Ev.
Charlotte
Maz
127:1-5
1 Nyanyian ziarah Salomo. Jikalau bukan TUHAN
yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan TUHAN
yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga.
2 Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan
duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah
— sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur.
3 Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik
pusaka dari pada TUHAN, dan buah kandungan adalah suatu upah.
4 Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan,
demikianlah anak-anak pada masa muda.
5 Berbahagialah orang yang telah membuat penuh
tabung panahnya dengan semuanya itu. Ia tidak akan mendapat malu, apabila ia
berbicara dengan musuh-musuh di pintu gerbang.
Ibrani
12:5-11
5 Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang
berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: "Hai anakku, janganlah
anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau
diperingatkan-Nya;
6 karena Tuhan menghajar orang yang
dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak."
7 Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah
memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar
oleh ayahnya?
8 Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran,
yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak
gampang.
9 Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya
kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita
harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup?
10 Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang
pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita
untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya.
11 Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia
diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia
menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih
olehnya.
Pendahuluan
Apa yang menjadi tujuan kita ketika menjadi orang tua
atau saat diberi kepercayaan berupa anak-anak yang merupakan kepunyaan Tuhan untuk menjadi
anak didik kita?
Orang Singapore mengajarkan kepada anaknya untuk
menjadi sukses. Hal yang paling penting adalah harus memiliki sertifikat (lulus pendidikan
tinggi). Setelah itu sang anak akan mendapat ,
-
5 ‘C’ lainnya yakni : Career (karir), Cash
(uang), Car (kendaraan), Condominium (tempat tinggal) , Credit card (kartu kredit). Seolah-olah dengan
memiliki kartu kredit bisa memiliki apa saja yang diinginkan. Padahal kartu
kredit itu adalah hutang. Makin banyak memiliki kartu kredit, berarti semakin
banyak memiliki utang.
-
5 ‘C’ apa yang mempengaruhi gaya hidupnya yakni Connectivity (koneksi, dengan pejabat) untuk menaikkan gengsi, Choices (kemungkinan/ pilihan yg banyak),
Cheek (kemerdekaan / berbuat
seenaknya), Causes (kebiasaan memberi
alasan) dan Consumer (konsumen yang
berbelanja dulu baru membayar)
Dalam
kehidupan sehari-hari, ada orang Kristen yang mengutamakan materi di atas
segalanya. Sehingga siswa SMA harus punya motor gede, siswa SMP memiliki iphone-6
dll.
Ternyata bukan hanya orang Singapore, orang Jawa juga punya 5 ‘O’ sebagai tanda
kesuksesan yakni : garwO (istri), pusokO (kedudukan /gelar /kebangsawanan/
kesarjanaan), wismO (makin besar
rumah/tanah makin sukses) , turonggO
(tunggangan/kendaraan - makin mahal makin hebat) , kukilO (artinya burung
perkutut, dihubungkan dengan hobby yang mahal seperti golf, koleksi batu
permata, berburu lukisan/patung)
Kalau bisa, kita ingin memiliki semuanya (kalau punya
semua berarti sukses). Padahal kita diciptakan Tuhan bukan untuk having (memiliki) tapi being (berhasil sesuai definisi firman Tuhan).
Seperti Yusuf yang dijual sebagai budak ke tanah Mesir lalu dibeli oleh Firaun,
kepala pengawal raja. Ketika di rumah Potifar, Yusuf berhasil karena disertai Tuhan.
Ada pepatah yang berkata “kecil dimanja, muda foya-foya, tua kaya raya, mati
masuk surga”. Kalau bisa hidup seperti pepatah itu, kita semua tentu menginginkannya,
tetapi kenyataannya tidak begitu. Hidup tidak mungkin tanpa kesulitan. Tanpa
kesulitan seorang anak akan menjadi “anak gampang” (Ibrani 12:8) yang tidak tahan banting
sehingga begitu ada ‘angin’ pencobaan, ia akan jatuh.
Apa
yang Anda harapkan kelak dari anak-anak Anda ?
Ken Hemphill & Richard
Ross menulis buku Parenting with Kingdom
Purpose (diterbitkan tahun 2005) membagi orang tua Kristen menjadi 2 jenis :
1. Spiritually Shallow Parents (Orang tua yang
mempunyai kerohanian yang dangkal).
Bagi mereka , anak saya menjadi orang
Kristen cukup tiap minggu ke gereja, lalu pulang, hidupnya baik-baik secara
moral (dikenal orang bukan sebagai orang jahat). Cukup begitu, tidak usah
lebih.
2. Godly Parents(orang tua ilahi).
Mereka memiliki prioritas tertinggi
untuk membawa kemuliaan bagi Tuhan.
Anak-anakNya akan memuliakan Tuhan. Anak-anak ini milik Tuhan (kalau
bukan Tuhan yang kasih, tidak mungkin kita punya). Jika Tuhan menciptakan anak-anak kita, Dia
pasti punya tujuan (tdak mungkin didiamkan saja). Kalau sang anak mau jadi
dokter, Tuhan akan melengkapinya sehingga bisa menjadi dokter. Kecil
kemungkinan kalau belajar biologi, matematika dan fisika saja sulit lalu sang
anak menjadi dokter. Tapi mungkin juga bisa, kalau ia belajar dengan
sungguh-sungguh. Ada kesaksian seorang siswa belajar berkali-kali untuk lulus
ujian tapi akhirnya ia lulus juga. Jadi ia diperlengkapi dengan daya juang. Berarti
bukan sekedar kepintaran tapi mau tidak berjuang untuk kemuliaan Tuhan?
Anak saya sewaktu SMA
masuk peringkat 3 besar. Setelah lulus, ia ingin masuk fakultas kedokteran dan kami
menghendaki agar ia kuliah di Unika Atma Jaya tempat kuliah papanya. Namun ia
tidak mau masuk, karena ada temannya yang peringkatnya di bawah bisa masuk ke
sana. Ia ingin masuk ke universitas yang tidak mudah dimasuki . Karena
kesombongannya, saya berkata, “Mami berdoa kamu tidak masuk ke mana-mana!” Ternyata
benar dia tidak masuk ke mana pun! Saya berkata,”Tuhan lebih pentingkan hati
bukan kepintaranmu. Tuhan kasih kamu kepintaran, kekuatan, kesehatan tapi Dia
mau kamu persembahkan hati yang mengasihiNya dengan segenap hati, jiwa dan
kekuatan. Tetapi kalau kamu mengandalkan dirimu, celakalah kamu!’ Akhirnya ia
diterima masuk di UI jurusan arsitek. Saya bertanya, “Kapan kamu bisa suka
gambar?” Ia berkata,”Yang penting UI!” Pada akhir July, saya bertanya lagi
kepada anak saya,”Betul kamu mau menjadi arsitek? Atau kamu mau jadi dokter? Apa
itu panggilanmu? Sesuatu yang akan kamu lakukan bukan karena panggilanmu?” Anak
saya menjawab,”Jadi dokter!” Saya berkata lagi, “Tinggalin jurusan arsitek. Tujuan
kita untuk kemuliaan Allah. Menjadi apa itu yang penting! Bukan tempat kuliah!”
Akhirnya anak saya setuju masuk fakultas kedokteran. Kita pun mencari
universitasnya. Unika Atma Jaya, Trisakti dan Untar sudah menutup pendaftaran,
yang buka tinggal Ukrida. Anak saya berkilah, “Iya kali dari kecil saya masuk
ke Penabur (di bawah yayasan yang sama dengan Ukrida).” Saya berkata, “Tidak
apa-apa yang penting jadi apa yang Tuhan mau!” Akhirnya ia kuliah di sana. Ternyata
di sana, nilainya juga pas-pasan. Jadi bukan pintar tapi perlu ketekunan. Malah
ujian akhirnya ia tidak lulus sehingga membuatnya sangat terpukul. Ia berkata,
“Mami mungkin Tuhan tidak mau saya jadi
dokter!” Saya menjawab, “Kamu tidak lulus kan bisa mengulang!” Ia menjawab,”Tapi
saya merasa malas belajar lagi.” Saya membalas,”No! Kamu harus bangkit. Selesaikan
dan ujian lagi. Kalau mau bisa jadi dokter bukan karena kamu pintar. Seharusnya
kamu berprinsip jikalau bukan Tuhan yang menjadikan saya dokter, tidak mungkin
saya jadi dokter. Tuhan mau kamu katakan seperti itu. Jadi ujian lagi.” Anak
saya membalas, “Tapi kalau tidak lulus lagi, Tuhan tidak mau saya jadi Dokter!”
Saya menjawab, “Tetapi kalau tidak jadi dokter, kamu masuk SAAT!” Karena saya, suami dan 2 anak saya lainnya
kuliah di SAAT, jadi tinggal seorang lagi.
Tujuan
Orang Tua Kristen (Parents Goal)
Tujuan orang tua Kristen sebagai anak Tuhan adalah untuk memuliakan Tuhan. Bila
kita dipanggil untuk berjualan, maka berjualanlah untuk kemuliaan Tuhan. Anak
saya mencontreng semua pilihan sewaktu pendaftaran UMPTN. Saya berkata, “Kalau
kamu pilih yang kamu bisa, mengapa tidak mau jadi tukang cukur? Seharusnya bukan
seperti itu, melainkan apa yang Tuhan mau kamu jadi apa? Jadi bukan apa yang
saya mau!”
Apa
yang terjadi dengan anak saya juga dialami oleh banyak orang Singapore. Yang
penting punya sertitikat (lulus) setelah itu punya 5 C. Hanya itu yang dituju. Sedangkan
anak yang punya prioritas untuk membawa kemuliaan bagi Tuhan akan berkomitmen
terhadap diri, keluarga, harta benda untuk Kerajaan Tuhan. Semuanya kita
kembalikan kepada Tuhan. Ia akan memilih
pekerjaan/profesi, aktivitas dan relasi untuk Allah dan membawa setiap orang agar
percaya dan mengenal Tuhan. Kalau tujuannya
(goal) untuk having (memiliki keinginan
daging) maka ‘singa’ di sekeliling kita akan memasuki ke celah tersebut dan memporak-porandakan keluarga kita. Dalam peperangan
dengan iblis, bukan kepintaran yang menjadi hal utama. Di zaman post-modern sekarang
banyak terjadi kehancuran keluarga dan anak. Papa-mama (suami-istri) hancur lalu
diikuti dengan anak-anaknya. Anak-anak jadi tidak punya ayah (fatherless). Banyak anak yang tidak
jelas identitasnya. Ada anak laki-laki ikut gymn di tempat fitness dan memakai
pakaian ketat. Badannya bagus tapi jalannya gemulai seperti perempuan. Sekarang
ini peperangannya melawan LGBT (Lesbian, Gay, Bisexsual dan Transgender).
Begitu UU pernikahan pasangan sejenis disahkan di Amerika Serikat, lalu diikuti
oleh negara lain. Setelah hubungan sesama jenis diterima dan perkawinannya
dilegalkan, maka kaum pedofil menuntut hal yang sama (minta dilegalkan) karena
“Kalau kaum gay yang punya kelainan orientasi seksual diterima, mengapa kami
tidak?” Kaum pedofil ini kesukaannya anak kecil sehingga bila diterima maka
dunia tambah rusak. Sekarang ini anak-anak kita berada dalam lingkungan seperti
ini.
Seminggu lalu teman saya menelpon malam-malam karena
sudah malam akhirnya ia menelpon kembali keesokan harinya. Pagi-pagi dia sudah menelpon.
Teman saya ini memiliki anak laki-laki yang pintar dan menjadi juara berbagai
macam kejuaraan. Rupanya teman saya ini ditelepon anaknya yang berkata, “Mama,
aku gay! Please tolong terima aku apa
adanya.” Teman saya merasa ngeri sekali. Dia berkata, “Sejak itu, saya tahu
hidup saya berubah. Hampir setiap hari saya menangis. Saya tidak bisa
membayangkan seperti apa nantinya dia.” Anaknya berkata, “Jangan harap saya
bisa berubah. Dari dulu sebenarnya saya ingin sampaikan ke mama bahwa saya
tidak tertarik dengan perempuan!” Jadi jangan hanya berperang melawan kebodohan
dengan mengambil kursus ini-itu. Ada kuasa yang mau menerkam anak-anak kita dan
anak kita tidak berdaya karena tidak punya kekuatan dari Tuhan. Bagaimana untuk memiliki kekuatan dari Tuhan? Mazmur 119:9 Dengan apakah seorang muda
mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu.
Anak
sebagai Investasi ??
Kalau anak dipandang sebagai investasi, maka anak akan
jadi komoditi. Ia merupakan asset masa depan yang akhirnya menjadi unit-unit ekonomi.
Karena orang tua menanam modal, sehingga harus balik modal dan menguntungkan.
Karena biaya sekolah mahal, maka ditanya, “Mana hasilnya?” Akhirnya anak itu
dilihat dari sisi menguntungkan atau tidak. Kalau anaknya bodoh, masuk disuruh
masuk sekolah teologi saja karena gampang masuknya. Harusnya bukan seperti itu
yang dipersembahkan kepada Tuhan. Janganlah anak diangap sebagai invetasi.
Suami saya baru saja lulus S1 fakultas kedokteran (menjadi
dokter). Namun ia terkena penyakit dan dokter mengira hidupnya tinggal 5 bulan
lagi. Mamanya berkata, “Ia belum jadi apa-apa.” Kita menangkap perkataannya sebagai
“belum balik modal”. Kuliah kedokteran mahal dan tidak bisa dilakukan dengan
bekerja sekaligus (nyambi). Kalau mau lulus dan mengambil double degrees di UI biayanya Rp 1 miliar sedangkan di UPH separuhnya.
Sekarang setelah lulus, lalu mau dipanggil Tuhan. Apakah mamanya bisa berkata ,”Kalau
tahu begini jadinya, lebih baik kamu kursus komputer saja. Ini modal belum
balik.” Padahal jangan lupa, uang kuliah Rp 1 miliar juga dari Tuhan! Kita
tidak tahu hidup sampai kapan. Yang penting saat Tuhan memanggil, kita berada
di tempat yang Tuhan mau kita ada. Saat detik-detik terakhir hidup saya, kalau Tuhan memanggil ,
kita mau berada di tempat yang Tuhan mau kita berada. Itu yang Tuhan mau ketika
kita berada di dunia ini.
Anak
Investasi Siapa ?
Anak itu adalah investasi dari Pencipta, jadi Tuhan
sebagai investor. Selaku pemilik Dia punya otoritas dan tujuan pada si anak. Orang
tua dipercaya hanya sebagai ‘pengelola’. Anak (milik Tuhan) dititipkan oleh Tuhan untuk dididik dan dibimbing menjadi seperti
yang Tuhan inginkan. Jadi anak tidak pernah ganti pemilik. Ibarat saya meminjamkan
buku kepada saudara, maka saya boleh mengambilnya
sewaktu-waktu. Tidak bisa orang yang dipinjamkan berkata, “Titipannya diperpanjang
dong!”. Jadi seharusnya anak kita
dipanggil Tuhan kapan saja boleh. Kita tidak bisa berkata,”Mengapa Tuhan tidak mengambil
anak yang bodoh ini saja?” karena anak itu punya Tuhan dan Tuhan punya
otoritas. Ketika kita dititipkan anak, maka kita tidak bisa memperlakukannya
dengan seenaknya. Jadi kalau anak mau
dibanting, tanya Tuhan apakah anak itu boleh tidak dibanting? Anak-anak yang
dipercayakam Tuhan, tidak boleh diperlakukan semena-mena. Perlakukanlah mereka
sebagai titipan Tuhan. Tanya apa yang harus dilakukan pada anak ini.
Saya juga melakukan konseling terhadap anak-anak
sekolah dan saya menemukan bahwa mendidik anak tidak mudah dan penuh air mata.
Saya mengetahui hal ini, bukan dengan memakai pengalaman orang lain. Pada zaman
dulu pemerintah berlaku otoriter terhadap rakyat. Demikian juga guru ke anak
dan suami ke istri. Sekarang pemerintah demokrasi, sehingga banyak demo. Saat
ini banyak suami takut kepada istri dan guru takut kepada muridnya. Hari ini orang
tua taat pada anak sehingga saat anak minta dibelikan motor maka langsung
dibelikan. Demikian juga dengan iphone-6 yang diinginkan anak langsung
dibelikan. Tidak bisa kita mengandalkan
pengalaman, tetapi kita harus punya
panduan berupa firman Tuhan. Jadikan anak kita takut akan Tuhan dan mengasihiNya.
Tujuan orang tua,”Bagaimana mendidik anak agar takut akan Tuhan? Ada yang
bertanya,”Jadi bagaimana dengan sekolahnya? Boleh jadi bodoh?” Kalau anak takut
akan Tuhan maka tidak mungkin ia tidak belajar sehingga tidak mungkin ia tidak
naik kelas. Kalau anak hanya sekedar pintar
maka ia bisa menjadi sombong dan nantinya
seolah-olah ingin menjadi Tuhan. Jadi tuju ke hati dahulu. Suatu kali saat
ibadah, murid saya ada yang bernyanyi solo. Mamanya datang melihat anaknya bernyanyi.
Suara anak ini bagus, namun “yang kuinginkan dari anak ini adalah hatinya bukan
suaranya.” Saya berdoa, “Ampuni saya Tuhan karena kurang memberitahu orang tuanya.
Mereka harus berdoa agar hati anak-anaknya dimenangkan bagi Kristus!”
Langkah-langkah
mempersiapkan anak menurut :
1. Mazmur 127
a.
Jikalau bukan TUHAN
yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya. Otoritas ada dalam
tangan Tuhan. Tuhanlah yang berinisiatif dan memegang kendali. Ia memberikan
dan mampu menjaga anak-anak sampai tujuan. Jadi walaupun ada anak Amerika yang
bersekolah di SD 1 Menteng, ia tetap menjadi presiden.
b.
Usaha manusia sia-sia tanpa Tuhan. Di mata Tuhan, kalau
juara tapi sia-sia buat apa?
c.
Anak adalah milik Tuhan yang dipercayakan dan
dititipkan kepada orang tua. Itu milik pusaka Tuhan , suatu kali kita harus
pertanggungjawabkan.
d.
Anak-anak harus “diasah” dan dilatih agar menjadi tajam.
Itu tugas orang tua.
e.
Anak-anak siap “dipakai” Tuhan untuk menjadi alat bagi
kemuliaanNya
2. Ibrani 12 : 5 – 11
Karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang
yang diakui-Nya sebagai anak.
Jadi caranya dengan dihajar, dibentuk ,dikikis sehingga pasti sakit.
Disiplin Tuhan berbeda dengan dunia yang ingin menghukum. Tuhan menghajar orang
yang dikasihinya. MotivasiNya adalah kasih untuk mendisiplin. Kalau ayah yang anaknya
minta dibelikan motor atau iphone-6 langsung dikasih, itu mengasihi atau
mengasihani? Ia merasa kasihan karena dulu ia sendiri tidak punya motor. Namun begitu
sang anak naik motor dan tabrakan, motor itu dari siapa? Orang tua! Anak-anak
dikasih gadget canggih. Anak umur 2 tahun dibelikan i-pad sehingga menjadi obesitas
karena tidak bergerak. Ia hanya diam di depan ipad atau iphone saja. Mengerikan!
Tidak heran kalau anak itu egois. Ada juga anak-anak melihat apa yang
sebelumnya mereka belum boleh melihat. Semuanya itu dari handphone yang dibelikan orang tua! Seharusnya orang tua yang
mencegah dan menolong sang anak, tapi kenyataannya anak nya malah dididik oleh handphone dan gadget yang dibelikan orangtuanya sendiri! Berapa banyak anak yang
hancur gara-gara pornografi? Pornografi menjadi pintu masuk bagi hubungan seks
sebelum menikah. Sekarang makin banyak yang melakukan hubungan seks pra-nikah.
Ini tantangan. Ganjaran Alkitabiah mendatangkan dukacita tetapi menghasilkan
buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya. Seharusnya
kitalah yang binasa, tetapi malah Kristus mati di kayu salib supaya bisa hidup
kekal. Kita seperti domba sesat yang memilih jalan sendiri sehingga Sang Gembala
mengorbankan nyawa. Tuhan membayar harga untuk aku , domba yang sesat. Di
Israel, bila ada domba yang sesat maka kakinya dipatahkan, lalu dibebat dan
dipanggul oleh gembara. Saat mengalami brokenness,
kita berada di pangkuan Tuhan untuk menghasilkan buah kebenaran, demi kebenaran
dan damai sejahtera yang Tuhan berikan. Disiplin tidak akan mendatangkan
kepahitan. Sehingga kita tidak perlu takut menghukum anak bila dilakukan dengan
kebenaran dan kasih. Kalau menghukum anak karena akar pahit, sang papa berkata,
“Dulu papa juga diperlakukan begini oleh engkong!” Disiplin adalah sarana
meraih goal yang lebih besar yaitu pembentukan karakter seperti Kristus (Christlike) pada diri anak. Ketika
membentuk anak, bentuklah karakternya. Tidak mudah tapi yang dihasilkan buah
kebenaran.
Ray Charles Robinson waktu beranjak
remaja menjadi buta. Namun ia bisa memainkan piano dan menciptakan lagu blues di
gereja. Sayangnya menjelang akhir hidup ia terkena narkoba dan melakukan
hubungan seks sebelum pernikahan , walaupun ia sempat bertobat sebelum
meninggal. Saat kecil, adik Ray meninggal dan ibunya menangis di atas peti mati adiknya. 9 bulan kemudian matanya menjadi kabur. Ray tidak
bisa melihat dengan jelas. Inilah awal kebutaan Ray Charles. Cara mamanya
memperlakukan dia berbeda dengan mama yang mengajar anaknya untuk sukses di
negara Singapore. Mamanya berkata, “Kamu buta tapi tidak bodoh!” Ketika Ray jatuh
dan minta tolong, sang ibu hanya memperhatikan. Mamanya itu harus membiarkan
Ray berdiri sendiri karena harus hidup mandiri tanpa pertolongan orang lain. Ia
tidak harus hidup dari belas kasihan orang lain dan itu harus dilatih! Ia buta
tapi tidak bodoh. Mamanya melatih semua panca inderanya sebagai mata. Ia memang
tidak bodoh. Waktu sukses sebagai pianis, ia bisa gunakan indranya sebagai
pengganti matanya. Ia bisa mendengar
suara jangkrik dan menghampiri jangkrik dengan mendengar suaranya. Dengan sensenya
ia mencoba menangkap sang jangkrik. Kemudian dia juga bisa mendengar tangisan mamanya
dan, ia tahu mamanya “di sana” memperhatikannya. Ia bertanya, “Mengapa engkau
menangis mama?” Sang mama menjawab, “Karena bahagia! Karena engkau bisa mandiri!”
Demikian juga dengan kita, saat terjatuh kita memberitahu Tuhan dan Tuhan akan menolong kita bangkit. Tuhan disini
dan melihat, karena Dia ingin agar kita lebih indah dibentuk menjadi sempurna
seperti Kristus.
Godly Parents raise
a godly generation to the glory of god and not to the glory of man