoalan hidup dengan mengandalkan segala sesuatu yang kita
memiliki , itu sama saja membuat kita menjadi orang y ang memandang kecil arti Tuhan
dalam kehidupan kita. Siapa yang mempercayakan diri pada kekayaannya akan jatuh
dan siapa yang mempercayakan diri kepada manusia suatu saat pasti kecewa sebab
manusia tidak lebih seperti hembusan nafas. Terkutuklah orang yang mengandalkan
manusia, kekuatan diri sendiri dan hatinya menjauh dari Tuhan. Ketika kita
dituntut untuk menyerahkan seluruhnya pada Tuhan, maka saat itu seharusnya hati
kita akan tenang, tidak ada keraguan dan ketakutan, tidak ada sungut-sungut dan
kekawatiran. Tetapi keduniawian kita jauh
lebih kuat daripada kerohanian kita. Kita sudah menyerahkan kepada Tuhan,
tetapi mengapa jawaban Tuhan lama? Di situ kita bisa menilai diri kita di
hadapan Tuhan, tidak usah jauh-jauh. Kalau mau ikut Tuhan, maka serahkan
semuanya kepada Tuhan.
Seorang dokter bedah bertanya kepada rekannya, “Dok, operasi
apa yang paling hebat yang pernah dokter
lakukan?”. Dokter rekannya ini berkata,”Semua operasi yang saya lakukan pasti
menuntut keahlian, kesabaran dan ketelitian yang tinggi.” Tetapi dokter yang
bertanya melanjutkan,”Saya minta satu
saja yang paling hebat dalam karir dokter”. Kemudian dokter yang ditanya ini
teringat akan kejadian ketika ia mau melakukan operasi terhadap seorang gadis
kecil yang berusia 10 tahun. Kemungkinan hidupnya hanya 10%. Dokter ini saat
itu berada dalam pergumulan berat. Ia sedang menghadapi banyak persoalan. Ia
melihat segala perawat sedang mempersiapkan segala sesuatu dan membawa pasien ke
meja operasi. Sebelum dilakukan operasi, anak kecil bertanya, “Dok, bolehkah
saya bertanya sesuatu?” “Silahkan saja. Apa yang ingin kamu tanyakan?”,
jawabnya. “Dokter, setiap malam sebelum tidur saya berdoa. Sekarang sebelum
operasi , saya juga mau berdoa. Bolehkah saya berdoa?” “Baiklah. Silahkan
engkau berdoa dan engkau memang harus berdoa. Tetapi jangan lupa doakan juga saya”,jawabnya.
Lalu gadis kecil ini berdoa meminta pertolongan kepada Tuhan. Selesai berdoa dan
ia berkata,”Amin”. Lalu dokter ini melihat apa yang dilakukan anak kecil ini.
Setelah melihat apa yang dilakukan anak kecil ini, dokter ini pun mulai berdoa kepada
Tuhan untuk menolongnya dalam tindakan yang akan dilakukan. Selesai berdoa dan
dalam pemeliharaan Tuhan, gadis kecil beroleh pemulihan sehat kembali. Boleh
pulang ke rumah dan ia bisa beraktivitas kembali. Tetapi yang menarik adalah ketika
dokter ini memiliki kesaksian dari apa yang ia temui bersama dengan gadis kecil
ini, pernyataannya kepada rekannya,”Sesungguhnya sayalah pasien yang menjalani
operasi iman pada saat itu”. Gaya hidup gadis kecil yang sederhana dan meminta satu
kesempatan berdoa, telah mengubah pola pikir dan kehidupan dokter ini. Dokter
ini berkata,”Ketika kita menyerahkan seluruh masalah dan beban hidup kita
kepada Tuhan maka Ia akan memulihkan dan menolong kita.”
Tuhan menunjuk dan membuka jalan tidak selalu pada apa
yang kita inginkan tetapi Dia menunjuk dan membuka jalan pada apa yang Dia mau.
Dokter ini dibukakan Tuhan tentang kerohanian bersama dengan Tuhan. Adakah kita
siap iman kita dioperasi oleh Tuhan? Ataukah kita masih bersikeras untuk jalan
pada apa yang kita mau? Kalau kita mau mengikuti jalan Tuhan dibutuhkan
kerendahan hati. Ayat 5 berkata Setiap
orang yang tinggi hati adalah kekejian bagi TUHAN; sungguh, ia tidak akan luput
dari hukuman. Ayat ini sebenarnya memukul kehidupan kita. Mengapa? Karena kita
adalah orang sombong di hadapan Tuhan ketika kita tidak mengandalkan Tuhan
dalam hidup kita. Kekejian adalah lawan , musuh dan ada pertentangan dengan
Allah. Siapakah kita sehingga kita bisa tinggi hati dan menyombongkan diri di
hadapan Tuhan? Bukankah kita di hadapan Tuhan hanya sebatas hembusan nafas? Orang yang senantiasa mengandalkan
dan melibatkan Tuhan adalah orang yang menyadari bahwa ia tidak dapat berbuat
apa-apa di luar Tuhan. Orang yang mau mengandalkan Tuhan adalah orang yang selalu
merasa sangat membutuhkan Tuhan. Tiada
hari dan waktu tanpa Tuhan, selalu butuh Tuhan. Ketika kita dekat dengan Tuhan maka kita akan dibukakan jalan kemana untuk melangkah.
3. Allah yang
berotoritas.
Hati manusia memikirkan jalannya tetapi Tuhanlah yang
menentukan arahnya. Bagian ini menarik. Ayat 1 dibuka dengan “hati” dan ayat 9
ditutup dengan “hati”. Ayat 1 dikatakan “manusia menimbang-nimbang”, ayat 9 dikatakan
“manusia memikir-mikirkan”. Berarti manusia berada di satu posisi lebih
menempatkan kemampuan dan kekuatan diri yang diawali dari keadaan manusia dan
ditutup lagi dengan keadaan manusia dan disimpulkan dengan kalimat “Tuhanlah
yang menentukan arah”. Manusia boleh merencanakan tetapi Allah yang menentukan.
Ini adalah sebuah pernyataan yang tegas bahwa sehebat dan sekuat apapun kita,
kita tidak akan pernah bisa melawan kehendak Tuhan dalam kehidupan kita. Kita
boleh punya rencana (planning) jauh-jauh
hari tetapi tetap melibatkan Tuhan.
Ketika kita diskusi di persekutuan pemuda beberapa bulan
lalu dengan tema tentang “planning”,
saya katakan, “Terkadang manusia lupa Tuhan di awal rencana tetapi meningat
Tuhan di akhir rencana yaitu ketika rencananya gagal total. Saat gagal lalu
menyalahkan Tuhan. Pertanyaannya : “saat menyusun rencana di awalnya, apakah engkau
melibatkan Tuhan?” Jangan salahkan Tuhan ketika rencanamu tidak berwujud! Atau
kita libatkan Tuhan di awal tapi ujung-ujungnya juga tidak berhasil, bisa jadi
itu bukan yang Tuhan mau untuk kita lakukan, tetapi kita paksakan dan tuntut diri
dengan alasan kita libatkan Tuhan dalam perencanaan kita. Mungkin kita bisa
mencoba dan mencapai sesuatu yang kita inginkan hingga tingkat tertentu, tetapi
segala sesuatu rencana yang tidak berjalan seperti apa yang Tuhan mau, tentulah
tidak sebaik seperti ketika kita berjalan sepenuhnya seturut kehendak Tuhan.
Hati dan pikiran kita bisa berpikir pada jalan yang menurut kita terbaik,
tetapi di atas segalanya Tuhan lebih tahu apa yang terbaik bagi kita karena Dia
yang membentuk kita dan Dia tahu apa yang terbaik untuk kita. Kita tanah liatnya
Tuhan, mau dibanting, ditekan, dinjak-injak dan mau dihancurkan lagi, itu
haknya Tuhan. Saya bukannya mau menakuti-nakuti, tetapi kalimat yang berkata
tangan Tuhan membuka jalan Tuhan itu tidak selalu pada hal-hal yang bahagia.
Tetapi jalan Tuhan kadangkala sakit, susah, korban hati, perasaan, pikiran dan materi,
tapi itu yang Tuhan mau untuk kita jalani dan lewati. Kita tidak sedang bicara
bahwa mengikuti Tuhan akan bahagia. Jalan yang diberikan Tuhan selalu baik-baik
saja ibarat tol yang tidak ada macetnya. Tetapi di balik itu ketika memikirkan
jalan Tuhan, jalan yang mana dulu? Jalan yang menegur, menyemangati kita atau
jalan yang seperti apa? Itu yang Tuhan mau katakan bagi kita. Aku dan engkau
bisa memikirkan tetapi Tuhan yang menentukan jalan. Bagaimana supaya segala sesuatu
tidak menjadi sia-sia? Kalau begitu apakah kita tidak boleh membuat rencana karena
Tuhan yang tentukan? Benar Tuhan yang menentukan, tetapi kita punya kemampuan untuk
bisa memikirkan apa yang bisa kita perbuat dengan terang firman Tuhan. Mulai
bangun keintiman bersama Tuhan melalui ucapan syukur, pujian, ketaatan dan
kesetiaan di dalam doa kepadaNya. Itu yang perlu dibangun untuk menjadi pribadi
yang siap menjawab kalimat ini. Rasul Paulus berkata, “Orang-orang yang telah
diciptakan dan dijadikan menjadi manusia baru tidak lagi mengeraskan hati dan
mau membiarkan Allah untuk membentuk dan mengajar kita”. Saya yakin saat
memutuskan sesuatu , kita bertanya kepada orang lain (suami, istri, anak, pendeta,
hamba Tuhan dll) tetapi dalam
kesendirian kita saya yakin ada kata yang dari hati nurani. Coba pikirkan itu, Tuhan
juga bisa memakai itu untuk membawa kita kepada jalanNya Tuhan. Jangan keraskan
hati tetapi lembutkan hati. Kalau kita keras di hadapan Tuhan, maka terlebih
keras lagi teguran Tuhan untuk kita. Tetapi bila kita membiarkan hati kita untuk
lembut di hadapan Tuhan, maka Tuhan akan membukakan jalan bagi kita.
Dalam perjalanan studi, seharusnya saya wisuda tahun. Tetapi
dalam perjalaan praktek selama setahun enam bulan di awal saya sempat sakit dan
harus bed-rest dalam beberapa waktu
yang ditentukan. Saya tidak terima karena saya sudah rencana jauh hari untuk
melihat masa depan yang lebih cerah. Rencananya saya lulus pada tahun 2017, kemudian
2 tahun pelayanan, setelah itu mau studi lanjut, pelayanan di sini dan di sana tetapi
Tuhan membelokkan semuanya. Tuhan ijinkan untuk sakit dan bedrest selama beberapa waktu sehingga tertunda setahun. Di awal-awal
saya tidak bisa menerima, padahal itu
hanya tertunda tetapi itu jalan Tuhan untuk saya. Saya lihat teman-teman saya sudah pada pelayanan, saya merasa
terlambat. Ada apa dengan saya? Tetapi itu maunya Tuhan. Belum lagi ketika saya
pulang ke Nias, pulang dalam jangka waktu lama tingkat keingintahuannya tinggi.
Mengapa di sini liburan? Mengapa liburannya lama sekali? Kapan balik ke sana?
Nantinya kapan? Bukan saja saya tetapi mama saya juga bergumul karena ditanya terus
menerus. Tetapi itulah jalan Tuhan dan saya harus menikmati jalan ini dan
menikmati pembentukan itu. Bila tidak demikian, kita tidak bisa bertemu, sehingga
dengan jalan itu saya bisa mengenal bapak-ibu dan sebaliknya. Kalau saya sudah
lulus tahun lalu, saya sudah pelayanan tidak di tempat ini. Itu adalah
ketentuan , pimpinan dan jalan Tuhan. Jalan yang Tuhan bukakan tidak selalu
sesuai apa yang kita inginkan. Tapi jalan yang Ia bukakan selalu pada apa yang
Ia inginkan. Mari kita siap dikorek hatinya dan dioperasi imannya. Sudahkah Tuhan
menjadi kompas, GPS, penunjuk jalan yang benar dalam kehidupan kita? Beranikah
kita berkata, “Selidikilah akan daku, ya Allah. Ketahuilah akan isi hatiku. Uijlah
akan daku dan ketahuilah segala pikiranku?” Beranikah kita berkata,”Serahkanlah
bebanmu pada Yesus”? Dia yang sanggup menolong hidupmu. Dia lebih dari jawaban
yang kau perlu. Yesus penolong yang setia. Penghiburan yang terakhir bagi kita adalah
Tuhan menetapkan langkah-langkah orang. Kalaupun kita jatuh tidak sampai
tergeletak. Tuhan akan kembali mengangkat dan menarik tangan kita, sekalipun
jalannya sulit dan sakit, kita harus siap kemana Allah menunjuk di situ tanganNya
menyiapkan.
Penutup
Kemarin
saat mempersiapkan khotbah di sore hari, saya mengalami peristiwa yang tidak
menyenangkan. Saat melepas kacamata dan membersihkan wajah lalu membersihkan
kembali kacamatanya . Saat dibersihkan kacamatanya patah. Saya sudah bergumul
dan bingung, kalau tidak pakai kacamata saat berkhotbah. Saya punya 1 lagi
kacamata cadangan tapi sudah tidak sesuai dengan keadaan mata. Saya bingung dan
sesaat berhenti mempersiapkan khotbah. Saya minta tolong dicarikan lem karena
setidaknya besok membantu saya pelayanan besok. Saya dikasih lem tapi tidak
bisa dilem. Saya sudah berputus asa, bagaimana ceritanya. Pikiran bingung dan
akhirnya saya tinggalkan kacamata di atas meja belajar dan istirahat sebentar .
Setelah bangun, lalu berniat lem lagi . Setelah itu saya lihat kacamatanya. Lho
kok bisa nyambung? Jangan-jangan khasiat lemnya harus tunggu dahulu beberapa
waktu setelah itu baru bisa melekat,
saya katakan “Thank you God engkau menolong saya sore ini sehingga saya bisa persiapan
dengan baik lagi dan saya bisa pelayanan lagi hari ini”. Saya tidak bisa membayangkan
kalau kacamata ini tidak ada saat ini. Tetapi Tuhan selalu buka jalan dengan
cara-caraNya yang unik. Tuhan kita suka bercanda. Saya lihat kacamata patah,
dilem tak bisa, tapi dibiarkan saja bisa menjadi satu dan bisa digunakan
kembali. Indahnya kalau kita mau mengikuti jalan Tuhan, tetapi sulitnya hidup
kita bila menjauh dari jalan Tuhan. Di manakah kita berada saat ini? Bagaimana
keadaan hati kita bersama Tuhan? Maukah kita berkata, “Ya Tuhan ini aku”. Kemana
Allah Menunjuk di Situ TanganNya Membuka Jalan.