Pdt. Jonathan Lo
Mat 13:23 Yang ditaburkan di
tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan karena
itu ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat,
ada yang tiga puluh kali lipat."
Lukas 8:15 Yang jatuh di tanah
yang baik itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menyimpannya
dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan."
Kolose 3:16 Hendaklah perkataan
Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan
segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil
menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur
kepada Allah di dalam hatimu.
Pendahuluan
Besok (31 Oktober)
kita akan memperingati pembaruan (reformasi) yang dilakukan oleh Tuhan pada
abad 16 (tahun 1517). Gerakan Reformasi ini
dimulai di Jerman dan diprakarsai oleh Martin Luther (1483-1546). Pengalaman
Martin Luther diharapkan menjadi pengalaman hidup kita juga.
Khotbah ini diawali dengan pertanyaan sederhana yang
seringkali saya tanyakan kepada diri sendiri,”Mengapa kita ke gereja?” Mungkin
sebagain orang menjawab, “Saya ke gereja untuk menyembah Tuhan.” Jawaban ini tidak
salah. Tetapi apakah setelah kita ke gereja, hidup kita telah mengalami
perubahan? Apakah setelah ke gereja , membuat hidup kita lebih baik, lebih
mengenal dan mencintai Tuhan? Faktanya, banyak orang yang telah bertahun-tahun
ke gereja tetapi hidupnya tidak mengalami perubahan. Saya pernah menghadiri sebuah
ibadah kedukaan di mana orang tuanya belum percaya kepada Tuhan Yesus dan saya
baru tahu saat itu dan kemudian saya bertanya ke teman yang berada di samping
saya. Saya tahu orang yang meninggal ini anaknya sudah lama percaya kepada Tuhan
Yesus dan bahkan sudah memberitakan firman Tuhan. Mengapa orang tuanya tidak
percaya Tuhan? Memang percaya Tuhan adalah kedaulatan Tuhan. Tetapi mengapa
anaknya bertahun-tahun hidup bersama orang tuanya namun orang tuanya tidak
percaya? Teman itu menjawab, “Begitulah. Bahkan mamanya pernah berkata, ‘Jikalau
Tuhan Yesus adalah Tuhanmu maka seumur hidup saya tidak akan percaya kepada
Tuhan!’” Mengapa mamanya berkata begitu? Hidup anaknya tidak mencerminkan hidup
Yesus dalam hatinya. Mamanya melanjutkan, “Jikalau Tuhan Yesus tidak mampu
mengubah hatimu, buat apa percaya kepada Tuhan?” Seminggu lalu, saya berdialog
dengan seorang yang telah bertahun-tahun ke gereja dan mampu memberitakan
firman Tuhan. Ia berkata, “Saya punya kebencian terhadap orang ini. Dan
sekarang saya bertemu dengan orang yang mirip orang itu lagi. Dan orang itu melakukan
hal yang sama dengan apa yang dilakukan oleh orang yang saya benci itu. Maka
saya membenci orang itu” Saya berkata, “Doakan dia.” Dia menjawab,”Tidak bisa
Pak! Masih sulit sekali” Saya berkata, “Jikalau hatimu membenci orang lain
bagaimana engkau bisa melayani orang lain?” Itu realita. Seringkali kita ke
gereja, tetapi tidak mengalami perubahan dalam hidup kita. Seringkali apa yang kita tahu hanya berada dalam
wilayah otak saja, tetapi tidak menyentuh ke dalam hati kita. Kalau kita sudah
lama ke gereja, banyak hal yang sudah kita ketahui. Tetapi yang menjadi
persoalan, apakah benih firman Tuhan itu jatuh ke tanah yang subur, kemudian
berbuah dan menghasilkan berlipat-lipat. Itulah perumpamaan Tuhan Yesus
terhadap orang banyak yang mendengarkan firman Tuhan. Belum tentu hidupnya
diubahkan oleh firman Tuhan, kecuali firman yang jatuh di tanah yang subur.
Dari perumpamaan Tuhan Yesus, ada beberapa hal yang sama, tetapi ada juga yang
berbeda dan hasilnya pun berbeda.
Firman yang Mengubah Hidup
Tuhan Yesus mengatakan
ada penabur yang menaburkan benih yang jatuh di tempat yang berbeda-beda. Ada
yang jatuh di pinggir jalan, di semak dan ada yang jatuh di tanah yang subur. Pada
perumpamaan ini hal yang pertama diketahui adalah benihnya memiliki kualitas
yang baik. Penabur tidak memilih-milih benih. Karena kualitas benih hanya dipercayakan
ke penabur. Benih itu adalah firman. Tuhan mengajarkan firman dan itulah benih
yang baik dan berasal dari Tuhan yang
nantinya menghasilkan yang baik. Penaburnya juga sama. Penabur yang sama, benih
yang baik tetapi menghasilkan buah yang berbeda. Yang menjadi persoalan ialah
tanah yang berbeda. Ada bebatuan, ada tanah yang subur dan ada yang tidak punya
tanah. Tanah adalah diri kita dan Matius menjelaskan ada orang yang mendengar
dan mengerti firman. Lukas mengatakan mereka yang mendengar dan menerima (menyambut)
firman Tuhan. Itulah tanah yang subur yaitu orang yang punya kerendahan hati,
dan hati yang terbuka untuk mendengar firman Tuhan sehingga firman itu masuk ke
dalam hidupnya dan menyatu dengan dia. Hasilnya ada buah yang sesuai benihnya. Apa
yang ditabur, itulah hasilnya. Tidak mungkin menabur apel tumbuhnya pepaya atau
nanas. Apa yang ditabur, kualitas hasilnya sesuai dengan benih yang ditaburkan. Hasilnya adalah dari
benih itu hanya bentuknya berbeda. Baik Matius, Markus maupun Lukas mencatat, “Kalau
hidup ada firman, maka firman akan mengubah kita dan menghasilkan buah yang hidup
sesuai dengan firman. Bukan buah kita tetapi buah firman. Apa yang dari benih
sudah menyatu dari firman maka otomatis hidup kita akan keluar dari benih firman
itu. Itu yang mengubah hidup seseorang.
Jemaat Berea adalah suatu
jemaat yang masih baru pada waktu Rasul Paulus memberitakan Injil kepada mereka.
Alkitab mengatakan bahwa mereka percaya pada firman Tuhan. Pengertiannya sama
dengan yang dicatat oleh Lukas. Mereka percaya. Percaya artinya menyambut dan
menerima. Setelah percaya, mereka pulang ke rumah, meyelidiki firman dan hidup
buat di dalam firman. Saat ada penganiayaan mereka tidak pernah takut karena
firman meneguhkan hati mereka. Jemaat Tesalonika juga seperti itu. Rasul Paulus
3 minggu berturut-turut berkhotbah pada mereka. Mereka menyambut firman Tuhan dengan
sukacita. I Tes 2:13 Dan karena itulah kami tidak putus-putusnya
mengucap syukur juga kepada Allah, sebab kamu telah menerima firman Allah yang
kami beritakan itu, bukan sebagai perkataan manusia, tetapi — dan
memang sungguh-sungguh demikian — sebagai firman Allah, yang
bekerja juga di dalam kamu yang percaya. Apa yang terjadi? Di tengah jemaat
Tesalonika, setelah 3 minggu mereka menerima firman Tuhan dan belum dibaptis,
belum menjadi pengurus gereja dan menjadi pemberita firman. tetapi hidup mereka berdiri teguh dengan
firman Tuhan walau ada penganiayaan. Rasul Paulus mengatakan bahwa firman dikerjakan
oleh Roh Kudus di tengah-tengah penindasan yang kamu alami. Yang membuat orang tahan
uji, karena kehadiran Roh Kudus dan
firman dalam hati kita. Membuat hidup kita bukan lagi si aku yang hidup tetapi Kristus
yang telah berkuasa dalam hidup saya. Itulah hidup yang diubahkan oleh firman Tuhan.
Kolose 3:16 Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya
di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang
akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian
rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu. Rasul Paulus mengatakan,”Perkatan
Kristus adalah rhema. Banyak orang Kristen salah mengerti tentang rhema. Rhema adalah
firman yang tertulis dan dihidupi oleh Roh Kudus dan firman itu menjadi
milikku. Banyak orang yang berdoa dan bermimpi lalu Tuhan berbicara kepadanya
dan itu dikatakan sebagai rhema. Itu bis amenyesatkan. Mimpi itu sesuatu yang
bersifat subjektif yang tidak bertanggung jawab terhadap keyakinan mereka bahwa
Tuhan berbicara kepada mereka. Rhema kuasa firman yang bekerja menghidupkan firman
yang tertulis dan firman itu bukan firman yang di memimpin dan luar hidup saya
tetapi bergabung dan menyatu dengan hidup saya. Pada waktu orang memiliki
firman , orang tersebut memiliki iman. Waktu orang memiliki firman maka orang
itu memiliki sukacita dan harapan yang ada di dalam Kristus. Firman merupakan segalanya
dalam hidup kita. Oleh karena itu Rasul Paulus mengatakan firman itu berdiam
dan berdiam itu bukan pasif tetapi
menguasai kita. Berdiam itu bukan sesuatu yang hanya menduduki suatu tempat
tetapi tidak punya pengaruh. Berdiam berarti firman berotoritas dan tertuang
dalam hidup kita sehingga hidup kita berubah. Seringkal kita menjadikan Tuhan
Yesus sebagai hamba dan bukan tuan. Kita menghendaki Tuhan Yesus melakukan
sesuatu (apa) yang kita mau , jadi Tuhan Yesus itu seorang hamba. “Tuhan Yesus
aku mau ujian besok tetapi tidak mempersiapkan dengan baik, Tuhan Yesus
tolongalah.” Kalau tidak mau tolong lalu ngambek. “Tuhan saya mau usaha. Tuhan Yesus
tolong buat aku berhasil.” Tuhan Yesus menjadi hamba untuk memenuhi apa yang
kita kehendaki. Kita tidak boleh memerintah Tuhan Yesus, karena firmanitu berdiam dalam hati, Firman mengambil tempat dan
menguasai hati. Firman itu mengembalikan segala kemuliaan kepada Tuhan. Dengan
kehadiran firman itu maka hidup kita bukan lagi sebagai tuan melainkan firmanTuhan.
Kehadiran firman membuat kita menyangkal diri dan memikul salib. Yang
mengendalikan saya adalah firman Tuhan yang
mengubah saya.
Kesukaanku adalah Firman Tuhan
Pada dasarnya hati kita tidak suka pada firman. Pada
dasarnya human nature kita tidak pernah
mau mencintai firman Tuhan. Apa yang dikehendaki oleh Tuhan selalu berlawanan
dengan apa yang kita kehendaki dan apa
yang dipikirkan Tuhan berlawanan dengan apa yang kita pikirkan, kita tidak
pernah mencintai Tuhan kecuali Roh Kudus bekerja dalam hati kita. Pemazmur pada
Maz 1 berkata, “Kesukaanku adalah firman Tuhan dan merenungkannya siang dan malam”.
Itu adalah manusia baru. Hidup manusia baru yang sudah memiliki firman , maka
hidupnya dipimpin firman Tuhan. Yang menciptakan kerinduan hati dan pikiran yang dikuasai oleh firman Tuhan. Itu
baru manusia baru. Manusia lama menghendaki hidup kita menurut daging, menurut
manusia dan tidak pernah suka pada firman Tuhan. Untuk mengevaluasi jemaat
bertumbah di dalam firman Tuhan atau tidak, yaitu sampai seberapa jauh mereka
merindukan, mencintai dan hidup dalam firman Tuhan. Setiap pagi bangun , yang
dipikirkan seberapa banyak untung yang didapat. Itu pikiran masih duniawi,
walau kita memang perlu uang untuk hidup. Saat bangun pagi kita sibuk dengan HP
dan SMS dsbnya dan tidak pernah ingat bahwa hidup kita setiap hari membutuhkan firman
Tuhan. Kita mengutamakan HP dalam hidup kita atau yang lainnya dan bukan firman
Tuhan. Kalau firman di dalam hati, firman itu akan mendorong kita mencintai
Tuhan
Lihat perumpamaan Tuhan
Yesus kepada dua anak yang dipanggil papanya untuk berkeja. Anak yang pertama, “Anakku
ke mari. Pergi kerja di ladangku” yang dijawab, “Iya Papa” tapi ia tidak pergi.
Ia tahu secara rasional apa yang diperintahkan oleh papanya. Secara fenomena , di
luarnya saja dia taat tetapi dalam kehendaknya dia menolak apa yang
diperintahkan papanya. Artinya perkataan papanya hanya berhenti di otak tetapi
tidak turun ke hatinya sehingga ia tidak pergi
sesuai perkataan papanya tetapi sesuai kehendaknya sendiri. Absennya firman
Tuhan dalam hidup kita menyebabkan manusia hidup menurut apa yang kita kehendaki
, bukan apa yang Tuhan hendaki. Banyak orang yang hanya mengerti firman di
dalam wilayah otak bukan di wilayah hidup. Ada majelis yang terpilih bertahan-tahun. Ia aktif di pelayanan misi. Kalau
mendengar dia bicara tentang misi dan pekerjaan misi pendeta pun kalah. Ia begitu
rohani. Suatu saat, saya baru tahu. Sebagai pemborong, cara ia mendirikan rumah
sangat duniawi. Apa yang dijanjikan tidak pernah dipenuhi. Apa yang dituntut
tidak mau. Yang dicari adalah uang. Yang dilakukan tidak beres. Orang bilang, “Urusan
dengan orang ini sekali untuk selama-lamanya.” Berbicara dengan orang ini
seperti bicara dengan patung. Tetapi pikiran terhadap misi luar biasa, kebenaran
firman Tuhan tidak masuk ke dalam hidupnya. Ini anak yang pertama. Anak yang
kedua. Di luar sepertinya kurang ajar tetapi di dalam terjadi perubahan. Papanya
kasih perintah, “Anakku pergi ke ladangku.” Di luar ia menolak dan tidak mau.
Pikirannya tahu apa yang diberikan papanya, tapi ia tidak mau dan tinggalkan
papanya. Sesuai dengan apa yang ia mau juga seperti anak pertama. Tetapi di
tengah jalan anak itu menyesal dan pergi sesuai dengan perintah papanya. Saya
yakin anak yang kedua ini menerima
papanya menolak dan kemudian perintah papanya terbawa terus dalam hidupnya.
Waktu ia meninggalkan papanya, ia bergumul dan suatu saat ia mengatakan bahwa ia
keliru, perintah papanya benar, ia menaklukan dirinya tidak lagi mengikuti
kehendaknya tetapi mengikut kehendak papanya, ia menyesal dan pergi. Terjadi
suatu proses yaitu perkataan papanya masuk dalam pikirannya, digumulkan dan dihidupi
terus menerus lalu masuk ke dalam kehendaknya dan mengubah kehendak itu. Artinya
orang yang menerima firman itu, menyambut firman itu dan hidupnya diubah oleh firman
Tuhan. Seringkali kita menganggap bahwa firman Tuhan perintah yang sulit sekali
dihidupi. Sulit kalau firman itu diluar diri kita. Gampang bila firman itu
dalam hati kita. Musa berkata, “Jangan kau pikir firman itu di gunung sehingga engkau
mencapainya,jangan pikir firman itu di laut dalam sehingga engkau coba untuk menyelaminya.
Tidak! Firman Tuhan bukan sesuatu standar yang telarlu tinggi sehingga kita
harus memanjatnya dengan kekuatan kita. Firman Tuhan itu dekat di mulutmu dan hatimu,
artinya firman itu bergabung dengan dirimu. Jika firman bersatu dengan hidup saya
akan menghasilkan buah walau di tengah pergumulan yang berat.
Ada sepasang pemuda-pemudi
yang sedang jatuh cinta. Sang pemuda berkata ingin mengunjungi sang pemudi setiap
hari. Mengirim pesan untuk mengingatkan pasangannya untuk melakukan sesuatu
yang positif. Walaupun tinggalnya jauh sekali di Jakarta Selatan, ia naik motor
ke tempatnya walau hujan besar sekalipun. Yang penting bisa bertemu. Mengapa?
Karena dalam hati ada cinta. Kalau hati ada cinta jarak tidak jadi masalah.
Tetapi kalau dalam hati tidak ada cinta maka tetangga pun tidak dikunjungi. Jangankan
ada banjir, walaupun cuaca yang baikpun tidak dikunjungi. Karena tidak ada
cinta dalam hati. Kalau cinta ada dalam diri kita, maka kita akan hidupi. Orang
yang jatuh cinta tidak sulit memberikan sesuatu pada orang yang dicintainya.
Tidak terlalu sulit untuk menyenangkan orang yang dicintai dan berkorban untuk
memberikan ke orang yang dicintainya. Karena cinta hidupnya berubah. Demikain
juga firman Tuhan , firman itu dekat dengan kita. Seberapa dekat? Karena firman
menyatu dan hidup dalam diri kita.
Dalam suatu group bible study saya sharing. Minggu itu saya juga berkhotbah di gereja
itu dan hari Rabunya ada beberapa orang berkata, “Pak Jonathan, minggu itu khotbahnya
luar biasa baiknya tetapi sulit pak melakukannya. Hidup kita masih jauh. Apa
yang Pak Jonathan katakan bagus sekali tetapi tidak bisa saya melakukannya.”
Persoalannya dimana?” Di dalam hati. Memang
ada tuntutan firman Tuhan yang belum sampai dalam hidup kita. Tetapi kita terus
bergumul yaitu bagaimana kita menundukkan hati kita di bawah otoritas firman
dan kita belajar hidup dikuasai oleh Firman Tuhan. Waktu sebagai dosen di STTA,
pagi hari saya sampai kantor , seorang siswi datang dan menangis, “Pak , saya
hari ini saat teduh tentang mengasihi sesama. Baru selesai saat teduh, saya ke
dapur , makan, cuci piring, lalu berantem dengan teman. Dia berkata saya benar
dia yang salah dan sebaliknya. Dia dan saya saling menyalahkan. Pikirannya
ingat firman Tuhan untuk saling
mengasihi. Tetapi baru baca firman Tuhan, saya sudah berantem dengan teman saya.
Saya berdosa dan salah. Saya harus bagaimana Pak?” Saya tahu orang ini sudah
berubah. Saya berkata, “Kamu tahu apa yang harus kamu perbuat.” Saya bertanya
balik, “Kira-kira kamu mau berbuat apa?” Dia berkata, “Nanti saya akan pergi
untuk meminta maaf kepadanya. Tanpa mempercakapkan siapa yang salah.” Saya
berkata,”Lalukan!” Siangnya dia balik dan berkata,”Saat istirahat saya bertemu
teman saya. Saya hampiri dia sendirian. Dia takut, dia pikir saya mau pukul dia.
Saya minta maaf dan dia pun minta maaf lalu kami pelukan dan baikan kembali dan
kami menjadi teman kembali. Itulah sukacita yang ada di dalam hati saya.” Itulah
kita belajar firman Tuhan, kita mengasihi tidak pernah sempurna, tetapi melalui
ketidaksempurnaan kita belajar mencapai kesempurnaan kasi itu . Untuk melakukan
dan hidup dalam firman Tuhan perlu pergumulan , perjuangan dan meletakkan ego kita
dan meletakkan otoritas firman Tuhan di atas segalanya walaupun itu sulit.
Penutup
Biasanya bapak pernah bertengkar
dengan istrinya. Hari ini bertengkar dan keesokan harinya baik kembali. Pendeta
yang paling rohani pun pernah bertengkar dengan istrinya. Kecuali ia menjadi
malaikat yang tidak berkeluarga. Siapapun pernah bermasalah dengan itu tetapi
tidak terus bermasalah. Tetapi saat bermasalah kita selesaikan dengan baik. Suatu
saat di kebaktian doa, istri saya duduk di samping saya. Di tengah kebaktian
doa, saya ambil catatan saya dan mencatatnya. Dia tidak tahu saya mencatat apa
dan merasa tidak enak terhadap saya. Saya tidak tahu istri saya tidak enak terhadap
saya. Malamnya, ia berkata, Kamu tadi pagi kamu mencatat-catat. Itu menganggu hati
saya dan kamu sebagai pendeta mengganggu orang lain semuanya.” Saya menjawab,”Sebagai
pendeta saya hanya duduk tenang mendengarkan, tidak boleh catat sesuatu ? Saya
mencatat firman Tuhan. Waktu teringat sesuatu saya mencatatnya karena saya
takut lupa setelah bertemu banyak orang. Sesuatu yang nanti saya pelajari lagi.
Saya tidak mencatat yang lain. Apa yang dikhotbahkan boleh saya catat. Bahkan mungkin
lebih jauh ,mencatat apa yang saya pikirkan lebih jauh lagi. Saya tidak merasa
bersalah walaupun mereka melihat saya mencatat.
Tidak apa-apa. Tuhan yang tahu hati saya kan?” Istri berkata,”Kamu tidak
boleh begitu. Kamu salah.” Saya membalas,”Tidak.” “Kamu yang salah” kata istri
saya. Saya membalas,”Ya tidak. Pokoknya tidak. Kamu yang salah. Hati nuranimu
menjadi lemah untuk hal seperti itu hatimu menjadi tersandung.” Usai argumentasi
saya naik ke loteng dan tidur. Sebenarnya mau doa bersama tetapi tidak jadi. Saya
tidur di atas. Istri saya tidur di bawah. Karena anak tidur di bawah jadi saya tidak
bangunkan lagi. Dengan hati yang tenang dan sombong saya naik ke atas loteng.
Lalu saya berlutut dan berdoa. Dalam hati saya mulai ajukan pertanyaan dalam
hati,”Mengapa kamu merasa dirimu benar? Kamu benar dan istrimu salah? Ya.
Mungkin dia tidak mengerti. Argumentasi terus.” Dalam hati saya mengatakan, “Seandainya
kamu benar, kamu melukai hati istrimu. Itu pun sudah tidak benar” Saya menangis.
Saya ingat Matius 6. Bila kamu merasa bersalah pada seseorang maka datanglah
kepadanya untuk damai. Waktu itu saya sangat susah sekali karena telah melukai
hati istri saya. Saya turun ke bawah selesai doa ternyata istri saya sudah
tidur. Besok pagi , saya turun dan pertama kali minta maaf dan istri saya juga minta
maaf, tidak bicara lagi siapa yang salah atau benar. Tidak bicara bahwa saya sebagai
kepala keluarga, ego saya lebih tinggi dan istri saya harus minta maaf. Tidak Saya
belajar mengasihi dan dia pun juga. Kami pelukan dan baikan kembali. Lain
kali melihat istri, kalau di gereja saya
tidak mau membuat catatan lagi. Saat dia ada di samping saya, kalau terpaksa mau
catat saya bilang ke dia, “Saya mau mencatat ya?” Ia pun menjawab,”Oh iya
silahkan”. Belajar mengasihi karena fiman Tuhan. Kalau ego saya tinggi sekali
di dalam hati saya, saya benar dan istri salah, maka saya akan menunggu istri saya
untuk minta maaf. Itu namanya saya jadi raja. Saya selalu benar dan kamu salah
kan? Saya selalu benar dan kamu selalu salah. Pengetahuan saya begitu banyak
dan kamu kurang. Hidup seperti ini bukan cinta kasih dari Tuhan. Melalui firman Tuhan menguasai hidup
seseorang. Jikalau hati kita ada firman Tuhan maka kita akan kembali hidup oleh
firman Tuhan. Back to the Bible. Jika
hati kita ada firman, kita belajar hidup menghasilkan buah firman bukan aku,
tetapi buah yang mendatangkan kesukaan bagi Tuhan. Karena kuasa firman Tuhan
bekerja. Apakah selama ini ke gereja, ada firman Tuhan yang telah mengubah
hidup kita? Atau firman Tuhan ada di otak saja? Apakah firman yang kita dengar itu
dihimpit oleh berbagai hal tipu daya, kekayaan dan segala sesuatu dari dunia
ini sehingga kita mengabaikan keutamaan firman dalam hidup kita. Apakah kita
menyambut firman Tuhan itu hanya di luar saja? Sehingga firman tidak berakar. Sehingga
saat kesusahan datang kita cepat meninggalkan gereja dan persekutuan orang
kudus. Terkadang lihat di gereja jemaat pendiriannya cepat berubah. Kalau pendeta
tidak membesuknya, marah-marah dan tidak ke gereja. Pendeta lupa menyalaminya lalu
ia mengambek. Itu belum dianiaya. Kalau di gereja , orang ngomong sesuatu lalu
hatinya tersinggung, sakit hatinya 10 tahun. Orang yang membuat sakit hati tersinggung
pun tidak tahu. Persoalan bukan orang lain tapi diri kita. Memang ada orang
yang sengaja membuat orang lain hidupnya susah tetapi hatinya tetap baik kepada
orang yang membuatnya susah. Karena hatinya yang menentukan kualitas hidupnya.
Jikalau ada firman , firman itu berotoritas, berkuasa dan kita hidup oleh
firman, ke gereja baru indah karena kuasa firman mengubahkan hidup kita. Amin.
No comments:
Post a Comment