Ev. Susan Maqdalena Kwok
Maz 90:12 Ajarlah kami menghitung hari-hari kami
sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.
Pendahuluan
Hidup yang berarti adalah bila
hidup kita bebas dari dosa. Tetapi apakah kita bisa menjalani hidup sehari-hari
tanpa berbuat dosa? Kita bisa tidak berbuat dosa, namun kadang kala kita jatuh
dalam dosa walaupun kita tidak harus berbuat dosa. Maz 90:11 mengatakan Siapakah
yang mengenal kekuatan murka-Mu dan takut kepada gemas-Mu? Nabi Musa
mengatakan bahwa Allah itu adalah Allah yang bisa membinasakan, memperlihatkan
kegeramanNya dan menindas. Ia melakukan itu bukan karena Allah jahat, namun karena
manusia hidup sehari-hari dalam kubangan dosa. Hidup dalam dosa itu yang
membuat Allah menindas manusia agar manusia tidak berbuat dosa. Mazmur 90
merupakan ayat berupa doa dari Nabi Musa (bukan oleh Raja Daud seperti pada
banyak ayat dalam kitab Mazmur). Memang tidak jelas dalam konteks apa Nabi Musa
berdoa seperti ini. Tetapi banyak kata-kata indah dan pengajaran yang baik yang
diajarkan Musa pada ujung hidupnya (saat usianya tidak lagi muda) di antaranya yang menjadi
tema pada hari ini.
Tuhan Membuka Pintu Kesempatan
Saya
mengenal dua orang teman yang sangat dekat. Kami bersama-sama mengikuti persekutuan
Sekolah Minggu, remaja, pemuda lalu berpencar karena masing-masing punya arah
jalan sendiri. Teman yang pertama sama-sama masuk ke sekolah teologia sesuai
panggilan. Sedangkan teman yang kedua tidak jadi masuk sekolah teologia, padahal
di antara kami bertiga, dialah yang paling dulu menyatakan keinginannya untuk
menjadi hamba Tuhan karena usianya paling besar. Ia menceritakan hal itu kepada
kami sebagai adik rohani tetapi akhirnya ia yang tidak menjadi hamba Tuhan. Memang
tidak salah tidak menjadi hamba Tuhan, yang salah kalau seseorang sudah
memiliki panggilan jelas sebagai seorang hamba Tuhan tetapi lari dari panggilan
itu. Tidak semua orang dipanggil menjadi hamba Tuhan. Saat Tuhan membuka pintu seseorang
untuk menjadi hamba Tuhan, tetapi orang itu yang menutup pintunya maka besar
kemungkinan pintu itu tidak akan terbuka lagi (walau mungkin saja, Tuhan
membukanya kembali). Sahabat saya yang satu ini bekerja, menikah duluan dan
punya anak. Ia menikah dengan orang yang latar belakang kehidupannya tidak
jelas. Waktu pertama kali diperkenalkan saya merasa heran. Suaminya memiliki rambut
yang gondrong, kumis tebal, bertato dan memakai kaos tanpa lengan. Dalam hati
saya bertanya-tanya, “Mengapa ia menikah dengan orang seperti ini yang
menyeramkan?” Setelah bertahun-tahun lewat ,suatu kali ia pernah menyatakan ke
teman yang satu lagi bahwa ia menyesal mengapa dulu tidak masuk sekolah teologia
dan melayani Tuhan. Saya tidak jelas seberapa dalam penyesalannya. Sampai hari
ini usia kami tidak muda lagi. Saya merasa pintu kesempatan untuknya masih
belum terbuka. Kalaupun nanti terbuka, ia harus meminta ijin ke suami dan
anak-anaknya kalau ia mau menjadi hamba Tuhan.
Contoh
kedua. Ada seorang pemuda yang diberi kesempatan untuk mendapat pekerjaan yang
luar biasa oleh Tuhan, walaupun pendidikan akademisnya biasa saja. Ia seorang pekerja
ulet dan akhirnya masuk ke sebuah bank. Di sana kedudukan dan karirnya merayap perlahan-lahan.
3-4 tahun kemudian ia mencapai kedudukan yang sangat baik. Ia seorang pemuda
yang tampan dan memiliki posisi dalam pekerjaan yang baik, wanita mana yang
tidak mau? Sayangnya pintu kesempatan yang diberikan Tuhan tidak dipelihara malah
ia metutupi sendiri. Ternyata walaupun sudah punya kedudukan yang tinggi dan bergaji
besar, ia tidak merasa puas. Dengan kelihaiannya ia mengambil uang nasabah. Awalnya tidak ada yang tahu. Hal itu berjalan
2 tahun dan sudah banyak uang yang diambilnya. Tetapi sepandai-pandainya tupai
meloncat akhirnya jatuh juga. Perbuatannya diketahui oleh pimpinannya dan ia
pun harus membayar uang yang telah diambilnya dengan mencicil. Rupanya ia
diam-diam suka bermain judi. Ternyata bukan itu saja perbuatannya. Surat rumah milik
mama dan cicinya , ia masukkan ke bank lain sebagai jaminan untuk meminjam uang
yang kemudian ia gunakan untuk berjudi. Ia tidak bisa membayar pinjaman
tersebut, sehingga akhirnya ia melarikan diri dari utang dan kejaran penagih
utang. Lalu ia mencoba bekerja apa
adanya. Ia mulai jadi penjaga air gallon isi ulang. Setahun dua tahun kemudian,
ia mau berusaha sendiri tetapi tidak
punya modal. Lalu dengan modal seadanya ia belajar membuat donat walaupun
sebelumnya tidak pernah masak. Ia menitip donut tersebut di kampong dan warung
kecil. Uang yang dihasilkan sedikit dan pekerjaannya melelahkan, namun mau
tidak mau harus ia lakukan. Sekarang sudah tahun ke-17 sejak ketahuan dan kondisinya
tidak pernah pulih Belum ada kesempatan untuk mendapat pekerjaan yang baik.
Tuhan seringkali membuka
pintu tapi banyak orang yang menutupnya. Kalau hal ini terjadi, jangan memaksa Tuhan
untuk membukanya kembali. Proses hidupnya kemudian dijalani tanpa arti. Hidupnya
dijalani dengan sembrono dan tidak berhati-hati. Ada yang hidupnya terlalu
kuatir sampai menutup mata imannya. Hidup dijalani dan menganggap kesempatan
selalu ada. Ia tidak menghargai apa yang ada di depan mata. Kesempatan hari ini
ditinggalkan padahal kita tidak tahu apa masih ada kesempatan lagi. Pada Mazmur 90:12 Musa berdoa, Ajarlah kami menghitung hari-hari kami
sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.
Ajaran Hidup yang Berharga
Pada
Maz 90:12 Nabi Musa berdoa agar Tuhan mengajarinya. Nabi Musa memposisikan diri
seperti murid yang tidak tahu apa-apa. Ia sangat rendah hati. Ketika ia
dijahati lewat persekongkolan oleh Harun dan Miryam (kakak-kakaknya) yang iri
hati dengan kedudukannya, ia tidak membalas. Ia sangat lembut. Saat itu, tidak
ada orang Israel yang tidak mengenal Musa. Tetapi dalam kedudukan yang demikian,
ia mengajak umat Israel untuk memposisikan diri dalam posisi yang rendah dan
berkata,”Guru ajarlah kami” yang berarti Guru tunjukkanlah kami, perlihatkanlah
kepada kami, arahkan jalan kami dalam konteks firman Tuhan. Hal ini bertujuan
seperti yang tertulis pada Mazmur 1:1-3 Berbahagialah
orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di
jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang
kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.
Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi
aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu
daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil. Amsal 13:13 Siapa
meremehkan firman, ia akan menanggung akibatnya, tetapi siapa taat kepada perintah,
akan menerima balasan. Celakalah orang yang meremehkan firman Tuhan. Dalam
perjalanan hidupnya sampai akhirnya, Nabi Musa tahu fungsi firman Tuhan. Ia
tahu apa artinya firman Tuhan sehingga ia ingin terus diajar oleh firman Tuhan.
Hari ini banyak orang Kristen meremehkan firman Tuhan.
Seharusnya
sebagai orang Kristen kita berkata, “Ajarlah kami dengan firmanMu” atau “Tunjukkan
kepada saya, apa isi hatiMu” atau “Perlihatkanlah pada saya apa mauMu, ya Tuhan”.
Mungkin pada tahun 2015 kita jarang belajar atau kita memimpin diri sendiri dan
tidak meminta Tuhan untuk mengarahkan. Mungkin kita bisa melewati tahun 2015,
tetapi apakah kita melewati dengan kualitas ala kadarnya? Apakah kita melewatinya
penuh dengan semangat juang atau melewatinya dengan banyak keluhan dan frustasi?
Apakah kita melewati tahun 2015 dengan negative
thinking dan curiga satu dengan lain?
Menghitung Hari
Ajarlah kami menghitung hari-hari kami
sedemikian berarti mengajar kami menghitung
hari-hari kami dengan teliti. Apa maksudnya menghitung hari? Hal ini tentu bukan
sekedar merobek kalender seperti dilakukan pada zaman dulu. Menghitung hari
artinya mengevaluasi seluruh yang sudah dilakukan, yang sedang dan bahkan yang
akan dilakukan. Serta mengintropeksi ke dalam hati , “Motivasi dan pikiran saya
ini seperti apa?” Yang sudah baik, mari kita lakukan dengan semakin baik.
Jangan seperti keledai yang jatuh ke lubang yang sama berkali-kali karena tidak
pandai menghitung hari. Sudah tahu kesalahan, kegagalan dan kekurangannya tetapi
tetap dilakukan atau tidak mau berubah. Orang yang menghitung hari selalu
menghitung apa yang sudah, sedang dan akan dilakukan. Bila dalam melaksanakan sesuatu
belum dengan yang terbaik, kurang sabar dan kurang hikmat dari Tuhan maa semua kekurangan
di 2015 perlu diteliti dan diperhatikan. Kita seringkali pintar menghitung uang
tetapi gagal menghitung hari. Kita bisa menghitung pekerjaan, keluarga dan
pelayanan orang lain tetapi gagal menghitung diri sendiri. Pada tahun 2016
seharusnya mimpinya melakukan dengan lebih baik. Mimpi tinggal mimpi kalau kita
gagal menghitung hari. Mari melihat mengapa kita gagal? Banyak hal yang bisa
kita lakukan.
Saat booming batu akik, seorang saudara saya
memperkirakan bahwa orang bisa kaya karena batu akik. Setelah 1-2 minggu, ia pun
beralih ke batu akik. Awalnya saya pikir itu hanya sekedar hobi. Namun mereka berdua
suami-istri tergiur dengan usaha batu akik sehingga mereka mengundurkan diri
dari pekerjaan dan menggeluti batu akik. Tetapi bisnis batu akik hanya meledak sebentar.
Akibatnya terlalu banyak uang yang diinvestasikan dalam batu akik. Anak-anaknya
ada 4 orang yang masih harus dihidupi dan semuanya butuh dana padahal dananya
sudah menjadi batu akik. Ini kegagalan di tahun 2015 karena tidak pandai
menghitung hari. Pikiran bodoh saya, “Mengapa keduanya keluar dari pekerjaan?
Mereka kan punya keluarga dan anak.” Mereka tidak pandai menghitung hari. Hidup
mereka boros, pergi jalan ke sana ke mari untuk menikmati pemandangan dan makan
enak setelah itu tidak ada apa-apanya.
Hidup seperti itu tidak menghitung hari. Kalau usaha baru mulai , kalau perlu
makan nasi dengan lauk sederhana. Jangan tiap hari makan steak karena anggaran
rumah tangga akan ‘jebol’ kalau tidak menghitung hari. Nabi Musa mengajar kita untuk
menghitung hari. Pdt Andar Ismail (penulis buku berseri “Selamat”) menulis tentang
Musa. Selama 40 tahun pertama ia hidup dalam kemewahan orang Mesir dan menempuh
pendidikan orang Mesir yang tinggi. Ia memiliki segalanya. Ia tenar , kaya dan
pintar. Drama 40 tahun pertama kehidupan Nabi Musa dikatakan “Aku Bisa” karena ia punya uang, kedudukan dan backing yang tinggi. Dengan banyak uang,
orang merasa bisa melakukan banyak hal dan mencoba mengatasi dengan cara
sendiri. Ia membunuh orang Mesir dan menyembunyikan mayatnya. Ia berpikir bahwa
ia bisa karena ia adalah seorang anak angkat raja. Namun ternyata tidak bisa
dan ia pun diburu oleh bangsa Mesir. Sampai pada 40 tahun kedua , ia dibawa ke
padang gurun dan menjadi peternak. Ia hidup sederhana. 40 tahun tersebut, ia seperti
orang yang tidak pandai bicara. Karena Tuhan mengutusnya balik ke Mesir ia
berkata, “Tuhan ajarlah aku.” Tuhan membentuk Musa dari orang yang bisa bicara menjadi
tidak bisa bicara, orang yang punya harta menjadi tidak berharta. Ia berkata, “Aku
tidak bisa Tuhan” dan “Aku takut, Tuhan”. Dulu Musa tidak pernah takut dan
sekarang ia menjadi takut. Tetapi 40 tahun berikutnya sesudah ia memimpin
bangsa Israel. Ternyata bisa! Jadi pertama kali (40 tahun pertama) ia berkata,”Aku
bisa. Aku bisa memimpin dan mengelola” Saat diproses, ia harus mengakui “Aku
tidak bisa”. Kalau kita mengaku selalu bisa maka kita tidak bisa melihat Tuhan.
Kadang-kala Dia mengijinkan kita untuk mengalami putus
asa. Seorang pengusaha Indonesia suatu kali pergi ke India. Ia kagum melihat di
sana serat talinya ternyata sangat erat. Akhirnya ia membeli tanah yang luas
dan menanaminya. Saat panen diolah menjadi tali serat lalu dipakai untuk
mengikat, tetapi ia mendapati sesuatu yang luar biasa : tali seratnya tidak
kuat alias gampang putus. Ia coba mengolahnya lagi tetapi tetap rapuh. Akhirnya
ia balik ke Indonesia dan mencoba mencari tahu apa penyebabnya. Dari proses
menanam, penguasaha ini akhirnya tahu penyebab tali seratnya rapuh. Rupanya tanah
tempat tumbuhnya “enak” untuk bertumbuh. Tanahnya digemburkan dan diberi pupuk
sehingga “enak’ untuk tanaman bertumbuh. Seharusnya dibiarkan agar tanaman itu berjuang
terus untuk menancapkan akarnya sehingga berguna untuk menjalankan tugas yang
berat. Kadang kita menolak hal yang berat dalam kehidupan. Kita ingin dijauhkan
dari hidup yang berat. Tetapi Nabi Musa “digodok” 40 tahun sehingga ia tidak
mencaci maki Tuhan saat membawa keluar orang Israel dari Mesir walaupun ia
tidak bisa masuk ke tanah perjanjian. Hal itu karena Tuhan sudah membentuknya. Kita
pun bisa memperoleh hati yang bijaksana seperti yang tertulis pada Mat 7:24-27.
"Setiap orang yang mendengar
perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang
mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir,
lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di
atas batu. Tetapi setiap orang yang
mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang
bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir,
lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah
kerusakannya." Orang yang punya hati bijaksana adalah orang yang
mendengarkan dan menjalankan firman Tuhan. Orang yang bodoh mendengar tapi
tidak melakukan. Mendengar firman Tuhan baik di gereja, KKR, radio, televisi ataupun
media social lainnya. Bedanya terletak pada “melakukannya atau tidak”. Bagaimana
dengan kita di tahun 2015 sebagai pribadi yang harus bertanggung jawab pada
Tuhan? Apakah kita sudah melakukan pekerjaan dan pelayanan dengan baik sebagai
majelis , siswa atau apa pun. Biarlah kita selalu minta diajar Tuhan dan
firmanNya, menghitung hati yang bijaksana dan melakukan firman Tuhan. Jangan
hidup disia-siakan. Tetiti dan hati-hati dalam menjalani hidup ini supaya tidak
menyesal.
Kesaksian Pdt. Paulus Daun yang menceritakan kisah
dari salah satu anggota jemaatnya. Beberapa kali ia meminta jemaat tersebut untuk
melayani, tetapi selalu ditampik dengan berbagai alasan. Setelah lewat bertahun-tahun,
ia pun terkena penyakit parah dan hampir stroke. Setelah itu ia baru berkata, “Sekarang
saya ingin melayani”. Pendeta Paulus berkata, “Kamu tidak bisa berbicara dan
berjalan dengan baik. Kesehatan, penglihatan dan pendengaran sudah menurun. Lalu
sekarang masih melakukan apa? Sekarang engkau mau pelayanan apa?” Akhirnya Pdt.
Paulus berkata, “Pulanglah, kau bisa pelayanan.” Pdt. Paulus berharap orang ini
bersyukur diberi kesempatan melayani dengan doa. Jangan ada orang yang meremehkan
pelayanan ini dan berkata kurang keren dan tidak terlihat (kalau berdoa di belakang
layar tidak ada yang memujinya).
No comments:
Post a Comment