Kelas Tiranus ke-15
(5 Agustus 2018)
Leonard Sidharta, Ph.D
Hubungan kebudayaan Tionghoa dan kekristenan
Kebudayaan (culture) yang dibahas di sini lebih
kepada filsafat hidup, bukan dibahas kebudayaan dalam manifestasinya. Jadi
tidak membahas seperti hong sui, imlek
dll karena itu ada di permukaan saja, tapi akan dibahas jiwanya. Apa jiwa dari
kebudayaan? Lewat interaksi dengan kebudayaan Tionghoa bisa dicapai :
-
Secara eksternal
: bagaimana kita lebih komunikatif dalam menyampaikan Injil kepada orang
Tionghoa.
-
Secara internal :
sarana untuk mempelajari iman kita sendiri. Mungkin ada hal-hal (aspek) dari
budaya ini yang mengingatkan kita bahwa ada aspek sudah kita lupakan dalam Alkitab.
Bukan berarti
kebudayaan Tionghoa lebih tinggi atau sejajar dengan Alkitab. Kebudayaan
Tionghoa sangat kaya dan sulit diringkas dalam waktu 1 jam. Di sini hanya akan
dibahas 1 aspek saja.
1. Orang
Tionghoa bersifat pragmatis
Orang Tionghoa memiliki satu
sikap yang berbeda yaitu orang Tionghoa memiliki sifat pragmatis (segala
sesuatu harus dilihat kepada realita sehingga harus lebih fleksibel). Artinya kita
harus praktis dan pragmatis. Orang Tionghoa sangat menekankan ini. Berbeda
dengan orang Barat yang mempelajari ilmu pengetahuan menemukan kebenaran untuk kebenaran
itu sendiri. Saya pernah belajar di Barat, saya bandingkan sekolah di AS dengan
di Indonesia dan Tionghoa. Di AS sejak awal anak-anak diajarkan (belum tentu
pelajaran di sana lebih sulit) tentang kebenaran sehingga mereka suka dengan fakta
dan kebenaran. Di Asia (seperti Indonesia – Tiongkok) orang diajari untuk
menghadapi ujian, jadi lebih ke pragmatis. Di Barat, kebenaran itu berharga sehingga
kita harus melihatnya. Apa gunanya mempelajari kebenaran karena kebenaran itu
sudah utuh. Di Timur , kita belajar untuk mencari uang atau ada gunanya. Di
Amerika ada orang awam yang mempelajari entomology (ilmu yang mempelajari serangga)
jadi ada yang special mempelajari mata dari lalat. Di Timur untuk apa
mempelajari mata dari alat (gunanya apa? Prakteknya bagaimana?). Kalau kita
mendengar orang kaya bertanya, “Kamu sedang belajar apa?” Misalnya dijawab,”deposito di bank”.
Ditanggapi,“Oh bagus, nanti cari uang gampang.” Ini ada baik dan buruknya. Jadi
hadiah nobel tidak pernah didapat oleh orang Asia, kecuali orang Asia yang
sudah tinggal dan hidup di Amerika.
Orang tua masukkan anaknya les (fisika, matematika
dll) tapi saat mau jadi ilmuwan dilarang.
Pepatah orang Tionghoa di
Tengsua mengatakan,”tidak peduli kucing itu berwarna hitam atau putih yang
penting ia bisa menangkap tikus!” Jadi selalu melihat dari praktek yang praktis
(yang penting hidup ini). Apakah saya bisa lebih bahagia? Kebahagian atau hoki
menjadi pilihan utama bagi orang-orang di Tiongkok. Kebahagiaan itu penting. Kalau
belajar iman dan agama ada hubungannya dengan bagaimana hidup bahagia. Ini ada
hubungannya dengan Alkitab. Alkitab juga menekankan hidup yang berbahagia. Di Perjanjian Lama kebahagiaan
disebut shalom (keadaan di mana kita
berdamai dengan Tuhan maka akan memiliki hidup yang berbahagia). Tuhan Yesus mengajar kita hidup yang berkelimpahan
(bermakna) :…”Berbahagialah orang yang… dst)”. Berarti Alkitab memiliki titik
peran yang sama. Kebudayaan Ibrani itu adalah kebudayaan Timur yang lebih
tertarik bagaimana saya hidup. Sebagai orang Kristen kita harus melihat, apakah
saya mempercayai Tuhan (mungkin juga ada kaitan dengan apakah saya bisa mendapat kebahagiaan dalam Tuhan).
John Calvin (seorang teolog) pernah berkata, “Kalau kamu hanya tahu bahwa Tuhan
sebagai kebenaran dan Allah Pencipta, tetapi kamu tidak tahu bahwa Tuhan juga membedakan
kebahagiaan dan penghiburan maka iman kamu belum sungguh-sungguh dan itu berbahaya. Karena waktu kita masuk ke
gereja dan memuji Tuhan, bisa saja bukan dari Tuhan, mungkin dari orang tua
kita, karir kita, pasangan kita dll. Jadi apakah Tuhan menjanjikan kebahagiaan
kita? Ini titik temu yang mirip. Jadi saat kita menjelaskan tentang iman
Kristen, maka kita tidak menjelaskan hal yang muluk-muluk. Kita tidak menjelaskan filsafat atau ilmu tetapi kita
menjelaskan bagaimana hidup yang baik dan bahagia yaitu hidup bersama Tuhan.
2. Orang
Tionghoa sangat menekankan hidup masa kini, di sini, hidup di dunia.
Jarang orang Tionghoa yang menekankan hidup di masa
mendatang. Ada buruknya tapi ada baiknya. Bangsa Tionghoa menarik sekali.
Mereka kurang peduli dengan hidup setelah mati (after-life) walau ada kebudayaan Tionghoa di mana orang setelah
meninggal disembayangi. Tetapi itu kesan karena mereka lebih menekankan
bagaimana cari uang. Kebudayaan Tionghoa sangat sekuler, menekankan kekinian.
Ada satu orang misionaris yang menginjili orang Tiongkok. Dia mengatakan,”Kalau
menerima Yesus maka kamu akan punya hidup kekal. Bukan saja 80 tahun tapi
triuliunan tahun.” Ini salah , karena mereka jadi takut karena 80 tahun saja
sudah cukup karena 90 tahun saja sudah teler-teler apalagi kalau triliunan tahun akan menakutkan. Ini
cara penginjilan yang salah. Jadi jangan menekankan pada durasinya tetapi harusnya
pada kualitas dan isinya. Waktu saya belajar metode penginjilan yang mengatakan,
tanya pada orang, “Kalau malam ini mati, kamu mau ke mana?” Pertanyaan ini
tidak mengena bagi banyak orang Tionghoa. Bagi mereka,”Itu nanti saja,
kapan-kapan.” Penekanannya : kalau memperhatikan realita, dalam hidup saya,
yang dimaksud bahagia adalah hidup yang bahagia mulai sekarang, bukan nanti.
Orang Tionghoa tidak suka hidup mengawang-awang. Alkitab dari Perjanjian Lama sampai
akhir, bicara tentang hidup di sorga tidak terlalu banyak. Ada hidup setelah
meninggal atau masuk di surga tapi tidak
banyak. Di Perjanjian Lama hampir tidak ada. Tuhan tidak berkata kepada Musa, “Setelah
mati masuk ke sorga” tapi, “Di tanah
Kanaan kamu akan menikmati dan menghalau musuh-musuhmu.” Waktu Paulus menginjili
dan hanya berkata kepada kepala Filipi , “kamu dan keluargamu akan
diselamatkan.” Jadi jarang sekali bicara tentang masuk ke sorga. Tetapi bukannya
tidak penting.
Di dalam Alkitab,”Hidup yang kekal dimulai dari
sekarang”. Bukan setelah kita mati baru hidup kekal. Injil yang menekankan
hidup kekal adalah Injil Yohanes. Hidup di masa mendatang sudah masuk di jaman
sekarang. Jadi di kitab Yohanes kita juga jarang menemukan tentang masuk sorga
walau ini bukan berarti sorga tidak penting, tapi bisa tidak kita menunjukkan
ke orang lain bahwa hidup yang dialami sekarang ini sudah merupakan hidup yang
baru, hidup yang sorgawi. Jangan sampai orang melihat bahwa hidup Kristen tidak
ada sukacita, karena mereka tidak mau seperti itu. Jadi ada kualitas hidup baru
mulai dari sekarang. Di dalam Pengakuan Iman Rasuli, tidak ada ditulis : Aku
percaya setelah mati masuk surga nanti. Yang ada adalah kebangkitan tubuh. Bagi
gereja mula-mula kebangkitan tubuh lebih penting daripada masuk ke sorga. Karena
setelah mati masuk sorga masih dalam kondisi sementara (intermediate state),
yang paling penting tubuh dipulihkan (artinya menerima kehidupan total). Ini
salah satu titik temu dengan orang Tionghoa. Kita harus menunjukkan bahwa kita
memuji mereka. Bukan saja hidup bahagia dan bermakna, tetapi iman Kristen mempengaruhi
kuallitas hidup kita mulai dari sekarang. Pragmatis menekankan kegunaannya apa.
Gunanya yang paling utama : hidup bahagia (hidup yang kelimpahan). Kebahagiaan
itu dimulai dari sekarang (bukan hanya mengawang-awang).
3. Hidup
pragmatis kuncinya : hidup yang sesuai
realita.
Di dalam konsep budaya Tionghoa penting sekali menjadi
orang yang realitis. Budaya Tionghoa cenderung konservatif (tidak terlalu suka
perubahan). Kalau terlalu ideal mereka akan curiga. Yang penting realistis.
Jangan ekstrim, yang penting sesuai kenyataan. Jeleknya adalah terkadang susah
mengalami perubahan. Orang Tionghoa tidak suka yang ekstrim. Orang Tionghoa
tidak suka kata 太 (tai ,=terlalu), misal terlalu cantik. Ada seorang penulis
Tionghoa Lu Tze, berkata, “Kalau kita masuk kos lalu tidak ada jendela, maka dikatakan,
Pak lubangi saja” Setelah kita katakan ,”Atapnya dijebol saja” baru dijalankan.
Hidup yang bahagia adalah hidup yang sesuai dengan realita. Di Alkitab juga seperti
itu. Kita perlu hidup sesuai realita. Masalahnya : kita seringkali menipu diri
kita (kita tidak hidup dalam realita yang sebenarnya). Di Alkitab realita terbesar
adalah Tuhan sendiri (Tuhan adalah yang terbesar). Tapi seringkali kita hidup
dalam dunia kita masing-masing. Kita melihat diri kita sudah real padahal belum
realita sebenarnya. Orang Kristen ada 2 macam realita. Baginya realitanya
adalah saya lahir, besar, bekerja, mati adalah realita. Ini adalah realita yang kecil. Penderitaan
terjadi saat realita kecil tabrakan dengan realita yang besar. Ketika cita-cita
tidak tercapai, bangkrut, sakit , adalah realita yang lebih besar. Di Alkitab dikatakan
realita yang terbesar adalah Tuhan. Hidup sesuai dengan realita tetapi Alkitab
mengatakan hidup sesuai kehendak Tuhan karena Tuhan yang pegang realita ini. Jadi
ada miripnya walau ada bedanya. Dalam budaya Tionghoa, kita sulit menerima realita.
Kemampuan melihat realita merupakan sesuatu ketrampilan yang harus diasah. Bukan
sekedar melihat orang atau mobil. Bukan hanya itu , tetapi cara kita melihat
alam semensta dan dunia ini. Ini tidak mudah. Kemampuan kita melihat realita
dalam budaya Tionghoa dikatakan sebagai
hikmat. Tidak semua manusia berhikmat. Hikmat dimiliki oleh orang yang mampu
melihat yang tersembunyi dari realita.
Lau Zi (老子) berkata, “Orang yang berhikmat adalah orang yang bisa
melihat realita, melihat sisi tersembunyi dari realita.” Hikmat selalu dikaitkan
dengan penglihatan. Jadi dalam peribahasa Tionghoa hikmat selalu dikaitkan
dengan mata. Orang yang berhikmat adalah orang
yang bermata yang baik. Orang yang bodoh adalah orang punya mata tapi
tidak punya bola mata (pupil) jadi tidak bisa melihat. Jadi kadang kita melihat
ada orang tertentu yang melihat tanah yang
kelihatannya tidak bermanfaaat (berprospek). Tetapi dia katakan,”Belilah” sehingga
dibeli dan kemudian benar harganya sepertinya maka dikatakan “matanya jeli”.
Jadi melihat realita, dikatakan orang tersebut punya mata yang jeli. Di Alkitab
juga sama. Dalam Alkitab dikatakan,”Kenyataan hanya bisa dilihat oleh mereka yang
berhikmat.” Hikmat dalam Perjanjian Lama dikatakan selalu dimiliki oleh
orang-orang yang melihat apa yang
tersembunyi seperti Yusuf dan Daniel. Itu dikaitkan dengan mata kita (apakah
mata kita jeli). Maz 14 mengatakan orang yang berkata tidak ada Allah adalah
orang bebal. Dalam bahasa Yunani dikatakan Nabal (suami dari Abigail). Saat itu
Raja Daud yang diurapi Nabi Samuel tapi sejak diurapi sampai jadi raja masih
bertahun-tahun ia menjadi buronan, lebih rendah dari masyarakat. Ia lari dari
orang-orang yang tidak karuan. Ia kemudian minta bantuan (makanan) ke Nabal ,
tapi dijawab, “Daud ini siapa? Budak yang lari dari tuannya.” Ia dikatakan
bebal dan goblok (tidak bisa melihat hal yang tersembunyi). Tapi Abigail (istri
Nabal) bisa melihat Daud yang walaupun
memakai pakaian berdebu tetapi diurapi Tuhan, kelak akan menjadi raja besar. Ia
bisa melihat realita di baliknya.
Hidup yang menekankan hidup yang bahagia sesuai dengan
realita (kenyataan) dan hal ini bisa dilihat kalau kita memperoleh hikmat. Hikmat
dipakai saat kita melihat realita. Baik budaya Tionghoa (terutama Lao Zi)
maupun dalam budaya Ibarni mengatakan ,”Hikmat
yang melihat realita menunjukkan kepada kita bahwa realita ini terbalik dengan
apa yang kita sangka.” Kalau kita melihat dengan hikmat , kita mendapatkan
pandangan yang subversive. Subversif ini akan menggulingkan apa yang dipikir
oleh orang lain. Tidak sama dengan orang lain alias memutarbalikkan. Lao Zi bermaksud
seperti kalau kita hanya mengatakan merokok berbahaya untuk kesehatan maka itu
tidak hikmat, semua orang tahu. Atau orang kalau tidak makan akan mati, itu
bukan hikmat karena semua orang tahu. Tetapi orang yang berhikmat, melihat yang
terbalik. Bagi orang lain tanah ini jelek dan tidak berprospek, tapi orang yang
berhikmat bisa melihat prospeknya dan membeli (berbalikan dari pendapat orang
lain).
Yesus juga memiliki pandangan yang sama. “For all those who exalt themselves will be
humbled, and those who humble themselves will be exalted…Truly I tell you,
unless you change and become like little children, you will never enter the
kingdom of heaven. Therefore, whoever takes the lowly position of this child is
the greatest in the kingdom of heaven.” (Luke 18:14; Matt 18:3-4, NIV) Mereka
yang meninggikan dirinya akan direndahkan dan mereka yang merendahkan dirinya akan
ditinggikan. Ini terbalik. Orang sukanya
meninggikan diri akibatnya tambah rendah. “Bumi dan langit lama berada, karena
mereka tidak hidup untuk diri sendiri …orang yang suci menempatkan diri di
belakang tapi akhirnya ditempatkan di depan. Dia mengesampingkan dirinya, tapi
malah menyelamatkan dirinya. Dia memperoleh kepenuhan karena mengosongkan diri
dari keinginan pribadi天長地久。天地所以能長且久者,以其不自生,故能長生。是以聖人後其身而身先;外其身而身存。非以其無私耶?故能成其私” (DDJ 7). Kalau kita pertahankan diri salah. Kalau orang berani
mengorbankan segala sesuatu baru bisa memperoleh kehidupan.
Perlakukanlah
hal yang kecil seperti hal yang besar, hal yang sedikit seperti banyak, dan
balaslah kejahatan dengan kebaikan. Ini terbalik juga. Kita suka hal yang besar
(bukan yang kecil). Paradoks happiness. Orang yang terus berpikir apakah saya
berbahagia, ternyata tidak bahagia. Sedangkan orang yang lupa kata bahagia
(tidak memikirkannya) malah berbahagia.
“Ada
orang yang ingin hidup, tapi berakhir di kematian. Mengapa? Karena mereka mau
memperpanjang hidup secara berlebihan. 人之生,動之死地,十有三。夫何故?以其生生之厚” (DDJ 50;
James Legge’s translation). Orang
yang terus takut dan memikirkan ,”Apakah saya mati tidak ya?” lalu dia terus
memikirkannya malah mengalaminya. Tetapi
orang yang tidak kepikiran malah hidupnya lama.
“Orang yang suci tidak tamak. Semakin banyak dia
memberi untuk orang lain, semakin banyak yang dia peroleh. Jalan dari Langit
adalah memberikan kebaikan tanpa kecelakaan, jalan orang yang suci adalah
memberi dengan menghindari konflik 聖人不積,既以為人己愈有,既以與人己愈多。天之道,利而不害;聖人之道,為而不爭” (DDJ 81). Maksudnya memberi lebih baik daripada menerima. Ahli
psikolog di Amerika melakukan penelitian. Hasilnya mereka berkesimpulan,”Di
dunia ini, orang yang paling tidak bahagia adalah 3 macam orang yaitu orang
yang mengejar uang, mengejar reputasi dan orang yang mencari wajah. Orang yang paling
berbahagia dan umurnya paling panjang adalah orang yang suka melayani dan memberi. Orang yang
suka menerima umurnya tidak panjang. Karena orang yang suka memberi hatinya
plong sehingga peredaran darah-nya lebih lancar. Maka yang terjadi adalah (para
psikolog mengatakan), “Secara ilmiah kami bisa menyatakan bahwa berdasar bukti –
bukti ilmiah, adalah benar bahwa memberi lebih baik daripada menerima.” Sewaktu
di AS kami selalu dapat sumbangan mainan dan majalah / buku-buku untuk anak. Waktu anak saya sudah besar
istri saya berkata, “Hayo sekarang kamu
harus bisa memberi. Ini mainan, buku dan majalah kamu dapatkan dari orang lain.
Maukah kamu sekarang memberi kepada orang lain? Mari belajar untuk memberi
kepada anak lain. Sumbangkan semua.” Tapi ia menolak dan berkata,”Ini masih
bagus dan punya saya semua”. Namun akhirnya ia membawa ke acara charity dan
berkata, “Ma kok saya merasa damai.” Rasa damai didapat dari memberi. Perasaan
senang berbeda dengan memberi. Detak jantung menjadi lebih teratur. Orang yang memberi
umurnya jauh lebih panjang. Di Tiongkok, koruptor yang ditangkap seminggu kemudian
rambutnya putih dan giginya sudah copot. Sedangkan pendeta puluhan tahun tidak
mati-mati.
Tuhan Yesus berkata pada Lukas 24:25-27 “How foolish you are, and how slow to
believe all that the prophets have spoken! Did not the Messiah have to suffer
these things and then enter his glory…The kings of the Gentiles lord it over
them; and those who exercise authority over them call themselves Benefactors.
But you are not to be like that. Instead, the greatest among you should be like
the youngest, and the one who rules like the one who serves. For who is
greater, the one who is at the table or the one who serves? Is it not the one who
is at the table? But I am among you as one who serves.” (Luke 24:25-26,
22:25-27, NIV) . Tuhan Yesus berkata,”Berbahagialah orang yang lemah lembut
karena mereka akan memiliki bumi.” Tetapi sekarang yang memiliki bumi bukan
orang yang lemah lembut tapi perusahaan real-estat yang tidak lemah lembut.
Lao Zi mengatakan, “Di bawah langit, tak ada yang
selembut dan sefleksibel seperti air, tapi air tak tertandingi dalam mengikis
yang keras dan kaku. Semua tahu bahwa di bawah langit, yang lembut menaklukkan
yang kaku dan yangg fleksibel mengalahkan yangg keras, tapi tak ada yang bisa
melakukannya. Karena itu, dia yang menanggung hina untuk negaranya adalah
pemimpinnya yang sejati, dan dia yang menanggung kemalangan utk masyarakatnya
ialah penguasa sejati…ini adalah paradoks 天下莫柔弱于水,而攻坚强者莫之能胜,以其无以易之。弱之胜强,柔之胜刚,天下莫不知,莫能行。是以圣人云:"受国之垢,是谓社稷主;受国不祥,是为天下王。" 正言若反。” (DDJ 78).
Di dunia
ini tidak ada yang selembut air, air itu fleksible. Air dibanding dengan batu ,
mana yang lebih keras? Batu terkikis oleh air. Yang kelihatan lembut kuat, yang
kelihatan kuat justru paling lemah. Jadi terbalik (subversive = kebalikan). Ada
satu cerita. Dulu waktu muda lidah ditindas oleh gigi. Lidah digigit tapi ia
diam. Lidah dibully oleh gigi tapi lidah sabar. Namun saat tua, gigi hilang,
lidah masih ada. Sehingga Lao Zi
mengatakan hal di atas. Semua berbalikan semua. Kita lebih suka keras. Yang
agresif menang. Tapi yang lembut lebih hebat. Yang mendengar kebenaran tertawa.
Hikmat bersifat subversive. Kebaikan yang tertinggi seperti air. Kebaikan air
adalah memberkati semua makhuk tanpa bersaing dan mengalir ke tempat yang
dibenci manusia. Air betul-betul seperti Dao. Air memberi berkat, tanpa
bersaing. Batu keras. Air selalu flesibel. Air selalu mengalir ke bawah , ke
tempat yang dibenci orang. Orang maunya hidup ke atas, seperti lift, kalau
tidak ke atas tidak ada, tetapi air berbeda.
“Softness and pliancy conquers hardness and
forcefulness…柔弱胜刚强” (DDJ 36) yang lembut di dunia mengalahkan yang paling kuat.
“Ketika
hidup, tumbuhan, pepohonan dan semua makhluk lunak adanya, tapi ketika mati,
mereka kering & layu. Jadi keras & kaku adalah buah dari kematian, dan
lembut & fleksibel adalah buah kehidupan…Yang keras & kuat berada di
bawah, yang lembut di atas 草木之生也柔脆,其死也枯槁。故坚强者死之徒,柔弱者生之徒。是以兵强则灭,木强则折。强大处下,柔弱处上” (DDJ 76). Maksudnya kalau kita masih hidup lembut, tapi kalau
sudah mati jadi kaku. Dia berkata seperti itu, jadi ia menekankan kelembutan.
“Sirkular
(kembali ke titik yang sebaliknya) adalah gerakan dari Dao (=kebenaran).
Kelembutan adalah fungsi dari Dao 反者道之动,弱者道之用” (DDJ 40). “Kemujuran bergantung pada kemalangan; bencana
mengintip di balik kebahagiaan祸兮,福之所倚;福兮,祸之所伏” (DDJ 58).
“Mana yang
lebih penting: reputasi atau diri seseorang? Mana yang lebih berharga: apa yang
dimiliki seseorang atau dirinya? Keuntungan dan kerugian, mana yang berbahaya?
Jadi kepelitan menghasilkan pemborosan, ketamakan menyebabkan kerugian besar.
Orang yang tahu cukup tidak merugikan reputasinya, orang yang tahu berhenti
tidak membahayakan diri, sehingga dia bisa hidup panjang. 名与身孰亲?身与货孰多?得与亡孰病?甚爱必大费,多藏必厚亡。故知足不辱,知止不殆,可以长久” (DDJ 44).
Semakin
tamak semakin berbahaya. Semakin pelit menimbulkan pemborosan. Mata uang (currency) bukan hanya uang, ada hal-hal
lain yang lebih penting dari uang. Tidak ada yang lebih berbahaya dari rasa
cukup. Tidak ada yang membawa dosa lebih daripada kasih. Orang perlu merasakan
cukup ini.
Kesimpulan :
Lao Zi menekankan kelembutan. Apa yang dimaksudnya
bersifat subvesif. Kita inginnya agresif, menumpuk dan mendapatkan. Tapi Lao Zi menekankan menerima. Kita maunya kita
harus bagus dan ambisi. Kalau terlalu berlebihan akan menghasilkan kerugian. Lao Zi menekankan kelembutan karena kelembutan
adalah sesuatu yang membuat kita pas dengan realita. Jadi kelembutan adalah
kemauan menerima realita karena realita tidak bisa diatur oleh manusia. Ini
agak dalam. Belajar ini bisa memperlambat pernyakit Alzheimer selama 5 tahun.
Penderitaan kita terjadi karena kita tidak hidup dalam realita. Kita punya
realita sendiri. Orang yang tidak hidup
dalam realita biasanya adalah orang yang tamak, mau menangnya sendiri, tidak
lembut. Lao Zi berkata, “Orang seperti
ini lama-lama akan tergilas.” Jadi harusnya seperti air yang lembut. Karena
realita itu selalu sirkular, dari senang jadi susah dari susah kembali lagi ke
susah dan seterusnya. Selalu sirkular. Sehingga
waktu bahagia, jangan terlalu lama karena bisa ada bencana. Ssebaliknya kalau
ada bencana jangan sedih terlalu lama karena dalam bencana ada kebahagianan.
Alkisah jaman dahulu kala ada seorang petani miskin
yang hidup dengan seorang putera nya. Mereka hanya memiliki seekor kuda kurus
yang sehari-hari membantu mereka menggarap ladang mereka yang tidak seberapa.
Pada suatu hari, kuda pak tani satu-satu nya tersebut menghilang, lari begitu
saja dari kandang menuju hutan.Orang-orang di kampung yang mendengar berita itu
berkata: “Wahai Pak Tani, sungguh malang nasibmu!”. Pak tani hanya menjawab,
“Malang atau beruntung? Aku tidak tahu …” Keesokan hari nya, ternyata kuda pak
Tani kembali ke kandangnya, dengan membawa 100 kuda liar dari hutan. Segera
ladang pak Tani yang tidak seberapa luas dipenuhi oleh 100 ekor kuda jantan
yang gagah perkasa. Orang2 dari kampung berbondong datang dan segera
mengerumuni “koleksi” kuda-kuda yang berharga mahal tersebut dengan kagum.
Pedagang-pedagang kuda segera menawar kuda-kuda tersebut dengan harga tinggi,
untuk dijinakkan dan dijual. Pak Tani pun menerima uang dalam jumlah banyak,
dan hanya menyisakan 1 kuda liar untuk berkebun membantu kuda tua nya.
Orang-orang di kampung yang melihat peristiwa itu berkata: “Wahai Pak tani,
sungguh beruntung nasibmu!”. Pak tani hanya menjawab, “Malang atau beruntung?
Aku tidak tahu …” Keesokan hari nya, anak pak Tani pun dengan penuh semangat
berusaha menjinakan kuda baru nya. Namun, ternyata kuda tersebut terlalu kuat,
sehingga pemuda itu jatuh dan patah kaki nya. Orang-orang di kampung yang
melihat peristiwa itu berkata: “Wahai Pak tani, sungguh malang nasibmu!”. Pak
tani hanya menjawab, “Malang atau beruntung? Aku tidak tahu …” Pemuda itupun
terbaring dengan kaki terbalut untuk menyembuhkan patah kaki nya. Perlu waktu
lama hingga tulang nya yang patah akan baik kembali. Keesokan hari nya,
datanglah Panglima Perang Raja ke desa itu. Dan memerintahkan seluruh pemuda
untuk bergabung menjadi pasukan raja untuk bertempur melawan musuh di tempat
yang jauh. Seluruh pemuda pun wajib bergabung, kecuali yang sakit dan cacat.
Anak pak Tani pun tidak harus berperang karena dia cacat. Orang-orang di
kampung berurai air mata melepas putra-putra nya bertempur, dan berkata: “Wahai
Pak tani, sungguh beruntung nasibmu!”. Pak tani hanya menjawab, “Malang atau
beruntung? Aku tidak tahu …”
Hidup itu seperti lingkaran. Hidup senang nanti
kembali ke susah. Jadi jangan susah. Semua tahu cukup. Kalau lagi punya uang
jangan ekstrim hambur-hamburkan uang. Dalam keadaan bahagia, ingat hari
kemalangan. Dalam kemalangan tetap ada bahagia. Untuk hindari kedua ekstrim ini
bagaimana? Kita harus seperti air, fleksibel dan sesuai dengan kenyataan.
Jangan memaksakan diri, kalau tidak akan terjadi bentrok. Lao Zi berkata,”Sebenarnya hidupmu seperti realita
kecil. Tapi di luar itu ada realita yang lebih besar. Daripada kamu membuat
realita besar setuju kepada realita kecil, lebih baik realita kecil dibuat
sejalan dengan realita yang besar.” Caranya bagaimana? Yang penting seperti air, yang tidak ekstrim
melainkan cukup dan lembut. Dengan seperti ini Lao Zi memberikan kepada kita instruksi yang berguna,
“Kita perlu sekali belajar untuk menerima realita, belajar untuk lembut seperti
air.” Tetapi lepas dari itu, apa yang diajarkan di sini , walau kelihatannya sesuai
dengan ajaran Kristus tapi sebetulnya berbeda. Persamaan Lao Zi dengan Injil hanya ada dipermukaan tapi
perbedaannya besar.
Lato Tze mengatakan,”Apa yang dimaui manusia semua
tidak penting. Semua hanyalah bagian dari kehidupan. Yang paling penting adalah
realita yang tidak peduli dengan kepeduliaan (?). Lebih baik kita sejalan. Yang
dikatakan Lao Zi jadi spirit agama di
Timur seperti Budha. Budhat mengajarkan “Penderitaan yang besar : Dukkha
(ketidakpuasaan) karena keingian yang besar tidak sesuai realita.” Yang jadi
masalah keinginan kita. Jadi kita harus meniadakan keinginan kita. Kita harus
menyadari dasar dari keinginan adalah aku. Semua tidak ada, hanya penipuan. Dengan
meditasi , kita menyadari kekosongan segala hal. Lao Zi mengajarkan kelembutan mengorbankan
keinginan pribadi menuju realita yang besar. Ini beda dengan iman Kristen yang
menyatakan , “Tidak semua keinginan manusia itu jelek”, jadi masalahnya bukan
keinginannya. Lao Zi berkata, “kita
tidak boleh tamak” Ini kita setuju karena dikatakan dalam Alkitab,”Jangan menumpuk
harta di bumi.” Tetapi pengajaran Alkitab,”Banyak keinginan kita yang wajar dan
normal. Manusiawi dan bahkan dikehendaki oleh Tuhan.” Jadi kalau kita
menyangkal semua keinginan manusia maka akibatnya kita tidak jadi manusia.
Contoh : Dalam satu mitos dikisahkan suatu kali istri
Cong Ce meninggal. Biasanya kalau istri mati, suami akan sedih. Tetapi Cong Ce
tidak sedih, dia bahkan menari-nari. Ia ditanya ,”Mengapa kamu menari-nari? Kok
kamu tidak sedih?” Dia menjawab,”Kita harus menerima realita. Ada hidup dan ada
mati. Segala sesuatu ada waktunya. Ini bagian dari proses alam semesta.
Daripada kita memaksakan diri sendiri, kita harus menerima. Kita mencintai tapi
jangan terlalu ekstrim. Saya seperti air, saya terhadap kekasih saya biasa saja.
Saya tidak bisa berkata, saya terlalu sayang dengan kamu, nanti kalau mati
duluan saya tidak bisa menikah lagi. Hidup ini penuh dengan penderitaan. Hidup
harus seperti air. Jangan terlalu cintalah. Cinta itu ada batasnya. Kalau hatiku
100%, maka milik kamu 60%, 30% untuk pacar nanti , 10% untuk pacar yang sebelumnya.
Jadi kalau ada apa-apa saya bisa kawin lagi.” Kalau istri saya berkata, “Di
luar aku tidak boleh ada yang lain.” Jadi ada hal tertentu , seperti kematian Alkitab
mengatakan bahwa kematian itu buruk. Apakah kematian itu rencana Allah? Itu
bukan rencana Allah! Kematian masuk ketika ada dosa. Lao Zi ,”Saya tiak bisa pergi ke pemakaman orang.
Hidup itu seperti ini.” Kematian itu buruk. Kita orang Kristen, kita berada di
realita, realita yang besar ini harus dipotong. Kita tidak bisa menerima realita
apa adanya. Kita orang Kristen paham. Kita paham, dunia ini bukan rumahku.
Kebencian, kematian, dosa semua itu kita tidak bisa menerima. Kita tidak bisa
berkata, “Orang seperti Hitler, mother Theresa mau bagaimana lagi? Kita tidak
bisa diam saja, ada orang yang baik di penjarakan. Ada orang yang korupsi dan penjahat
yang tidak mati-mati karena tidak ada kolesterol.
Bagi Lao Zi realita
itu hanya 2 jenjang, realita manusia yang kecil dan realita yang lebih besar.
Begitu saja. Kekristenan berbeda. Ada realita yang lebih besar adalah Tuhan sendiri. Realita
yang terjadi Tuhan sendiri. Tuhan mau masuk untuk bisa membebaskan dari yang jahat.
Saat Yesus menunjukkan ada sesuatu realita yang luar bisa yang sudah masuk ke
dalam realita itu yaitu mengasihi Dia. Jadi kita percaya akan hanya Tuhan yang mau
menekankan bahwa keinginanmu untuk bahagia itu mungkin. Tetapi masalahnya kamu
telah berdosa, artinya ktia tidak mendengar kehendak Tuhan. Ini berita Kristen.
Realita yang paling besar bukan hidup kita yang kecil. Realita yang lebih besar
itu Kerajaan Allah di mana Allah memerintah. Allah memerintah itu adalah kemenangan
akan kasih dan keadilan. Jadi kemenangan dari kasih dan keadilan. Hidup ini
tidak bisa bahagia kalau tidak ada kasih. Di mana ada kasih dan keadilan, maka di
situ ada kemenangan dari Tuhan sendiri. Percayalah karena Kerajaan Allah sudah dekat
dan bertobatlah! jangan diterjemahkan,”Percayalah kalau tidak maka kamu tidak
masuk sorga!” Bukan! Yesus tidak bicara seperti itu. Tetapi “Percayalah bahwa
ada realita (mulai masuk agreement).
Realitanya adalah kemenangan akan kasih dan keadilan”. Realita yang besar = tidak ada kasihnya. Kita
butuh kasih, tetapi dunia tidak memberikan kasih. Realita yang besar tidak
adil. Orang yang baik mati muda tetapi
orang yang jahat umur panjang dan tidak ada kolesterol. Tidak adil. Jadi bertobatlah
dan masuk kerajaaan Allah berarti masuk menegakkan keadilah dan kasih.
Bertobatlah , masuk ke realita yang besar. Kita tidak mengasihi Tuhan.
Buktinya apa? Tuhan dianggap asisten pribadi. Kalau butuh apa-apa baru kita cari
Tuhan. Tapi kita sendiri tidak mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh. Apakah
kita mencintai orang lain? Tidak! Orang lain itu adalah alat untuk membahagiakan
kita. Karena kita tidak mencintai Tuhan dan orang lain berarti kita tidak
mengasihi diri sendiri.
Apakah kita
adil? Tidak adil. Adil artinya memberikan apa yang menjadi hak orang lain. Tuhan
adalah Pencipta sehingga kita seharusnya memberikan syukur dan kemuliaan
kepadaNya tapi kita tidak melakukannya. Kita juga tidak adil kepada orang lain.
Kita hanya menganggapnya sebagai alat. Kalau kita ke restoran dan telat
melayani saya maka saya akan marah-marah. Karena saya tidak adil kepada Tuhan
dan orang lain maka kita juga tidak adil kepada diri kita sendiri. Jadi kalau ada
realita datang tentang kasih maka yang harus dimusnahkan adalah ketidakadilan
dan ketiadaan kasih. Jadi kita ini yang harus dimusnahkan. Bila ada realita
baru yang datang, ia akan selalu menaklukkan yang lama. Kita termasuk yang
lama. Kita masih hidup sesuai dengan realita yang lama. Dunia ini tidak adil.
Kita berteriak,”Tuhan semua orang tidak adil”. Tuhan berkata,” Kalau kamu
pikir-pikir apakah kamu sudah adil?”. Kita berteriak, “Tuhan kita hidup di
dunia ini tidak ada kasih dan tidak ada orang yang mengasihi saya.” Tetapi
apakah kita sudah mengasihi oranag lain? Tidak. Berarti sama. Jadi waktu
kerajaan Allah datang, kita harus dimusnahkan, karena kita bagian dari produk
yang lama. Tetapi ini bedanya Kerajaan Allah dengan kerajaan dunia. Kerajaan
dunia datang memusnahkan musuh, Kerajaan Allah datang mati bagi musuh. Waktu
Yesus mati di kayu salib, tempat di mana paling tidak ada kasih dan waktu di kayu
salib itu tempat di mana paling tidak
adil, ketidak adanya kasih dan ketidakadilan ditanggung oleh Tuhan Yesus. Sekarang
maukah kita masuk ke dalam realita yang baru? Ini bedanya.
Kesamaan caranya : kita masuk ke dalam realita dengan
cara hidup terbalik walaupun caranya lain. Lao
Zi hidup terbalik realita kecil sesuai dengan realita kecil. Kita harus
terbalik karena kita rela mengikuti Kristus dan kita dengan realita kecil harus
sesuaikan diri kepada Tuhan. Pusat dari hidup terbalik yaitu merendahkan maka
ditinggikan, barangsiapa kehilangan nyawanya akan mendapatkan. Dunia (realita)
mengajarkan kita dunia ini penuh dengan persaingan. Dunia ini adalah perkara
hidup-mati. Kamu hidup orang lain mati, orang
lain hidup kamu mati. Ini dunia. Kita mau berkesinambungan dengan dunia yaitu
dengan tobat dan rendah diri. Dengan korbankan diri untuk mendapat hidup ,
engkau akan memperoleh hidup. Ini yang terbuka, ini jalan kasih. Kasih itu tidak
berkeseduhan. Kasih itu kekal. Bahkan Paulus mengatakan iman dibandingkan kasih
maka yang lebih besar adalah kasih. Tidak ada kasih yang lebih besar dari orang
yang menyerahkannya bagi sahabatnya. Mengorbankan diri baru mendapatkan hidup dan
logika ini banyak di temui di film-film Disney. CS Lewis (seorang pujangga
Kristen) mengatakan banyak dongeng mengajarkan
kita tentang hal ini. Film Beauty and The Beast. The Beast harus dicintai seorang yang cantik baru bisa berubah
menjadi seorang pangeran (karena ia dikutuk). Namun pada saat beauty mencintai dia, dia melepaskan
identitas dan berkorban. Justru dengan pengorbanan ini dia mendapatkan cinta. Film the Frozen. Si
adik membantu kakaknya dengan cara berkorban sehingga pengorbanannya
menghasilkan kehidupan. Ini terbalik. Kita harus hidup terbalik. Mau tidak mau kita
berkoban? Terus - menerus berkata ke Tuhan,”Yang penting bukan aku”. Martin
Luther berkata,”Seluruh hidup orang Kristen, dari awal sampai akhir adalah berkorban.
Dengan berkorban kita menjadi seperti Dia”. Tuhan mengosongkan diriNya menjadi
manusia. Maksudnya mengosongkan diri adalah merendahkan diri. Maukah berkata kepada
Tuhan, “Engkau adalah satu-satunya kebahagiaan. Bukan kehendakku tetapi
kehendakMu jadilah.”?
Saya simpulkan, Orang Tionghoa berkata kita akan
memperoleh kebahagiaan dengan menghadapi realita dengan hikmat. Namun dalam
kekristenan, kita harus menyesuaikan diri dengan Tuhan. Kita menjadi seperti
air yang mau dibentuk untuk Tuhan. Bukan
kehendakku melainkan kehendakMu yang jadi. Kalau sampai ini, kita sudah masuk sorga
yaitu tempat / keadaan di mana kita bersama dengan Tuhan. Maukah kita menyerahkan
diri pada Tuhan? Punya hikmat, tahu realita dengan cara hidup terbalik sesuai dengan apa yang dikatakan Tuhan Yesus.
“What I'm trying to do here is to get
you to relax, to not be so preoccupied with getting, so you can respond to
God's giving…Steep your life in God-reality, God-initiative, God-provisions.
Don't worry about missing out. You'll find all your everyday human concerns
will be met.” (Matthew 6:32, 33, The Message). Tetapi carilah dahulu Kerajaan
Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari
besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari
cukuplah untuk sehari." Yang
disebut mendahulukan kerajaan Allah artinya apa?, Hiduplah dalam realita sepenuhnya.
Apa beda realita yang baru dengan yang lama? Realita yang lama, kita yang harus
melakukan. Dalam hidup realita yang baru, kita memberikan uang kepada Tuhan.
Jadi kita kepasifan yang aktif. Lao Zi
dari filsafat Tionghoa yang bisa kita pelajari, ada yang mirip tapi bukan paham
nya sendiri
Lao Zi menekankan ,”Banyak sekali inginnya aktif,
tetapi begitu aktif ia maunya keras sehingga malah hancur.” Kadang kita harus
belajar menjadi pasif tapi pasif yang aktif. Di Tiongkok : ada seni bela diri Shao Lin (Shàolín gōng
fu (少林功夫), Shàolín
wǔshù (少林武術) atau
Shàolín quán (少林拳),
bela dirinya keras dan agresif. Tapi Tio Sam Hong (Zhang San Feng) mengenalkan
bela diri Tai chi (tàijíquán 太極拳) yang memanfaatkan kekuatan lawan. Aktif jadi pasif
dan sebaliknya. Artinya kita membuat Tuhan yang bekerja. Dulu yang penting
saya, sekarang bagaimana Tuhan bekerja lewat saya dan berserah. Itu Namanya menjadi
aktif menjadi pasif. Kalau pasif total teler. Tetapi keaktifan yang pasif. Ini hal
yang sulit sekali. Kalau kita belajar musik seperti saat saya ingin anak saya
bermain biola. Saat bermain biola pertama kali suaranya seperti kucing
kesakitan. Hati saya seperti diiris-iris. Lalu ia memaksakan diri. Orang yang
pandai di musik menjadi seperti orang yang aktif seperti pasif. Ia sepertinya menjadi
manifestasi dari jiwa Si Komposer. Penyerahan dirinya dijadikan keindahan di
balik music. Jadi ia seperti berdisiplin membiarkan dirinya hanyut. Seperti orang
yang sedang tenggelam, saat mau ditolong tapi bergerak terus maka akan sulit ditolong jadi
harus santai. Ini idak mudah. Jadi hidup yang subversif, hidup yang berserah.
Ini perlu latihan. Disiplin rohani itu melatih, memberi, berdoa dan berpuasa. Ini
melatih melihat pekerjaan Tuhan. Kita harus menjadi air yang mudha diatur Tuhan.
Kuncinya : menjadi aktif seolah menjadi pasif. Yang paling penting bukan saya
dan keinginan saya tetapi bagaimana kehendak Tuhan.
Tanya Jawab
1.
Ada realita kecil
dan realita yang lebih besar(Tuhan). Apa kita hidup bukan dalam realita tetapi hiper
realita? Bagaimana kita sebagai orang Kristen
, kita seolah-olah hidup bukan realita tetapi dalam hiper realita?
Jawab : Sebagai orang Kristen kita punya pandangan
eskatologis yang tepat. Kalau tidak kekristenan hanya menekankan perbuatan
baik. Kita sudah masuk ke dalam zaman kerajaan Allah yang sudah datang.
Realita
ini adalah realita zaman kegelapan , zaman di mana kita diperbudak oleh dosa,
kematian dan Iblis. Pada zaman ini, baik kita sendiri dan alam sudah sama
rusaknya. Setelah Adam dan Hawa berdosa, tanah dikutuk dan mengeluarkan semak
belukar. Artinya dunia ini sudah tidak cocok dengan kita. Jadi ada kerusakan.
Hidup kita yang kecil dan dunia yang besar sudah jadi paket. Kita hidup sendiri
sudah jadi bagian dari realita. Kita juga merupakan bagian dari masalah. Kita
juga menyusahkan dan merusak orang lain. Jadi dunia ini menjadi networking yang saling merusak. Jadi
kita diperkenalkan dengan cara hidup yang berbeda. Menariknya : kita hidup di
dunia tetapi bukan dari dunia. Tuhan memberikan realita yang dulu bukan dengan
jalan memberi segalanya secara tuntas, tapi pelan-pelan. Di realita nanti ada
sakti penyakit, penderitaan, tapi nantinya tidak ada. Langit dan dunia yang
baru masuk lewat penderitaan dan air mata kita.
Tuhan seperti menggunakan cara perang Troya. Pada Perang Troya, para prajurit Yunani
bersembunyi di dalam Kuda Troya yang berukuran raksasa yang ditujukan sebagai
pengabdian kepada Poseidon. Kuda Troya tersebut menurut para petinggi Troya
dianggap tidak berbahaya, dan diizinkan masuk ke dalam benteng Troya yang tidak
dapat ditembus oleh para prajurit Yunani selama kurang lebih 10 tahun perang
Troya bergejolak. Pada malam harinya, pasukan Yunani keluar dari perut kuda
kayu tersebut dan akhirnya merebut kota Troya. Kita menaklukkan penderitaan
dengan penderitaan. Pembaharuan tidak lepas dari penderitaan dan kematian. Ini
cara yang aneh. Cara yang berlawanan dengan Analisa kita.Justru subversifnya di
sini. Tuhan menaklukkan penderitaan lewat penderitaan, menaklukkan kematian
dengan kematian. Kalau pikiran kita bukan dari Tuhan, maka kita akan seperti
Petrus. Matius 16:21-23 Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada
murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak
penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu
dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga. Tetapi Petrus menarik Yesus ke
samping dan menegor Dia, katanya: "Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu!
Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau." Maka Yesus berpaling dan berkata kepada
Petrus: "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau
bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan
manusia."
Tuhan berbeda dengan manusia. Cara manusia, begitu mau
melepaskan kita dari kerajaan maut Tuhan turun seperti superman, kita langsung diangkat. Tapi Tuhan tidak pakai seperi
itu. Penderitaan bukan berarti miskin, sakit-penyakit. Penderitaan maksudnya saat
bergumul dengan dosa, kita menyangkal diri dan hidup terbalik. Realita yang
baru tersembunyi. Alkitab menekankan itu. Realita itu tersembunyi. "Dan apabila kamu berdoa, janganlah
berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri
dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka
dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat
upahnya. Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu
dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang
melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu. (Matius 6:5-6). Tetapi jika engkau memberi sedekah,
janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. (Matius
6:3). Hidup seperti ada hiperrealita. Dalam realita yang lama menghidupi realita
yang baru. Jadi berbeda. Misalnya : ada
suatu negara di mana sakit cacar belum tersembuhkan dan fatal sehingga bisa
mati. Saya berasal dari suatu negara lain dan sudah mengalami sakit cacar dan sudah
divaksinasi. Saya punya hidup yang baru. Sedangkan kamu hidup lama karena kalau
kena cacar bisa mati. Sedangkan saya sudah divaksin, melalui proses sakit untuk
menyembuhkan di mana saya makin lama makin dekat kematian. Saya lain (kelihatannya
seperti sama). Setelah saya sembuh, sel cacar saya yang sudah sembuh diambil
dan dikasih ke yang sakit agar sembuh. Hidup Yesus luar biasa. Yesus disalibkan
dan mati sepertinya hidup lama tetapi sebetulnya hidup baru diberikan kepada
kita untuk hidup.
2.
Kalau ada realita
yang lebih besar, jangan-jangan ada sedikit platonik? Jangan-jangan kekristenan
itu Platonik?
Plato percaya bahwa dunia mengatakan dunia ini berbeda
dengan dunia yang lain. Ia mengajarkan , “Apa yang dilihat di dunia ini bukan
realita yang sungguh-sungguh dan sepenuhnya. Ada realita yang lain.” Kesalahan
Plato adalah memandang rendah materi. Kalau betul-betul ada realita yang lain maka
kita harus lepas dari tubuh. Ini kesalahan yang disebut gnostik. Orang Kristen lain : kita menghargai tubuh
dan kita bisa bersabar dengan penderitaan. Walau dunia bukan rumah kita, Tuhan
bekerja dalam jiwa kita.
3.
Bagaimana dengan Kong
Zi ? (Kong Hu Cu 孔夫子 Kongfuzi atau Konfusius, sering hanya disebut Kongcu、孔子Kongzi) (551 SM – 479 SM).
Setiap orang Tionghoa lahir separuh Kong Zi dan separuh
Lao Zi (selalu ada unsur dari Lao Zi). Kong Zi filsafatnya lebih pasif (menarik
diri dari dunia). Kong Zi masuk ke dalam dunia. Ia mementingkan hukum moral.
Setiap manusia, sudah diberi Tuhan hukum moral sehingga setiap manusia memiliki
mandat dari Tuhan yaitu dekrit , misi dari Tuhan untuk hidup dengan hati
nurani. Hati nurani dilakukan dengan prinsip : apa yang kamu tidak ingin orang
lain lakukan kepadamu, jangan kamu lakukan ke orang lain. Apa yang orang lain lakukan
ke kamu lakukan ke orang lain.
Semua moralitas ini terjadi dalm keluarga. Ia sangat
menekankan keluarga. Ini salah satu kelebihan dan sekaligus kekurangannya. Dalam
budaya Tionghoa tidak ada masyarakat tapi yang ada keluarga. Sehingga orang Tionghoa
cenderung pasif dalam partisipasi masyarakat (tidak peduli pemerintah ngomong apa).
Kong Zi mengatakan,”Yang penting adalah pembinaan dari keluarga.” Kalau pendidikan
keluarga itu baik, maka orang itu semuanya juga baik. Kong Zi menekankan li (tata
krama kehidupan). Hati nurani kita bukan hanya diperoleh lewat keluarga, tapi bisa
dilatih lewat dasar social (ritual /gerak tubuh yang membuat jiwa kita lebih
lembut. Contohnya : kalau kita bertemu orang lalu memberi salam dengan hormat ,
maka hati dan perasaan kita akan dipengaruhi. Misalnya : saya duduk. Lalu ada
orang yang lebih tua datang dan memberi
salam maka dengan santun kita harus berdiri. Jadi sikap tubuh mewakili
ekspresi. Dalam mengucapkan salam tahun baru imlek kalau mau bai-nian (拜年) / soja, maka dalam pengajaran
Kong Zi saat menyampaikannya orang harus berlutut dengan tujuan menekankan
penghormatan (tubuh itu penting).
Orang yang tersenyum tersembunyi ada 2 kemungkinan : tersenyum karena hatinya busuk, yang kedua orang
yang tersenyum mau membuat dirinya memiliki perasaan lebih enak. Orang sekarang
kurang mementingkan etiket. Kelemahan Kong Zi : tidak ada konsep hidup masa
depan. Walau percaya Tuhan, ia tidak menekankan ada sorga dan neraka. Sehingga
di Tiongkok sekitar 1.700 tahun lalu ada kekacauan besar. Saat masyarakat
hancur, banyak orang baik menderita. Moralitas tidak bisa diharapkan lagi.
Sehingga ada satu angkatan dihukum dan dari India masuk Budhisme karena Budha mengajarkan
reinkarnasi . Kelemahan Kong Zi, tidak ada konsep hukuman. Hukum moral yang diberikan oleh Kong Zi sifatnya tinggi, tetapi
kemampuan manusia tidak cukup untuk mentaati hukum sehingga selalu terjadi jarak
antara permintaan moral yang tinggi dan kemampuan
manusia yang terbatas. Ini yang menyebabkan banyak orang menjadi pesimis
terhadap moral. Ada jarak yang tinggi antara permintaan / hukum moral yang
tinggi tapi tidak sanggup dilakukan manusia, tapi kalau tidak dilakukan kok
tidak bisa. Ini yang dipenuhi kekristenan. Hukum moral tinggi tapi kemampuan
terbatas sehingga ada jembatan yang disebut sebagai anguerah. Dalam kebudayaan
Tionghoa hampir tidak ada konsep anugerah. Tuhan memampukan kita untuk membayar
hutang kita dan berbuat baik. Waktu agama Budha masuk ke Tionghoa, ada konsep penghukuman
tidak ada konsep anugerah. Kita berusaha dengan kekuatan sendiri hingga akhirnya
kita bisa menebus diri kita dari lingkaran reinkarnasi.
Ada suatu sekte agama Budha di Tiongkok (Ching-tu aliran
Sukhavati /Happy Land School) yang memberi pertanyaan mirip sekali dengan
pertanyaan orang Kristen dan sampai sekarang belum mendapat jawaban yang memuaskan : kalau kita perlu mengandalkan
diri kita sendiri untuk diselamatkan itu tidak terlalu baik . Berarti kita menolong
orang lain masih ego sentris. Kedua, kita berusaha dengan kekuatan sendiri untuk
lepas hukuman , apakah ini bentuk kesombongan? Dalam kekristenan, kita butuh
Tuhan. Kita berbuat baik itu bukan untuk masuk surga (semua sudah disediakan di
sorga). Kita berbuat baik agar orang lain bisa melihat Kristus. Kita hanya
alat.
4.
Dalam budaya Tionghoa
diajarkan untuk menghormati dan patuh kepada
orang tua seperti juga dalam kekristenan (hormati orang tuamu). Sebagai manusia
kita ingin sesuatu yang mungkin bertentangan dengan orang tua. Orang tua punya
keinginan yang money-oriented, sedangkan
kita punya keinginan yang lain yang mungkin secara tidak langsung money oriented. Apakah itu berarti kita
tidak menghormati orang tua? Bahkan kita bisa sampai bentrok dengan orang tua
dan keluar dari rumah .
Jawabannya kompleks. Menghormati tidak sama dengan melakukan
apa yang diinginkan orang tua 100%. Bagaimana dengan keinginan orang tua yang misalnya
psikopat? Sebagai orang Kristen berat karena kita harus lebih taat ke Tuhan
daripada orang tua. Namun tidak berarti kita kurang hormat kepada orang tua. Hormat
dan kritis itu perlu keseimbangan. Misalnya : ada kalanya kita perlu memikirkan
dengan hikmat dari Tuhan. Firman Tuhan mengatakan,”Cerdik seperti ular dan
tulus seperti merpati.” Jadi terkadang pendekatan kita jangan konfrontatif. Kalau ada keinginan yang beda dengan
orang tua, daripada berdebat dan bertengkar mungkin lebih baik omong baik-baik.
Tetapi setelah bicara baik-baik tetap dimarahi, ya sudah.
Jadi kita mengalah bukan dalam arti mengikuti begitu
saja tapi dalam arti menjalankan apa
yang kita mau tapi tidak menimbulkan sakit hati. Cara pertama : tidak
konfrontatif (jelaskan pendapat dengan baik). Cara yang kedua : dalam budaya Tionghoa
ada yang baik bisa jadi tidak baik kalau momennya tidak tepat sehingga kalau mau
omong sesuatu, bicara yang lain dulu (berputar) agar adem dahulu. Cara yang
ketiga yang paling baik adalah dengan teladan hidup. Orang Tionghoa sangat
menekankan teladan hidup. Karena orang akan respek. Sebagai anak kita tunjukkan
bahwa kita baik Keempat : kalau pun perseteruan tidak terhindari, kita
tunjukkan kita tetap mengasihi mereka (tidak berarti mbalelo dan juga bukan
kita tidak marah sama sekali). Kita mungkin bisa marah dan membantah. Tapi
lakukan dengan sopan dan hormat. Jadi mungkin ada rasa sakit orang tua kepada
anak. Tapi jangan sampai ia merasa dipojokkan dan dia merasa bahwa kita kurang ajar.
Tapi ini masalah yang kompleks karena bisa saja kita merasa tidak kurang ajar pun
tapi orang tua merasa kita kurang ajar. Selama kita bisa mempertanggungjawabkan
di hadapan Tuhan, kita menanggungnya dengan rela. Kita tidak perlu terlalu bernafsu
membela diri. Ada waktunya di mana kita diam. Diam bukan dalam arti menurut,
tapi ada kalanya mendiamkan diri saja. Sama seperti Tuhan Yesus ketika diadili,
Ia tidak bicara. Kalau bicara dengan orang yang cara berpikirnya sangat berbeda
maka apa yang kita sampaikan akan diterima dalam arti yang lain (mengertinya jadi
lain). Mungkin kita perlu kebebasan dalam melakukan apa yang dimau tapi kita
bisa melakukannya sepanjang bisa dipertanggungjawabkan. Tapi kalau hal itu tidak
urgent, mungkin bisa ditunda (tunggu
sampai situasi tenang). Jadi tidak ada jawaban 100% yang bisa diterapkan.