Ev. Susan Kwok
Kel 15:22-27
22 Musa
menyuruh orang Israel berangkat dari Laut Teberau, lalu mereka pergi ke padang
gurun Syur; tiga hari lamanya mereka berjalan di padang gurun itu dengan tidak
mendapat air.
23 Sampailah
mereka ke Mara, tetapi mereka tidak dapat meminum air yang di Mara itu, karena
pahit rasanya. Itulah sebabnya dinamai orang tempat itu Mara.
24 Lalu
bersungut-sungutlah bangsa itu kepada Musa, kata mereka: "Apakah yang akan
kami minum?"
25 Musa
berseru-seru kepada TUHAN, dan TUHAN menunjukkan kepadanya sepotong kayu; Musa
melemparkan kayu itu ke dalam air; lalu air itu menjadi manis. Di sanalah
diberikan TUHAN ketetapan-ketetapan dan peraturan-peraturan kepada mereka dan
di sanalah TUHAN mencoba mereka,
26 firman-Nya:
"Jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan
melakukan apa yang benar di mata-Nya, dan memasang telingamu kepada
perintah-perintah-Nya dan tetap mengikuti segala ketetapan-Nya, maka Aku tidak
akan menimpakan kepadamu penyakit manapun, yang telah Kutimpakan kepada orang
Mesir; sebab Aku Tuhanlah yang menyembuhkan engkau."
27 Sesudah itu
sampailah mereka di Elim; di sana ada dua belas mata air dan tujuh puluh pohon
korma, lalu berkemahlah mereka di sana di tepi air itu.
Pendahuluan
Allah yang mencukupi bukan hanya
dari segi materi semata, tapi juga dari segi non materi. Di tengah kesulitan, Dia
membuat kita masih berdiri (tidak jatuh). Bahkan saat jatuh kita diberi
kekuatan untuk bangkit kembali. “Dialah Segalanya Dia Bagiku” merupakan salah
satu lagu Sekolah Minggu yang diinspirasi dari bagian ayat ini.
Dialah
segalanya Dia bagiku, Dialah segalanya besar dan kecil
Korbankan
diriNya dan slamatkanku, Dialah segalanya Dia bagiku
Sperti air
madu dari batu karang, Dicicip air madu yang manis
Oh lihatlah
Tuhan Yesus baik, Dicicip air madu yang manis
Ada seorang ibu pedagang tempe yang
berjualan di pasar sehari-hari. Ia membuat sendiri tempe yang dijualnya. Selama
ini ia tidak pernah gagal membuat tempe. Suatu malam ia membuat tempe seperti
biasa. Namun pagi hari waktu bangun dan ingin membawa tempe tersebut ke pasar,
ternyata tempenya belum jadi. Masih berbentuk kacang kedelai dan tidak menyatu.
Ia heran mengapa bisa begitu karena alat, bahan, proses, waktunya sama. Merasa Ia
sedih karena selama puluhan tahun berdagang tempe, hasil penjualan setiap hari
langsung dipakai untuk kebutuhannya sehari-hari dan membeli bahan untuk diolah
jadi tempe lagi. Jadi tidak ada hasil yang berkelebihan. Mungkin ia punya
sedikit tabungan, tapi tidak besar. Jadi kalau ia gagal menjual tempe, maka terpaksa
ia mengambil tabungannya yang sedikit. Lalu ia berdoa dalam hatinya agar Tuhan menolongnya
agar ada pembeli tempenya. Walau di
hatinya ada harapan tapi ia tidak punya ada keyakinan 100% akan ada yang
membeli tempenya. Kenyataannya memang para pelanggan yang datang tidak jadi membeli.
Hari makin siang dan pasar akan tutup. Tiba-tiba ada seorang ibu yang berpakaian
mewah datang. Ia tergopoh-gopoh dan bertanya ke sana-kemari. Rupanya dia ingin membeli
tempe, namun karena sudah siang para penjual tempe sudah pulang. Tinggal si ibu
penjual tempe yang belum jadi tempenya dan sedang bersiap-siap pulang. Setelah
si ibu kaya tersebut menghampiri penjual tempe, ia tercengang , karena justru tempe
yang belum jadi tersebut yang diperlukan untuk membuat jenis masakan daerah tertentu.
Akhirnya tempe yang belum jadi tersebut habis diborong. Uniknya, begitu banyak pelanggannya
yang tidak jadi membeli, dan tiba-tiba
ada pembeli yang membutuhkan tempe yang belum jadi! Mungkin ada yang mengatakan
hal tersebut kebetulan. Tapi dalam iman,
hal yang seperti yang kebetulan
tersebut dipakai Tuhan untuk mencukupi. Tuhan kreatif dan tidak pernah memakai 1
cara saja untuk mencukupi kebutuhan anakNya. Allah berdaulat untuk memilih
cara.
Terkadang di tengah
ketidaktahuan kita, Allah bisa mencukupkan. Pada tahun 2009 saya punya kesempatan
untuk pergi ke Israel bersama rombongan. Saya tidak mengetahui untuk berpergian
ke luar negeri, masa berlaku paspor yang dipakai harus sedikitnya 6 bulan
sebelum tanggal perjalanan. 1 minggu sebelum keberangkatan, saya dipanggil penyelenggara
tour yang mengatakan bahwa kemungkinan saya bisa tidak jadi pergi karena ternyata
paspor saja hanya berlaku untuk beberapa minggu lagi. Ia berkata, “Kalau nanti
di bandara ditahan dan tidak boleh masuk, jadi ibu tidak jadi berangkat.” Masalahnya
: kalau di bandara Cengkareng lolos, bisa jadi di bandara Dubai belum tentu. Saya
juga khawatir karena hanya pernah ke Malaysia dan Singapore, di samping itu
sedikit khawatir karena nama saya ada huruf “q” nya yang biasanya dicurigai
sebagai teroris atau penyelundup. Akhirnya daripada saya membuat rombongan
susah, saya bermaksud membatalkan kepergian. Namun penyelenggara tour berkata,”Kita
coba saja. Kita berdoa saja. Mengingat kita rombongan bersar, periksanya tidak
terlalu detil. Tapi kalau sampai disuruh pulang, kita sudah siapkan tiketnya”. Akhirnya
saya jadi berangkat. Namun setiap kali transit, hati dag-dig-dug karena khawatir
pulang sendiri. Akhirnya semua berjalan lancar. Mungkin orang lain berkata,
petugas imigrasinya “kelilipan” matanya atau
karena dengan rombongan maka periksanya tidak teliti. Tapi apapun alasannya,
Tuhan ijinkan saya berangkat di tengah ketidaktahuan saya. Hari itu saya
berserah, tidak berangkat tidak apa. Kalau berangkat dipulangkan saya pusing. Kalau
pulang dari Cengkareng , saya masih mudah. Kalau di Dubai, saya pusing. Saya
berharap kalau sampai tidak lolos, sebaiknya di Cengkareng saja. Bagi saya,
Allah itu mencukupi, seperti Dia mencukupi ibu penjual tempe.
Jehova Jireh
Pada Kel 15:22 Musa menyuruh orang
Israel berangkat dari Laut Teberau, lalu mereka pergi ke padang gurun Syur;
tiga hari lamanya mereka berjalan di padang gurun itu dengan tidak mendapat air.
Alkitab tidak mengatakan bahwa mereka sudah kehabisan air. Berarti mereka masih
punya persediaan air, tetapi persediaannya semakin menipis karena tidak ada air
untuk mengisi kembali persediaan air di kirbat mereka. Mungkin mereka minum
dengan irit sekali di tengah padang gurun karena khawatir kalau tidak dapat air juga, maka air habis, mereka
pingsan lalu mati. Sewaktu berangkat dari Mesir, mereka diingatkan untuk membawa
macam-macam (termasuk roti dan air minum). Allah tahu apa yang harus
dipersiapkan umatNya. Jadi pasti ada persediaan air, tetapi makin lama jumlahnya
makin sedikit. Mereka tiba di suatu tempat pada hari ke 3 dan mereka mendapat
air. Tapi waktu mau diminum, ternyata airnya tidak bisa diminum karena airnya
pahit. Itu sebabnya tempat itu dikatakan Mara, yang artinya pahit. Seperti
Naomi pada kitab Rut, yang kehilangan suaminya ELimelekh dan kedua anaknya Mahlon
dan Kilyon sehingga ia mengatakan, “Jangan sebut aku Naomi tetapi Mara karena
Tuhan membuat hatiku pahit”. Bangsa Israel khawatir bahwa mereka akan kehausan
setelah di hari ketiga mereka tidak mendapat air. Kesan yang akan didapat dari
kisah ini sepertinya bangsa Israel tidak salah karena khawatir yang memuncak
secara manusiawi. Jadi yang salah siapa? Tuhan yang menuntun mereka? Persoalan
yang dihadapi oleh bangsa Israel tidak sepele. Namun masalah Isarel tidak lepas
dari kejadian sebelumnya. Kel 14:21-22 Lalu
Musa mengulurkan tangannya ke atas laut, dan semalam-malaman itu TUHAN
menguakkan air laut dengan perantaraan angin timur yang keras, membuat laut itu
menjadi tanah kering; maka terbelahlah air itu. Demikianlah orang Israel berjalan dari
tengah-tengah laut di tempat kering; sedang di kiri dan di kanan mereka air itu
sebagai tembok bagi mereka. Kejadian ini baru terjadi 3 hari yang lalu. Walaupun
saat mereka berkemah di seberang laut Teberau, berselang 1 minggu, 1 bulan atau
1 tahun kemudian mujizat Kel 14:21 tidak mudah dilupakan. Saat itu Tuhan
membelah Laut Teberau semalam-malaman. Jadi mujizat yang terjadi berjam-jam dan
dinikmati oleh sekitar 2 juta orang Israel (dari bayi sampai orang dewasa).
Mereka berjalan di tanah yang kering semalam-malam. Artinya ketika Tuhan
menguak laut semalam-malaman dengan angin timur, ternyata 3 hari tidak dapat
air minum, membuat mereka kalang kabut seperti tidak pernah mengalami mujizat
sebelumnya. Kekhawatiran membuat mata mereka tertutup dan mujizat itu
terlupakan. Hal ini juga terjadi dengan kita. Ketika tabungan kita menipis dan
gaji tidak naik-naik, lalu ada saja pengeluaran yang tiba-tiba, sehingga kita
khawatir. Seperti kita sudah jatuh tertimpa tangga. Ketika melihat teman
sekolah makin luar biasa bisa rumah yang beli rumah seharga Rp 10-12 miliar, sedang
kita hanya membeli rumah seharga kurang dari Rp 1 miliar, kita khawatir bagaimana
dengan anak saya bisa bersaing dengan mereka? Saat gereja ditinggalkan oleh
penyandang dana, majelis khawatir kenapa dia yang tinggalkan gereja? Sehingga
kita tidak lagi mampu melihat pemeliharaan Tuhan.
Seringkali kita lupa , Allah
sudah memberikan kita hidup, keselamatan, kesehatan hari ini untuk bisa ke
gereja, bekerja, berdagang dll. Kita diberi pikiran yang jernih sehingga bisa
melihat itu adalah cara Allah. Pada ayat yang ke 24, Lalu bersungut-sungutlah bangsa itu kepada Musa, kata mereka:
"Apakah yang akan kami minum?" Bangsa Israel bersungut
menyalahkan dan memberikan desakan yang kuat. Mereka tidak mempercayai
kepemimpinan Musa. Mereka malah ingin membunuh Musa dan mereka bermaksud kembali
ke Mesir. Akhirnya dalam ayat ke 25 Tuhan mengijinkan air yang pahit itu
menjadi manis (Musa berseru-seru kepada
TUHAN, dan TUHAN menunjukkan kepadanya sepotong kayu; Musa melemparkan kayu itu
ke dalam air; lalu air itu menjadi manis). Kita melihat Allah mengijinkan
air yang pahit menjadi manis. Karena Israel sudah tidak tahan sehingga Allah
ijinkan hal itu. Karena di dalam ayat yang ke 27 sesudah minum air yang manis,
mereka minum dengan air yang banyak di kirbat (kantong) mereka. Sesudah itu sampailah mereka di Elim; di
sana ada dua belas mata air dan tujuh puluh pohon korma, lalu berkemahlah
mereka di sana di tepi air itu. Mereka berjalan 3 hari tanpa air, setelah
bersungut-sungut Tuhan memberi minuman. Tapi dari Mara ke Elim hanya ½ hari
perjalanan. ½ hari itu mereka tidak merasakan lelah karena mereka sudah minum
yang banyak. Ketika mereka lihat ada pohon korma dan mata air, suka cita mereka
bisa mencapai 100%? Tidak. Pertolongan Tuhan tidak begitu dirasakan di Elim,
karena persediaan air masih banyak. Ibarat orang haus disuguhi minuman yang pahit
lalu diberi yang manis, maka mereka akan merasa alangkah manisnya. Kalau kita
menghadapi permasalahan , setelah tahu apa artinya jalan keluar, kita akan
merasa sukacita penuh karena pertolongan Tuhan. Kalau memaksa, lalu dikasih, maka
tidak merasakan sukacita yang penuh. Tuhan memberi bangsa Israel kebaikan, tetapi
mereka komplain terus. Inilah manusia tidak pernah bersyukur.
Kesimpulan
Jehova Jireh, Allah yang
mencukupi, Allah yang memberikan, mungkin tidak berkelimpahan tetapi cukup, memberi
kekuatan untuk menghadapi hidup. Ada 3 orang anak yatim piatu yang
masing-masing berusia 12, 8 dan 4 tahun. Karena tidak ada makanan mereka
berdoa. Awalnya jemaat membawa makanan untuk mereka. Setelah sebulan, jemaat
sudah tidak lagi rajin memberi makanan sehingga mereka kelaparan. Mereka merengek
lapar dan perutnya kembung karena kebanyakan minum air. Mereka terus menangis
sampai tengah malam. Yang kecil sudah tidak mau minum air putih. Anak yang
kedua mengusulkan untuk berdoa Doa Bapa Kami. Saat tiba pada kalimat “Berilah
kami makanan kami yang secukupnya”, mereka tidak dapat melanjutkannya. Mereka
menangis karena merasa tidak sesuai dengan kondisi mereka saat itu. Mereka akhirnya
ketiduran. Keesokan paginya, pintu diketuk. Ada seorang ibu datang untuk memberikan
singkong rebus. Di samping itu anak yang tertua diberi tawaran untuk menjadi
penjaga toko kelontong. Sampai besar, ia hidup dengan sederhana. Karena rajin ,
gereja menyekolahkan dia dan ternyata akhirnya ia menjadi rektor sekolah
teologi di Taiwan! Allah Israel itu Jehova
Jireh. Allah yang mencukupi setiap orang , dengan cara yang berbeda-beda. Musa
kurang bisa berbicaara, tapi dicukupkan dengan Harun yang pintar bicara. Apa
yang kurang, dicukupkanNya Kalau tidak pandai bicara akan diberi rekan yang cakap
berbicara. Rasul Paulus pun pernah berdoa agar Tuhan mengangkat penyakitnya
supaya pelayanannya lebih maju. Tapi Tuhan bilang cukup, Dia memberikan
kekuatan yang cukup sehingga Rasul Paulus bisa pelayanan. Tuhan ingin agar Rasul
Paulus melayani dengan kekuatan yang diberikan. Raja Hizkia diberi tambahan
usia 15 tahun. Cara yang digunakan Tuhan untuk Rasul Paulus, Musa, Raja Hizkia
berbeda. Apakah Allah tetap memberi yang cukup dalam hidup kita?
Beberapa tahun lalu, saya pernah
merasa lelah secara mental dan fisik dalam pelayanan. Sehingga saya mau
berhenti pelayanan dan beristirahat. Saya kadang kala berkata mau berdagang
saja. Tahun 2002, saya jatuh dari lantai 2 ke bawah. Seharusnya saat jatuh ,
saya bisa memegang tangganya, tapi karena panik tidak terpegang sehingga saya jatuh ke belakang yang
mengakibatkan saya susah berjalan karena lumbar tulang belakang yang ke tiga
dan lima patah, dan dikhawatirkan tidak bisa berjalan dengan baik. Setelah cek
jantung dll, saya dipersiapkan untuk operasi. Awalnya saya tidak merasa takut. Namun
di ICU, ada seorang Bapak yang berteriak setelah ia menjalani operasi yang sama
di tulang pinggang. Akhirnya ia duduk di
kursi roda. Karena itu saya jadi takut. Dalam keadaan yang mendesak, saya
berdoa, “Tuhan tolong saya agar jangan dioperasi. Ketemukan saya dengan dokter
yang mengatakan saya tidak perlu operasi.” Dokter berkata, hasil ronten akan selesai
2 hari lagi. Di tempat tidur, saya diingatkan karena tidak mau pelayanan dan
maunya dagang. Akhirnya saya tetap ikut pelayanan. Maka sampai hari ini saya
berkata tidak mau pedagang, ganti profesi. Tuhan cukupkan dengan banyak cara.
Tuhan memberikan banyak anugerah ke rel yang seharusnya.
No comments:
Post a Comment